Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berinisial N (46) ditangkap polisi seusai menipu calon pekerja luar negeri. N merupakan perempuan asal Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Korban berinisial EE, pria (36) warga Pejarakan Karya, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram," jelas Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama, Jumat (21/6/2024).
EE awalnya menghubungi N untuk menanyakan pekerjaan menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) di Kuwait pada Februari 2023. N kemudian menawarkan EE untuk bekerja restoran di Kuwait.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelaku menjelaskan persyaratannya. Namun, sekitar Maret, pelaku menyuruh korban untuk datang ke salah satu PT yang ada di wilayah Batukliang Utara, Lombok Tengah," beber Yogi.
Setelah membuat janji dengan N, EE pun menunggu korban di PT tersebut untuk menanyakan terkait pekerjaan di Kuwait. EE kemudian diminta untuk mempersiapkan syarat-syarat bekerja. Salah satunya diminta untuk mengecek kesehatan di salah satu klinik Mataram.
"Setelah itu, korban menyerahkan uang sebesar Rp 8 juta untuk mengurus paspor kepada N," beber Yogi.
Tiga bulan kemudian, EE menghubungi N untuk menanyakan soal pemberangkatan ke Kuwait. Namun, pelaku menjelaskan jika lowongan pekerjaan ke negara Timur Tengah ditutup. Setelah itu, N mengarahkan EE untuk mengganti negara tujuan ke Hongkong.
"Akan tetapi, sampai dengan saat ini korban tidak kunjung berangkat juga ke Hongkong," terang Yogi.
N kini ditahan tim opsnal bersama Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram. Polisi menyita barang bukti berupa satu lembar kuitansi sebesar Rp 47,5 juta.
Polisi juga menyita paspor N, paspor EE, satu kartu ATM Bank Central Asia (BCA), satu kartu ATM Bank Mandiri, handphone (HP) Samsung A55, buku tabungan BCA, serta buku tabungan Mandiri.
N kini dijerat Pasal 2 dan Pasal 4 juncto Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan/atau Pasal 81 juncto Pasal 69 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI. N terancam dipenjara minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun serta denda paling banyak Rp 600 juta.
Sementara N mengaku telah melakukan pengiriman PMI secara tidak resmi ke Hongkong. Ia sebetulnya hanya menjadi petugas lapangan perekrutan PMI secara resmi dari PT Primadaya Pandukarya tujuan Malaysia.
"Saya memang bersalah. Karena mengirim orang yang ke Hongkong tidak melalui perusahaan resmi. Kalau yang ke Malaysia memang resmi ada perusahaannya," akunya.
Sementara untuk di Hongkong, N memberangkatkan orang dengan jalur tidak resmi menggunakan visa wisata. Setelah PMI tiba di Hongkong, ujar N, baru akan menghubungi salah satu rekannya untuk mencarikan korban pekerjaan.
"Ada teman saya di sana. Biaya saya tarik untuk ke Hongkong mulai Rp 36 juta, ada juga yang Rp 47,5 juta," jelasnya.
(hsa/hsa)