Warga Kampung Angantiga merayakan Lebaran Ketupat dengan makan bersama di Masjid Baiturrahman. Ketupat menjadi menu utama acara yang disebut megibung menyama tersebut.
"Ini momentum kami bertemu dan bersilaturahmi antarwarga. Semua kumpul di masjid, makan bersama," kata Kepala Kampung Angantiga, M Ramsudin, ditemui detikBali di Masjid Baiturrahman, Rabu (17/4/2024).
Menurut Ramsudin, megibung menyama sudah menjadi tradisi turun-temurun sejak Kampung Angantiga berdiri pada 1800. Kampung muslim tersebut terbentuk dari keturunan Bugis yang hijrah ke pesisir Serangan dan Petang.
Megibung artinya kegiatan orang banyak atau saling memberi antara satu dengan yang lain. Sedangkan menyama dalam bahasa Bali artinya bersaudara.
"Maknanya, kami mempererat silaturahmi dan hubungan kekeluargaan di hari ketujuh atau penutup dari Idul Fitri ini," papar pria berusia 49 tahun tersebut.
![]() |
Ramsudin menerangkan budaya makan bareng setiap Lebaran Ketupat di Angantiga turut mengadopsi budaya warga Bali yang juga punya tradisi makan bersama. Mereka saling meminta dan memberi saat makan bersama.
Perayaan Lebaran Ketupat di Angantiga diawali dengan saling berkunjung antarwarga sehari sebelum megibung menyama. Sejumlah warga setempat memasak beragam hidangan bersama untuk puncak perayaan Lebaran Ketupat.
Para perempuan di Kampung Angantiga berbondong-bondong ke masjid sambil membawa nampan berisi hidangan sekitar pukul 08.00 Wita, Rabu. Tokoh masyarakat, Muhamad Dahmun lalu memberikan tausiah dan memimpin doa bersama.
Kegiatan ditutup dengan megibung menyama dengan beragam lauk seperti urap, sate lilit ayam, sate plecing pedas Bali, betutu, opor ayam, hingga ayam suwir. Tidak lupa menu utama yakni ketupat.
"Ini sebagai ucapan syukur atas rezeki yang didapat," imbuh Ramsudin.
(gsp/hsa)