Kala Buronan Interpol Surati Jokowi Mengaku Korban Salah Tangkap

Kala Buronan Interpol Surati Jokowi Mengaku Korban Salah Tangkap

Tim detikBali - detikBali
Senin, 05 Jun 2023 08:44 WIB
Tim Kuasa Hukum WN Kanada Stephane Gangnon memberikan keterangan kepada wartawan di Polda Bali, Minggu (4/6/2023). (I Wayan Sui Suadnyana/detikBali)
Foto: Tim Kuasa Hukum WN Kanada Stephane Gangnon memberikan keterangan kepada wartawan di Polda Bali, Minggu (4/6/2023). (dok. I Wayan Sui Suadnyana/detikBali)
Denpasar -

Kepolisian Daerah (Polda) Bali dituding salah tangkap. Tudingan itu muncul dari Stephane Gangnon (50), seorang warga negara asing (WNA) asal Kanada. Dia merupakan buronan International Police (Interpol) yang ditangkap Polda Bali pada Jumat (19/5/2023).

Surat ke Jokowi

Merasa jadi korban salah tangkap, Gangnon menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui tim kuasa hukumnya. Surat ke Jokowi terkait penolakan ekstradisi.

"Ini (surat penolakan ekstradisi) kami sampaikan ke Presiden karena yang boleh tanda tangan ekstradisi hanya Presiden," kata Kuasa Hukum Stephane Gangnon, Parhur Dalimunthe di Polda Bali, Minggu (4/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pahrur menduga Polda Bali telah salah melakukan penangkapan terhadap buronan Interpol. Ia menyebut kliennya yang kini ditahan oleh Polda Bali bukanlah buronan Interpol yang dimaksud.

Pengiriman surat penolakan ekstradisi dilakukan setelah tim kuasa hukum Stephane Gangnon mendapatkan kabar bahwa kliennya akan diterbangkan ke Australia. Ia menyebut penerbangan tersebut dilakukan tanpa adanya kesaksian dari pihak Pemerintah Kanada.

ADVERTISEMENT

"Yang kami lakukan kami buat surat, jadi kami sampaikan nanti lewat email. Untuk yang saat ini kami sampaikan secara langsung di sini, surat penolakan ekstradisi," jelas Parhur.

Selain ke Presiden Jokowi, surat penolakan ekstradisi juga disampaikan kepada Menteri Luar Negeri (Menlu), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). Total ada sembilan pejabat yang dikirimkan sudah penolakan ekstradisi, termasuk ke Kedutaan Kanada di Jakarta dan Kapolda Bali.

"Jadi (kami) ingin perkara ini terang benderang sesuai aturan, enggak boleh sewenang-wenang. Nah ini kami masukkan, kita kirim hari ini, nanti di sini juga kasih," tegasnya.

Berdasarkan salinan surat resmi dalam bentuk soft copy yang diterima detikBali, surat kepada Jokowi itu tertanggal 4 Juni 2023. Surat dikirimkan oleh Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) yang beralamat di Jalan Suryopranoto 2, Harmoni Plaza Blok F No. 10, Gambir, Jakarta Pusat.

Surat penolakan ekstradisi tersebut ditandatangani oleh enam kuasa hukum yakni Parhur Dalimunthe, Boris Tampubolon, Krido S. A. M. Sakali, Eko A. Pandiangan, Ahmad Syarkowi, dan Maruli Harahap.

Warga Kanada, Diekstradisi ke Australia

Tim kuasa hukum Gangnon memprotes rencana ekstradisi kliennya. Salah satu poinnya, Gangnon adalah warga Kanada, tapi hendak diekstradisi ke Australia.

"Ini yang menarik, tiba-tiba setelah kami masuk (sebagai kuasa hukum, Stephane Gangnon) ini mau diangkut dibawa ke Australia. Ini yang bingung. Mereka mau dibawa ke Australia malam ini. Dasarnya apa, itu yang kami pertanyakan," kata Parhur.

Menurut Parhur, polisi tidak memberikan alasan yang jelas mengenai rencana penerbangan kliennya ke Australia. Polisi hanya menyebut ada perjanjian antarpolisi.

"Alasan mereka tadi sampaikan bahwa ada police to police dengan Kanada. Nah kami sudah buka perjanjiannya, di situ jelas tidak ada satu pun boleh kerja sama penangkapan. Nggak boleh, hanya pertukaran informasi," ungkapnya.

Parhur mengungkapkan Polda Bali menunggu permintaan ekstradisi dari Kanada. Namun, hingga saat ini, Parhur menilai tak ada permintaan ekstradisi tersebut dari Pemerintah Kanada.

Sebab, kata Parhur, permintaan ekstradisi harus melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), kemudian ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), baru selanjutnya ke polisi. Menurutnya, hingga kini tidak ada permintaan ekstradisi tersebut dari negara asal Stephane Gangnon.

Karena itu, Parhur menyebut bahwa tindakan yang dilakukan oleh polisi yang berencana menerbangkan kliennya ke Australia tidak memiliki dasar hukum. Terlebih, ekstradisi seharusnya dilakukan dengan penjemputan oleh pihak dari negara asal.

"Yang namanya ekstradisi atau penjemputan buronan dari dulu itu dari Kanada-nya atau dari yang minta ke sini, serah terima di sini, ada orang kedutaan. Hari ini enggak ada orang kedutaan. Tapi malam ini mau dibawa sama polisi ke Australia. Kita nggak tahu diserahin ke siapa di sana," tegasnya.

"Tadi kami komplain," imbuhnya.

Kuasa Hukum Beber Kejanggalan

Parhur mengaku ada sejumlah kejanggalan sehingga menduga Polda Bali salah tangkap. Kejanggalan itu mulai dari foto, nomor paspor, hingga status perkawinan Stephane Gangnon.

"Tapi yang paling signifikan adalah nomor paspor. Dia nggak pernah pakai nomor paspor itu," jelas Parhur.

Parhur menjelaskan kliennya ditangkap di rumahnya di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Menurutnya, petugas sempat menyita sejumlah dokumen dan menahan Stephane Gangnon.

Pahrur meragukan validitas dokumen red notice yang menjadi dasar polisi menahan kliennya itu. Sebab, nama orang yang masuk dalam red notice umumnya tercantum di website karena dicari di seluruh dunia. Ia menyebut nama Stephane Gangnon tidak tercantum dalam website.

Selain itu, Pahrur mengatakan red notice yang dia ragukan validitasnya itu tertulis bahwa subjek tidak untuk menahan sementara. "Jadi red notice-nya bilang bukan untuk sementara, ini (surat dari Polda Bali) penahanan sementara," ujar Parhur.

Nomor Paspor Berbeda

Kejanggalan selanjutnya, kata dia, adalah nomor paspor WN Kanada yang saat ini ditangkap Polda Bali berbeda dengan data dalam red notice. Dalam red notice disebutkan bahwa nomor paspor buronan yang dicari bernomor G8*****. Sementara WN Kanada yang kini ditahan memiliki nomor paspor AA*****.

Begitu pula dengan status perkawinan Stephane Gangnon yang menurut Pahrur berbeda dengan yang tercantum pada red notice. Data red notice menyebut bahwa pemilik paspor G8**** berstatus menikah. Sementara, WN Kanada yang kini ditangkap AA***** berstatus cerai. "Jadi kami menduga ini bukan dia," tegas Parhur.

"Nama (dan) tanggal lahir (di data red notice) sama. Tapi kan itu apalagi dia pengusaha bisa di Googling di mana pun. Cuma nomor paspor yang sifatnya rahasia itu salah. Dia enggak pernah menggunakan nomor paspor ini. Sebelumnya juga nggak pernah," tambahnya.

Tim hukum juga menemukan kejanggalan dalam foto Kartu Izin Tinggal Sementara (Kitas) dengan red notice yang dikeluarkan. Foto keduanya justru sama. Padahal, dua dokumen itu diterbitkan oleh negara yang berbeda.

"Ini fotonya mirip (dengan) foto Kitas-nya. Padahal (Kitas) ini buatan Indonesia, ini (red notice) harusnya dari pemerintah Kanada. Menurut kami (fotonya) sama, harusnya beda. Ini (foto KITAS) diambil di Indonesia dan dia ninggalin Kanada sejak 2018," terang Parhur.

Surat Penahanan Tak Cantumkan Pasal

Selain mengeklaim kejanggalan dari segi dokumen tersebut, kuasa hukum juga menilai ada kejanggalan dalam penanganan polisi. Kejanggalan pertama dilihat dari laporan polisi model A atau LP/A.

"Kalau di polisi kita LP/A itu adalah polisi menyaksikan langsung tindak pidana, baru disebut LP/A. Ini tindak pidana yang mana dilihat polisi ngelaporin ini, kan nggak ada," ungkap Parhur.

Parhur juga menilai penerbitan surat perintah penyidikan janggal lantaran terbit pada hari yang sama. Menurutnya, proses seharusnya melalui penyelidikan terlebih dahulu. Penetapan seseorang menjadi tersangka pun, kata dia, memakan waktu lama karena harus ada LP, penyelidikan, penyidikan, kemudian pemeriksaan dan penyitaan bukti-bukti.

"Ini enggak (ada). Dan di dalam surat perintah penahanan penangkapan itu tidak ada kronologi, tidak ada pasal yang dilanggar dan tidak ada perbuatannya kapan, enggak jelas," tegas Parhur.

Dugaan Tindak Pidana Penipuan dan Pemalsuan

detikBali masih mencoba mengonfirmasi Polda Bali terkait kejanggalan-kejanggalan yang disebutkan oleh tim hukum Stephane Gagnon. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan dari Polda Bali.

Sebelumnya, Polda Bali menangkap Stephane Gagnon di Villa Aman, Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, pada Jumat (19/5/2023). Polda Bali menyebut pria Kanada berusia 50 tahun itu sebagai buronan Interpol.

"Subjek merupakan buronan pemerintah Kanada karena diduga melakukan tindak pidana penipuan dan pemalsuan di Kanada," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto, Sabtu (20/5/2023).

Penangkapan terhadap warga negara asing (WNA) itu dilakukan berdasarkan red notice control Nomor A-6452/8-2022 tertanggal 5 Agustus 2022 dan Surat dari Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor R/347/V/HUM.4.4.9/2023/Divhubinter tertanggal 19 Mei 2023.

Mengaku Diperas Hampir Rp 1 Miliar

Gangnon lewat tim kuasa hukumnya juga mengaku diperas. "Kami laporkan ke Propam juga," kata Gangnon, Minggu.

Orang yang melakukan pemerasan terhadap bule Kanada itu berasal dari kalangan sipil yang mengaku ditunjuk oleh oknum Polri. Parhur mengaku bahwa kliennya mempunyai bukti-bukti terhadap dugaan pemerasan tersebut.

"Ada semua buktinya. Dan dalam pertemuan setelahnya juga ada komunikasi-komunikasi yang ditunjuk oleh sipil ini dengan oknum yang ada di sana. Dan ada bukti transfer-transfer juga," terangnya.

Parhur mengungkapkan dalam upaya pemerasan itu kliennya mendapatkan ancaman berkali-kali. Meski tak merasa mempunyai kesalahan, kliennya tersebut akhirnya sempat mentransfer kepada pemeras karena sudah lelah.

"Karena dia berkali-kali diancam, berkali-kali diperas. Capek dia walaupun bukan dia pelakunya, ya sudah dia kasih waktu itu. Total yang dia kasih Rp 750 juta, Rp 150 juta, sama Rp 100 juta, jadi total hampir Rp 1 miliar," jelasnya.

Namun setelah diberikan, pemeras kembali meminta uang sebesar Rp 3 miliar kepada warga Kanada itu. Karena sudah merasa diperas, Stephane akhirnya tidak mau memberikan uang tersebut. Dan benar saja, Stephane benar ditangkap oleh polisi.

Parhur mengaku sudah memasukkan laporan tersebut ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polri. Namun ia belum bersedia menyebutkan inisial oknum polisi yang melakukan pemerasan terhadap kliennya.

"(Oknum polisinya) bisa di Polda Bali, bisa di Mabes. Nanti kalau sudah ada pemanggilan dan seterusnya kami akan sampaikan inisialnya. Sudah kita masukkan laporan propam. Mudah-mudahan ditindaklanjuti," harapnya.

"Saya berharap kasus ini ditanggapi sama Pak Mahfud MD ya dan juga Pak Kapolri (untuk) bersih-bersih oknum," tambahnya.

Tanggapan Polda Bali

detikBali masih mencoba mengonfirmasi Polda Bali terkait kejanggalan-kejanggalan yang disebutkan oleh tim hukum Stephane Gagnon. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan dari Polda Bali.

Sebelumnya, Polda Bali menangkap Stephane Gagnon di Villa Aman, Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, pada Jumat (19/5/2023). Polda Bali menyebut Gangnon sebagai buronan Interpol.

"Subjek merupakan buronan pemerintah Kanada karena diduga melakukan tindak pidana penipuan dan pemalsuan di Kanada," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto, Sabtu (20/5/2023).

Penangkapan terhadap warga negara asing (WNA) itu dilakukan berdasarkan red notice control Nomor A-6452/8-2022 tertanggal 5 Agustus 2022 dan Surat dari Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor R/347/V/HUM.4.4.9/2023/Divhubinter tertanggal 19 Mei 2023.




(hsa/gsp)

Hide Ads