Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menolak permohonan praperadilan buronan kasus penggelapan uang Rp 89 miliar, Mohammed Shaheen Bin Mohd Sidek. Saat ini, warga negara asing (WNA) yang dilaporkan membawa kabur uang milik PT Golden Dewata itu melarikan diri ke luar negeri.
"Dalam status DPO (daftar pencarian orang), pemohon atau tersangka tidak dapat mengajukan praperadilan. Maka harus dinyatakan tidak diterima. Karenanya, seluruh dalih pemohon tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut," kata Hakim Ketua Wayan Eka Mariartha di PN Denpasar, Selasa (4/4/2023).
Dengan begitu, penyidikan kasus terhadap pendiri Ri-Yaz Group akan dilanjutkan. PN Denpasar juga menerima eksepsi Polda Bali. "Menerima eksepsi termohon (Polda Bali), dan membebankan biaya kepada pemohon sebesar Rp 5.000. Maka, pengajuan eksepsi dari termohon dapat diterima. Sehingga, pengajuan praperadilan pemohon tidak dapat diterima," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bidkum Polda Bali Akbp Imam Ismail menyatakan akan melanjutkan penyidikan atas penolakan praperadilan Shaheen. Penyidikan akan dilakukan hingga Polda Bali dan interpol menangkap Sheheen yang kini diduga berada di Malaysia.
"Penyidikan masih berlanjut. Kami harapkan dengan selesainya praperadilan ini, maka tersangka (Shaheen) yang masih berstatus DPO ini menyerahkan diri," tutur Imam.
Sementara tim kuasa hukum Shaheen, Afla Abdurrahman menyatakan akan kembali melakukan upaya hukum atau legal action atas penolakan praperadilan tersebut. Upaya hukum ini didasarkan pada prosedural penetapan status tersangka dan hak asasi manusia.
"Karena itu hak dari klien kami. Kemudian, dia (Shaheen) juga warga negara asing. Yang kami permasalahkan dari praperadilan ini adalah terkait prosedural (penetapan status tersangka) dan human right klien kami," kata Abdurrahman.
Seperti diberitakan, Shaheen dan CEO Ri-Yaz Development Kieran Chris Healey (56) masuk dalam DPO karena menggelapkan uang milik PT Golden Dewata dan menggelapkan pajak Rp 15 miliar.
Kedua WNA tersebut diduga membawa kabur uang Rp 89.824.516.520 atau Rp 89 miliar lebih berdasarkan audit yang dilakukan. Mereka diancam dengan Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Pasal 378 KUHP; dan Pasal 372 KUHP.
PT Golden Dewata melaporkan Shaheen dan Kieran pada Oktober 2022. Setelah dilaporkan, penyidik meminta keterangan sejumlah saksi, seperti pelapor dan direksi perusahaan. Ditreskrimum Polda Bali juga telah mengirim undangan sebanyak dua kali kepada terlapor. Namun, keduanya tak memenuhi undangan penyidik.
Karena itu, Ditreskrimum Polda Bali menerbitkan surat DPO. Meski demikian, menegaskan pihaknya masih menekankan asas praduga tak bersalah. "Masih praduga tak bersalah, dia dua kali dipanggil nggak datang, diundang nggak datang," tutur Kasubdit III Tindak Pidana atanras Ditreskrimum Polda Bali AKBP Endang Tri Purwanto, Sabtu (10/12/2022).
(irb/BIR)