Cerita Kreator Konten Pulau Dewata Meraup Cuan di Dunia Maya

Kisah Influencer di Bali

Cerita Kreator Konten Pulau Dewata Meraup Cuan di Dunia Maya

Anastasya Evlynda Berek, dkk. - detikBali
Jumat, 15 Des 2023 15:44 WIB
Influencer asal Bali, Echa Laksmi. (Instagram @echalaksmi)
Influencer asal Bali, Echa Laksmi. Foto: Instagram @echalaksmi.
Denpasar -

Beberapa influencer atau pemengaruh di Pulau Dewata tak pernah menyangka bisa tenar hingga memiliki pengikut yang bejibun. Mereka juga tak pernah membayangkan konten-konten yang diunggah di media sosial (medsos) bisa mendatangkan cuan.

Made Nustri misalnya. Bartender perempuan asal Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Bali, itu bisa meraup puluhan juta rupiah dalam sebulan berkat konten-kontennya di dunia maya. Dia bahkan dipercaya menjadi brand ambassador untuk beberapa produk yang memberinya endorsemen.

Ciri khas konten Nustri adalah meracik minuman dengan mengenakan kebaya khas Bali. Kreator konten dengan 212 ribu pengikut di TikTok itu juga terampil berakrobat menggunakan botol minuman atau flair bartending.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nggak pernah kepikiran bisa jadi selebgram atau content creator," ungkap Nustri saat ditemui di Jimbaran, Selasa (24/10/2023).

Bartender dan Influencer Made Nustri.Bartender dan influencer asal Bali, Made Nustri. Foto: dok. Instagram madenustri

Echa Laksmi setali tiga uang. Sarjana Seni Tari dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu tidak pernah berpikir bahwa kontennya di medsos bisa mendatangkan cuan. Bahkan, kepiawaiannya menari membuat Echa menghasilkan uang mencapai tiga digit alias ratusan juta rupiah sebulan dari konten di medsos.

ADVERTISEMENT

Selebgram dengan 1,1 juta pengikut di TikTok dan 368 ribu subscriber di Youtube itu awalnya tidak mengerti sistem endorsemen. Ia pun sempat bingung ketika calon klien menanyakan rate card. Rate card adalah hal yang kerap ditanyakan suatu brand sebelum menjalani kerja sama dengan seorang influencer.

Karena ketidaktahuannya itu, Echa Laksmi sempat mempromosikan produk online shop milik orang lain secara cuma-cuma alias gratis melalui akun medsosnya. "Awalnya nggak ngerti endorse itu apa. Terus, orang-orang pada nanyain rate card yang nggak saya tahu buat apa," tutur Echa Laksmi.

"Saking seringnya orang nanya rate card itu, jadi saya pun belajar dan akhirnya dari situ mulai membuat rate card. Sampai sekarang, ya sudah lumayan pahamlah. Jadi sering berkolaborasi dengan beberapa brand," sambungnya.

Echa mematok harga minimal Rp 1,5 juta untuk satu konten video yang dibuatnya. Meski tidak menyebut nominalnya secara rinci, dia mengaku bisa meraup cuan mencapai ratusan juta rupiah dari endorsemen produk kosmetik, pakaian, hingga kuliner. "Nggak nentu juga sih, tergantung endorse apa. Ya, bisa sampai hampir tiga digit," ungkapnya.

Turah Parthayana juga punya cerita tentang proses kreatifnya menjadi seorang influencer. Pria bernama lengkap Ida Bagus Ngurah Parthayana itu termasuk salah satu Youtuber sukses dari Bali.

Sebagaimana Nustri dan Echa Laksmi, Turah juga mengawali proses kreatifnya sebagai kreator konten secara tidak sengaja. Ia mulai membuat konten saat kuliah di Tomsk State University, Rusia, pada 2015. Awal-awal merintis, Turah lebih banyak mengangkat konten tentang pendidikan dan kebudayaaan di Negeri Beruang Merah itu.

Ida Bagus Ngurah Parthayana atau Turah Parthayana. (Instagram @turahparthayana)Ida Bagus Ngurah Parthayana atau Turah Parthayana. (Instagram @turahparthayana) Foto: Ida Bagus Ngurah Parthayana atau Turah Parthayana. (Instagram @turahparthayana)

Kini, Turah memiliki 1,87 juta subscriber di Youtube. Pundi-pundi cuan Turah Parthayana berasal dari Youtube Adsense dan endorsemen berbagai produk. "Saat ini endorsemen yang aku tawarkan masih di harga dua digit," tutur pria bernama lengkap Ida Bagus Ngurah Parthayana itu, Rabu (1/11/2023).

Turah enggan menyebutkan jumlah cuan yang dia raup secara rinci. Namun, jika dilihat dari kanal Youtube-nya, Turah bisa memproduksi sebanyak 10 video dalam sebulan. Artinya, dia bisa saja mendapat penghasilan mencapai ratusan juta rupiah dalam sebulan.

Lulusan Manajemen Bisnis di Tomsk State University itu lebih banyak menerima endorsemen produk makanan, perawatan kulit, hingga produk perjalanan. Ia mempromosikan produk-produk tersebut dengan karya-karya kreatif yang dia hasilkan.

Halaman berikutnya: Medsos dan Pergeseran Budaya...

Medsos dan Pergeseran Budaya

Sosiolog dari Universitas Udayana (Unud), Wahyu Budi Nugroho, menjelaskan perkembangan teknologi telah memunculkan perubahan dan pergeseran budaya di masyarakat. Perubahan itu ditandai dengan munculnya mata pencaharian atau profesi-profesi baru berbasis medsos.

Para pemengaruh atau influencer dengan pengikut berjibun bahkan bisa meraup cuan jika kreatif mengelola konten-kontennya di medsos. Menurut Wahyu, era medsos telah menimbulkan bentuk-bentuk pengakuan baru.

"Memiliki banyak pengikut di media sosial adalah salah satu bentuk kemewahan. Inilah yang kemudian juga memunculkan banyak jasa penambah followers," kata Wahyu, Rabu (25/10/2023).

Wahyu mencontohkan fenomena promosi produk melalui sistem endorsemen. Ia menjelaskan endorsemen sebagai bentuk periklanan dengan memanfaatkan jasa para influencer di medsos.

Menurut Wahyu, kemunculan selebgram-selebgram di dunia maya turut mengubah pola periklanan. Para pedagang kini lebih leluasa mengiklankan barang dagangannya karena dapat memilih influencer yang cocok dengan produk maupun modal yang mereka miliki. Promosi produk pun menjadi lebih efektif.

"Secara biaya bisa dikatakan endorsemen lebih murah dibandingkan harus beriklan di media-media besar dan mainstream. Karena biasanya hanya sekadar memanfaatkan akun media sosial publik figur yang diminta untuk mengendorse" imbuhnya.

Di sisi lain, Wahyu menyebut fenomena medsos juga membuat kecenderungan masyarakat berlomba-lomba untuk mendapatkan pengikut sebanyak-banyaknya. Walhasil, mereka kerap membuat konten secara serampangan demi viral dan mendapat perhatian warganet.

"Saya kira ini menjadi ekses negatifnya. Orang jadi berlomba-lomba memiliki banyak pengikut meskipun dia sebetulnya tidak melakukan apa pun, tidak memiliki karya apa pun, dan tidak berprestasi. Sehingga ketokohan yang dibangun pun kosong, tidak substansial," pungkasnya.

Pembaca detikBali, kami merangkum kisah sejumlah influencer di Bali. Mereka menceritakan proses kreatifnya sebagai kreator konten hingga kisi-kisi cuan yang diraup berkat konten medsos. Selamat membaca!

1.

2.

3.

4.

5.

Halaman 2 dari 2
(iws/gsp)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads