Kajati Bali Ungkap Alasan Tak Setop Kasus Warga Pelihara Landak Dilindungi

Kajati Bali Ungkap Alasan Tak Setop Kasus Warga Pelihara Landak Dilindungi

I Wayan Sui Suadnyana - detikBali
Minggu, 08 Sep 2024 22:11 WIB
Sukena seusai menjalani sidang di PN Denpasar gegara pelihara landak langka, Kamis (29/8/2024). (Aryo Mahendro/detikBali).
Foto: Sukena seusai menjalani sidang di PN Denpasar gegara pelihara landak langka, Kamis (29/8/2024). (Aryo Mahendro/detikBali).
Denpasar -

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Ketut Sumedana memberikan alasan tak menyetop kasus warga Badung, I Nyoman Sukena, yang memelihara landak dilindungi. Sukena sebelumnya ditangkap Kepolisian Daerah (Polda) Bali karena memelihara empat landak dilindungi di rumahnya.

Kasus warga Banjar Karang Dalem II, Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Badung, itu telah dilimpahkan atau P21 dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali ke Kejati Bali. Sumedana mengungkapkan tak bisa menolak pelimpahan kasus itu.

"Kasus ini setelah tahap 1 tahu memang mempunyai unsur pidana sehingga tidak bisa kami mengelak untuk menolak perkara oleh JPU diterbitkan P21," kata Sumedana dalam keterangan tertulisnya kepada detikBali, Minggu (8/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kejati Bali sebenarnya bisa menyetop kasus melalui pendekatan keadilan restoratif atau restorative juctice (RJ). Namun, Sumedana mengungkapkan keadilan restoratif tak bisa dilakukan terhadap kasus Sukena.

Menurutnya, Sukena yang memelihara landak dilindungi terjerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAE). Kejaksaan RI hingga kini belum mempunyai petunjuk teknis operasional terkait pelaksanaan keadilan restoratif terkait UU tersebut.

ADVERTISEMENT

"Dikarenakan peristiwa tindak pidana tersebut merupakan jenis delik tanpa korban dan berhadapan dengan kepentingan negara terkait sumber daya alam hayati (hewan) serta masuk kualifikasi sebagai pelanggaran terhadap hukum administrasi pidana," ujarnya.

"Selain itu, penuntut umum dalam menangani perkara aquo sangat menjunjung tinggi asas atau prinsip kehati-hatian serta untuk tidak melakukan tindakan diskresi penghentian proses penuntutan pidana," tambah Sumedana.

Selain itu, jelas Sumedana, kasus Sukena yang memelihara landak dilindungi memiliki ancaman pidana kumulatif, yaitu pidana penjara dan denda. Menurutnya, belum ada regulasi tuntutan dihentikan demi hukum terkait pemulihan keadaan seperti semula.

Kasus Sukena telah dilimpahkan ke pengadilan. "Karena sudah di pengadilan perkara sudah teregistrasi tidak bisa ditarik oleh JPU," ungkap mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan RI itu.

Sebagai informasi, kasus Sukena ramai diperbincangkan netizen di media sosial (medsos) karena dinilai tidak adil. Sebab, kasus pemeliharaan hewan dilindungi pernah menjerat Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta pada 2021 yang memelihara owa siamang. Namun Giri Prasta tak dijerat hukum oleh aparat.

Catatan detikcom, Giri Prasta saat itu hanya meminta maaf kepada publik, khususnya pecinta satwa, serta mengembalikan owa siamang peliharaannya ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. Namun, berbeda dengan Giri Prasta, aparat kini mengusut kasus Sukena.

Sebelumnya, Sukena terancam hukuman lima tahun penjara. Dia diancam lima tahun penjara gegara memelihara empat spesies landak langka dan dilindungi.

"Empat ekor landak yang dipelihara terdakwa itu spesies landak Jawa atau Hystrix javanica. Itu satwa liar yang dilindungi," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dewa Ari saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar Denpasar, Kamis (29/8/2024).

Dewa mengatakan Sukena didakwa telah melanggar Pasal 21 ayat 2 a juncto Pasal 40 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE). Yakni, menangkap, memelihara, menyimpan, mengangkut, satwa yang dilindungi pemerintah dalam keadaan hidup.

"Ancamannya, (pidana penjara) lima tahun," kata JPU Dewa Ari.




(iws/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads