Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali mendalami aliran uang hasil korupsi sumbangan pengembangan institusi (SPI) oleh pejabat di Universitas Udayana (Unud). Kejati Bali menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menelusuri penggunaan uang tersebut.
"Kami kerja sama dengan lembaga-lembaga keuangan melakukan penelitian. Ya seperti PPATK, OJK dan sebagainya. Kan mereka memang yang berwenang melakukan hal tersebut," ujar Kajati Bali Ade Tajudin Sutiawarman saat ditemui di Komplek Kesatrian Praja Raksaka, Kota Denpasar, Rabu (22/2/2023).
Menurut Ade, modus para tersangka di antaranya memungut uang dari mahasiswa baru yang seharusnya tidak dibebankan kewajiban membayar SPI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memang sesuai ketentuan, jelas Ade, bahwa penarikan SPI memiliki dasar hukum berupa keputusan rektor. Namun, dari sekian fakultas yang ada di Unud, ada juga fakultas yang tidak wajib mengenakan SPI kepada mahasiswa barunya.
"Dari sekian fakultas yang ada dalam putusan rektor, ada fakultas yang seharusnya tidak boleh memungut, tapi dia (para tersangka) melakukan pungutan," jelasnya.
Oleh karena itu, Kejati Bali kini tengah melakukan penelitian terkait dengan penggunaan uang pungutan SPI tanpa dasar tersebut. Saat ini, auditor masih bekerja menelusuri.
"Kalau hitungan dari 2018 sampai 2023 memang jumlahnya cukup lumayan ya, nah ini masih kami lakukan (penyelidikan). Jadi, auditor kami masih bekerja," terang Ade.
Sebelumnya, tiga pejabat di Unud berinisial IKB, IMY, dan NPS ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi oleh penyidik Kejati Bali.
Mereka diduga melakukan penyalahgunaan dana SPI mahasiswa baru seleksi jalur mandiri Unud.
Penyidik menetapkan IKB dan IMY sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana SPI mahasiswa baru seleksi jalur mandiri Unud tahun akademik 2020/2021.
Sementara NPS ditetapkan sebagai tersangka korupsi penyalahgunaan dana SPI jalur mandiri Unud dari tahun akademik 2018/2019 sampai 2022/2023.
(BIR/nor)