Sidang praperadilan kasus dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayanan (Unud) di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar telah memasuki babak pembacaan replik. Tim kuasa hukum Unud memaparkan jawaban atas dalil yang disampaikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali pada sidang praperadilan pekan lalu.
Tidak ada hal baru dalam agenda replik yang disampaikan oleh tim kuasa hukum. Mereka masih mempertanyakan penyematan status tersangka terhadap Rektor Unud Nyoman Gde Antara. Mereka juga meminta Kejati Bali sebagai termohon untuk menunjukkan kerugian negara yang dijadikan alat bukti.
"Tidak ada satupun surat yang menyatakan kerugian negara. Maka status tersangka harus digugurkan demi kemanusiaan dan keadilan. Karena tidak ada bukti dan termohon sudah sepatutnya diperintahkan menghentikan penyidikan," kata Gede Pasek Suardika, selaku tim kuasa hukum Rektor Antara di PN Denpasar, Rabu (26/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasek menduga Kejati Bali tidak memiliki bukti apapun terkait kerugian negara tersebut. Menurutnya, bukti kerugian keuangan tersebut penting dalam setiap perkara tindak pidana korupsi (tipikor).
"Nah, sampai sekarang bukti itu tidak muncul. Bagaimana bukti yang paling penting itu tidak muncul dengan alasan bahwa itu kewenangan yang bersangkutan," kata Pasek.
Selain itu, Pasek menyebut Kejati Bali tidak memiliki kewenangan untuk mengaudit keuangan lembaga atau instansi mana pun. Alasannya, lembaga yang berwenang mengaudit terkait indikasi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi SPI Unud adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pasek berharap Kejati Bali mampu menunjukkan bukti tersebut dalam sidang praperadilan dengan agenda duplik yang bakal digelar Kamis (27/4/2023) besok. Duplik adalah jawaban tergugat atas replik yang telah diajukan penggugat.
"Karena kejaksaan pada esensinya, sebagai penyidik sudah tertuang pada KUHAP. Di Undang-Undang Kejaksaan juga tidak ada satu pun untuk melakukan audit. Justru yang ada (yang berkewenangan) adalah BPK," kata Pasek.
Apabila Kejati Bali tidak dapat menunjukkan bukti tersebut, menurut Pasek, dalil yang menyatakan kerugian negara sebesar Rp 1,8 miliar menjadi sumir alias diragukan keabsahannya. Artinya, lanjut dia, dana SPI Rp 1,8 miliar tersebut seharusnya dikategorikan sebagai administrasi negara yang tidak dapat dibawa ke ranah pidana.
"Karena sudah jelas ada audit dari BPK, lalu dikalahkan oleh audit versi kejaksaan. Karena kalau sampai itu terjadi, negara kita ini negara (berasas) kekuasaan. Itu berbahaya. Jadi, semua rumpun kewenangan harus diatur oleh undang-undang, terlebih pidana," tandasnya.
Terpisah, Kasi Penkum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana enggan berkomentar atas argumen tim kuasa hukum Unud. Ia hanya menegaskan bahwa jawaban akan disampaikan saat sidang praperadilan pada agenda duplik, besok.
"Nanti akan disampaikan dalam duplik tanggapan dari tim termohon (jaksa penuntut umum dari Kejati Bali) pada sidang berikutnya," kata Eka.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Bali Gde Astawa menyatakan sudah menyiapkan materi untuk sidang praperadilan berikutnya. Tanpa memberi pernjelasan yang spesifik, Astawa menegaskan akan mengajukan materinya pada sidang berikutnya dengan agenda duplik.
"Kami akan ajukan duplik besok," kata Astawa singkat.
(iws/BIR)