Orang Bali Punya Nama Masa Kecil yang Unik, Begini Penjelasannya

Orang Bali Punya Nama Masa Kecil yang Unik, Begini Penjelasannya

Ni Komang Nartini - detikBali
Sabtu, 07 Des 2024 18:06 WIB
Seniman menampilkan tarian saat pembukaan Pesta Kesenian Bali ke-43 di Taman Budaya Bali, Denpasar, Bali, Sabtu (12/6/2021). Kegiatan yang akan diselenggarakan hingga 10 Juli 2021 mendatang secara luring dan daring tersebut melibatkan sekitar 10 ribu orang seniman dan menampilkan sejumlah agenda seperti pergelaran, parade, lomba, pameran, lokakarya dan sarasehan. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/rwa.
Ilustrasi (Foto: ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)
Denpasar -

Sebagian orang Bali memiliki nama masa kecil yang unik. Nama-nama masa kecil itu kerap terdengar aneh lantaran berasal dari kata-kata yang tak galib terdengar. Pada masa lalu, kita dapat menemukan nama-nama orang Bali seperti I Kerug, I Koncreng, I Lengkong, I Keweh, I Kiul, I Koming, dan sebagainya.

I Wayan Sui Suadnyana misalnya. Pria asal Desa Landih, Kabupaten Bangli, itu saat kecil memiliki nama panggilan 'Kucung'. Menurutnya, nama itu diberikan sanak saudaranya lantaran saat lahir tubuhnya berukuran kecil menyerupai botol minuman.

"Kucung itu plesetan dari pucung (sebutan botol orang Bali) karena lahirnya terlalu kecil seukuran botol bir. Kebetulan saat lahir ada film luar negeri nama pemerannya Lily Chung. Nama Kucung diambil dari plesetan fenomena itu," ujar Sui, Jumat (6/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ni Komang Nartini juga memiliki nama kecil yang unik. Perempuan asal Kubu, Karangasem, itu semasa kecil kerap dipanggil Kenyer. Nama itu diberikan karena dia menangis terlalu kencang saat dilahirkan.

"Kenyer itu sebenarnya plesetan dari kata mekenyer. Dalam bahasa Bali, mekenyer artinya cempreng," ujar Nartini.

ADVERTISEMENT

Lantas, mengapa orang Bali memiliki nama-nama masa kecil yang unik?

Dosen Sastra Jawa Kuno Universitas Udayana (Unud), I Ketut Eriadi Ariana, menjelaskan nama-nama masa kecil orang Bali sebagai pengaruh fenomenologis. Umumnya, dia berujar, nama-nama unik itu disematkan pada seseorang berdasarkan peristiwa yang dialaminya.

"Saya melihat hal itu sebagai sebuah fenomena kebahasaan di masyarakat. Ada unsur pengingat peristiwa yang mungkin terkait dengan konsep onomatope (kata yang menirukan bunyi)," ungkap Eriadi saat dihubungi detikBali pada Minggu (7/12/2024).

Menurut Eriadi, nama masa kecil merupakan fenomena budaya yang tak hanya dimiliki orang Bali, tetapi juga orang dari luar Bali. Jero Penyarikan Duuran Batur itu menilai nama-nama tersebut dijadikan penanda bagi seseorang atau keluarga untuk mengingat peristiwa penting saat kelahiran anaknya.

"Fenomena penamaan anak yang kita temui memang banyak, bukan hanya di Bali. Saya rasa juga banyak ditemukan di Jawa, bahkan juga mungkin ada di kebudayaan yang lain," imbuh Eriadi.

Eriadi menuturkan orang Bali memiliki kecenderungan untuk membentuk sistem penamaan dengan mengaitkan kondisi atau suasana tertentu. Selain penamaan manusia, hal serupa juga dilakukan untuk memberikan nama sebuah tempat.

"Di desa saya ada air yang keluar dari bawah dan suhunya panas. Sehingga, tempat itu dinamakan Tirta Bungkah atau Yeh Bungkah. Penamaan ini berdasarkan fenomena air tersebut," imbuh penulis buku Ekologisme Batur itu.

Menurut Eriadi, pemberian nama yang merujuk pada peristiwa atau kondisi-kondisi tertentu itu adalah hal yang lumrah. Cara serupa juga masih ditemui pada kehidupan kekinian.

"Bagi saya unik itu relatif. Sama halnya dengan nama Agus yang lahir pada bulan Agustus, lalu Okta yang lahir pada bulan Oktober," pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh Ni Komang Nartini peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads