Artis musik senior asal Bali Yong Sagita menjadi korban penipuan investasi bodong. Penyanyi pop Bali kelahiran Buleleng ini menjadi korban penggelapan dan penipuan dari PT Dana Oil Konsorsium (DOK) bersama ratusan orang lainnya.
Owner dari PT DOK I Nyoman Tri Dana Yasa telah menjadi tersangka dan dilakukan penahanan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali. Ia ditahan sejak Kamis, 18 November 2022.
"Jadi kemarin kita sebenarnya sudah ditelepon sama penyidik dari Polda Bali dari Krimum. Kita ditelpon bahwa tersangka Nyoman Tri Dana Yasa itu sudah ditahan," kata Kuasa Hukum korban penipuan PT DOK I Wayan Gede Mardika saat konferensi pers di Kota Denpasar, Bali, Jumat (18/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mardika membeber penahanan dari owner PT DOK setelah pihaknya menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP). SP2HP itu diteken oleh Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) II Ditreskrimum Polda Bali.
"Jadi kita ngomong ini berdasarkan SP2HP. Ini bukti bahwa memang benar ditahan. Ini dasar penahanan," jelasnya.
"Nah jadi setelah itu ya tentunya kita sangat senang akhirnya momen kita nunggu hampir setahun akhirnya terjadi penahanan. Nah kita sangat mengapresiasi pihak kepolisian karena telah melakukan semua upaya untuk menahan tersangka," tambah Mardika.
Mardika menuturkan, kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh PT DOK sebenarnya sudah dilaporkan oleh pihaknya pada 31 Desember 2021 lalu. Namun proses penahanan terhadap owner PT DOK yang menjadi tersangka cukup lama.
Sebenarnya, pihak Ditreskrimum Polda Bali telah menetapkan owner PT DOK sebagai tersangka pada Agustus 2022. Namun, yang bersangkutan baru dilakukan penahanan pada November 2022.
Selengkapnya baca di halaman berikutnya:
"Itu pertama kali dimulai LP itu kan tanggal 31 Desember 2021. Sekarang 11 November 2022. Nah itu lah berapa lama itu. Sebelas bulanan lah (baru ditahan)," jelasnya.
Padahal, menurut Mardika, dugaan penipuan dan penggelapan ini sebenarnya kasus yang mudah. Terlebih pihaknya sudah memberikan semua data yang diperlukan kepada Ditreskrimum Polda Bali.
Mardika menjelaskan, unsur pidana pada kasus ini memang berada di penipuan dan atau penggelapan. Sebab perusahaan trading PT DOK sebelumnya sudah dibubarkan. Baginya, jika perusahaan telah dibubarkan maka dianggap sudah selesai melakukan trading dan seharusnya yang nasabah yang dipakai wajib dikembalikan.
"Yang namanya perusahaan sudah tutup kan ya g harus dibalikkan. Berarti kalau dia masih megang uang itu dan kita sudah minta, kita somasi berkali-kali tidak juga dibalikin, berarti namanya penggelapan. Nah itu unsur yang paling mutlak," ungkapnya.
Kemudian kasus itu mengandung unsur penipuan karena owner mengatakan bahwa investasi yang dilakukan nasabah tidak ada risiko. Bahkan kalau ada yang menemukan 1 persen risiko dalam investasi tersebut maka akan dibayar Rp 10 juta.
Empat bulan kemudian, setiap ada penemuan 1 persen risiko akan dibayar Rp 100 juta. Investasi yang dilakukan nasabah juga sempat dijanjikan bisa ditarik kapan saja.
"Itu unsurnya penipuan. Jadi sekarang ya terserah pihak berwenang kita kan bukan pihak berwenang yang menentukan. Ya itu di kepolisian sama di kejaksaan," kata dia.
Selengkapnya baca di halaman berikutnya:
Kini penerapan tersangka owner PT DOK mengacu pada Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan 378 KUHP. Menurut Mardika, kasus ini kemungkinan besar bisa juga mengarah ke tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Nah itu nantinya serahkan ke pihak yang berwajib. Tugas kita sebagai pengacara akan mengawal supaya kasus ini jalan, jangan sampai melenceng," ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya Dewa Nyoman Wiesdya Danabrata Parsana mengungkap bahwa laporan terhadap PT DOK dilakukan dalam dua LP. LP pertama jumlah korbannya 394 orang dengan kerugian Rp 22,652 miliar. LP kedua jumlah korban 96 orang dengan kerugian Rp 6,168 miliar.
"Kalau digabung per hari ini total di bawah kuasa kami itu 490 orang dengan Rp 28,820 miliar dan masih terus bertambah," tukasnya.