Jaksa Beber Peran Istri Eks Walkot Bima di Kasus Suap dan Gratifikasi

Jaksa Beber Peran Istri Eks Walkot Bima di Kasus Suap dan Gratifikasi

Ahmad Viqi - detikBali
Senin, 22 Jan 2024 15:26 WIB
Mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi ditemani isterinya, Ellya (jilbab hitam) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Senin (22/1/2024). (Ahmad Viqi/detikBali)
Foto: Mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi ditemani isterinya, Ellya (jilbab hitam) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Senin (22/1/2024). (Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menyebut Ellya, istri eks Wali Kota Bima Muhammad Lutfi, sebagai orang yang mengatur beberapa proyek pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan Kota Bima periode 2018-2022. Hal tersebut terungkap dalam sidang dakwaan kasus korupsi suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa Pemerintah Kota (Pemkot) Bima periode 2019-2022.

"Jadi terdakwa (Muhammad Lutfi) mengatakan 'urusan proyek tanya ke Umi Ely (Ellya), dia yang ngatur proyek'," kata Andi, salah satu JPU pada sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Senin (22/1/2024).

Andi mengatakan selama Muhammad Lutfi menjabat sebagai Wali Kota Bima periode 2018-2023, Ellya disebut sebagai orang yang berpengaruh dan orang yang memberi fasilitas atau pengatur proyek yang diberikan kepada adik kandungnya, Muhammad Maqdis, selaku Kepala Cabang PT Risalah Jaya Kontruksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga (Muhammad Maqdis) memperoleh beberapa paket pekerjaan di lingkungan Pemkot Bima. Baik menggunakan PT Risalah Jaya Kontruksi dan menggunakan perusahaan lain," beber Andi.

Bahkan JPU menungkap beberapa nama yang diduga terlibat dalam pengaturan beberapa proyek di Pemkot Bima. Seperti Kepala Dinas PUPR Kota Bima, Muhammad Amin; Kepala Bagian Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemkot Bima, Iskandar Zulkarnain; Kepala Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemkot Bima tahun 2021-2022, Agus Salim; dan Kepala Bidang Cipta Karya PUPR Pemkot Bima, Farhad.

Pada awal Januari 2019, kata Andi, Ellya mengenalkan Muhammad Maqdis ke beberapa orang yang berpotensi memberikan proyek di Pemkot Bima. Ellya mengenalkan Muhammad Maqdis kepada nama-nama tersebut di rumah dinas Muhammad Lutfi di Kelurahan Raba, Kecamatan Raba, Kota Bima.

"Bahkan Muhammad Maqdis sempat mendatangi kantor LPBJ Pemkot Bima dan kantor PUPR Kota Bima untuk melakukan pemufakatan jahat pengadaan dan jasa yang dilakukan atas perintah Elly," kata Andi.

"Istri terdakwa (di sana) melakukan pengaturan pengadaan langsung atau melalui lelang di beberapa dinas Pemkot Bima. Sebagian juga ditugaskan terdakwa bersama Muhammad Amin," imbuh Andi.

Menurut Andi, Muhammad Lutfi melakukan pemufakatan jahat pengadaan beberapa proyek baik yang bersifat pengadaan langsung maupun tender.

Seharusnya, kata Andi, Muhammad Lutfi sebagai wali kota melakukan pengawasan pengadaan barang dan jasa sejak perencanaan pemilihan penyedia pelaksanaan kontrak sampai serah terima kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat 1 ayat 2 dan ayat 3 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

"Di sana jelas disebut dilarang memberikan proyek secara kroni kepada keluarga terdakwa," kata Andi.

Di sisi lain, Muhammad Lutfi bersama Ellya rupanya juga melakukan pemufakatan jahat di rumah dinasnya di Kecamatan Raba. Rumah dinas tersebut dijadikan kantor operasional PT Risalah Jaya Kontruksi yang dikelola oleh Muhammad Maqdis.

"Selain sebagai tempat kepala cabang PT Risalah Jaya Kontruksi, di rumah dinas sebagai lokasi membahas bagian pemenang proyek-proyek dinas di Pemkot Bima," kata Andi.

Selain itu, rumah dinas Muhammad Lutfi juga digunakan oleh Ellya untuk melakukan pertemuan dengan kontraktor lain dan para mantan timses yang meminta proyek di dinas-dinas Pemkot Bima.

"Salah satu timsesnya pada Pilkada Kota Bima Zafran. Dia datang menanyakan ada proyek. Zafran mengatakan 'Abang itu sudah ada yang kerja ini kapan janjinya?'. Terdakwa menyampaikan 'Kalau urusan proyek tanya ke Ely. Dia yang ngatur proyek'," kata JPU.

Bahkan, Muhammad Lutfi mengarahkan beberapa orang timsesnya untuk bertemu dengan Ellya. Nyatanya, sebut Andi, pada periode anggaran 2019-2020 Zafran belum juga diberikan pekerjaan proyek oleh Muhammad Lutfi.

Pada periode yang sama, Muhammad Lutfi meminta Rizal Alfiansyah, Kepala Unit Layanan Teknis Balai Pengujian Material PUPR Kota Bima, untuk menghadap ke Ellya membahas pengadaan barang dan jasa yang bisa dikerjakan.

"Di sana dia (Ellya) mengenalkan dengan Muhammad Maqdis, adiknya, dengan Rizal dengan maksud Muhammad Maqdis mendapatkan pekerjaan di Pemkot Bima," beber JPU.

Sebelumnya, Muhammad Lutfi didakwa menerima uang suap proyek sebesar Rp 1,95 miliar. Dalam sidang dakwaan, Muhammad Lutfi didakwa menerima uang suap proyek sebesar Rp 1,95 miliar dari Direktur Cabang PT Risalah Jaya Kontruksi Muhammad Maqdis pada proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima tahun anggaran 2019-2020.

Uang tersebut sebagai fee proyek pada pengerjaan pelebaran Jalan Nungga Toloweri serta pengadaan listrik dan penerangan jalan umum di Perumahan Oi'Foo, Kecamatan Rasanae, Kota Bima.

Terdakwa memiliki adik ipar bernama Muhammad Maqdis yang merupakan kepala cabang PT Risalah Jaya Kontruksi. Terdakwa bersama istrinya, Ellya atau Umi Ellya, bersama-sama memberikan fasilitas terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Bima untuk Muhammad Maqdis.




(nor/dpw)

Hide Ads