Kasus Korupsi SPI Unud, Ahli: Penyidik Tidak Bisa Hitung Kerugian Negara

Kasus Korupsi SPI Unud, Ahli: Penyidik Tidak Bisa Hitung Kerugian Negara

Aryo Mahendro - detikBali
Kamis, 27 Apr 2023 17:38 WIB
Ahli Hukum Acara Pidana Universitas Islam Indonesia Mahrus Ali hadir sebagai saksi dalam sidang praperadilan kasus dugaan korupsi SPI UnudΒ yang digelar di PN Denpasar, Kamis (27/4/2023). (Aryo Mahendro/detikBali)
Ahli Hukum Acara Pidana Universitas Islam Indonesia Mahrus Ali hadir sebagai saksi dalam sidang praperadilan kasus dugaan korupsi SPI UnudΒ yang digelar di PN Denpasar, Kamis (27/4/2023). (Aryo Mahendro/detikBali)
Denpasar -

Sidang praperadilan kasus dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana memasuki tahap pemeriksaan saksi. Sebanyak empat saksi ahli dan satu saksi pembanding dihadirkan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Agus Akhyudi.

Ahli Hukum Acara Pidana Universitas Islam Indonesia Mahrus Ali menjadi salah satu saksi dalam persidangan tersebut. Ia menjelaskan bahwa pembuktian kerugian negara dalam perkara korupsi harus dilakukan oleh lembaga yang berwenang, yakni Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan bukan kejaksaan.

"Jadi, penyidik boleh saja menghitung (kerugian negara dalam kasus korupsi) tapi harus berkoordinasi dengan lembaga (BPK). Bukan menghitung sendiri," kata Mahrus di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (27/4/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahrus menjelaskan penyidik sebagai petugas penegak hukum wajib mengeluarkan surat izin permohonan penghitungan kerugian keuangan negara pada suatu kasus dugaan korupsi. Setelah disetujui BPK dan ada hasil penghitungan kerugian negaranya, maka dapat dijadikan alat bukti bagi penyidik.

"Jadi, harus ada surat permohonan resmi dari penyidik kepada lembaga. Hasilnya itu bisa jadi laporan. Jadi, bukti surat," tegas Mahrus.

ADVERTISEMENT

Mahrus menjelaskan selain alat bukti yang sudah dianggap punya kekuatan pembuktian, masih ada tiga unsur lain. Ketiga unsur tersebut, yakni relevan, dapat diterima, dan diproses secara sah.

Disinggung terkait kasus dugaan korupsi SPI Unud, Mahrus sebagai ahli menolak berkomentar. Dia hanya menegaskan bahwa penetapan tersangka pada kasus dugaan korupsi menjadi tidak sah sebelum ada penghitungan kerugian keuangan negara dari BPK.

"Saya nggak ngerti. Saya ahli tidak boleh menilai perkara. Tapi misal, faktanya tidak ada pembuktian (berupa) penghitungan (kerugian negara) dari lembaga (BPK), harusnya tidak sah penetapan tersangkanya," tandasnya.




(iws/gsp)

Hide Ads