Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali telah menetapkan anak mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng Dewa Ketut Puspaka berinisial DGR sebagai tersangka.
Meski sudah ditetapkan tersangka, namun penyidik hingga saat ini belum menahan DGR putra sulung Dewa Puspaka.
Alasan belum ditahannya DGR karena penyidik belum melihat terpenuhinya syarat penahanan sesuai Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya jadi kan penahanan itu kan kewenangan penyidik. Namun kewenangan penyidik dibatasi Pasal 21 KUHAP yaitu syarat objektif dan syarat subyektif," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali A Luga Harlianto saat dihubungi detikBali, Minggu (10/4/2022).
"Penyidik melihat bahwa syarat objektif dan subjektif itu belum dipenuhi oleh DGR sehingga kami belum melakukan penahanan. Contohnya untuk melarikan diri, menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan," terang Luga.
Luga menjelaskan, pihaknya kini telah mendapatkan barang bukti dari tersangka DGR. Karena itu, barang bukti tersebut tidak mungkin dihilangkan. DGR juga dinilai tak mungkin mengulangi perbuatannya. Sementara jika dilihat dari unsur melarikan diri, Luga menegaskan bahwa pihaknya belum melakukan pemanggilan.
"Kami kan bergeraknya profesional, kalau memang dirasa memenuhi syarat dan kemudian itu tidak koperatif ya kami gunakan kewenangan kami (untuk menahan yang bersangkutan)," jelas Luga.
Sebelumnya, anak mantan Sekda Buleleng, Bali Dewa Ketut Puspaka berinisial DGR ditetapkan sebagai tersangka oleh Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.
DGR ditetapkan sebagai tersangka karena diduga membantu ayahnya melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Sejak tanggal 24 Januari 2022, DGR yang memiliki hubungan keluarga dengan terdakwa Dewa Ketut Puspaka telah ditetapkan menjadi tersangka tindak pidana korupsi," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali A Luga Harlianto dalam keterangan tertulis.
Menyusul penetapan DGR sebagai tersangka korupsi, sehari setelah Kejati juga menetapkannya sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang.
"Penyidikan ini merupakan pengembangan dari perkara terdakwa Dewa Ketut Puspaka,"jelas Luga.
Tersangka DGR diduga melakukan tindak pidana korupsi yaitu turut serta bersama sama membantu terdakwa Dewa Ketut Puspaka untuk menyalahgunakan kekuasaannya sebagai Sekda Kabupaten Buleleng. DGR diduga membantu ayahnya melakukan korupsi dalam proses perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi Liquefied Natural Gas (LNG) dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng.
Tindak pidana tersebut diatur dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aturan itu sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHPidana atau Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain itu penyidik juga menemukan perbuatan tersangka DGR yang diduga melakukan pencucian uang yang merupakan hasil dari tindak pidana korupsi. Perbuatan itu diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
"Dalam hal pengurusan perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih, penyidik telah menemukan bukti-bukti sehingga membuat terang peristiwa pidana dan menemukan keterlibatan DGR," terang Luga.
Penyidik, kata Luga, menemukan bukti-bukti yang mendukung dugaan DGR bahwa menerima baik secara langsung maupun melalui transfer ke rekening milik DGR terkait pengurusan perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih sejumlah kurang-lebih Rp 7 miliar. Sebanyak Rp 4,7 miliar di antaranya dinikmati DGR.
"Atas dasar inilah DGR kita tetapkan sebagai tersangka," jelas Luga.
(dpra/dpra)