Jor-joran demi Ogoh-Ogoh

Liputan Khusus Ogoh-Ogoh

Jor-joran demi Ogoh-Ogoh

Agus Eka, Ni Made Lastri Karsiani Putri, Firizqi Irwan, I Wayan Selamat Juniasa, I Putu Adi Budiastrawan - detikBali
Kamis, 07 Mar 2024 16:13 WIB
Ogoh-ogoh Atmaning Wong Maboros karya ST Bakti Dharma, Banjar Adat Kangin Pecatu, Kuta Selatan, Badung.
Ogoh-ogoh 'Atmaning Wong Maboros' karya ST Bakti Dharma, Banjar Adat Kangin Pecatu, Kuta Selatan, Badung. (Foto: Instagram st.baktidharma)
Denpasar -

Sejumlah sekaa teruna (ST) atau kelompok pemuda jor-joran demi membuat ogoh-ogoh untuk menyambut tahun baru saka di Bali. Mereka tak ragu merogoh kocek hingga ratusan juta rupiah agar ogoh-ogoh yang dibuat bisa memenangi lomba dan memukau masyarakat meski instalasi menyerupai patung tersebut dibakar atau di-pralina setelah Nyepi.

Salah satunya adalah ogoh-ogoh buatan ST Putra Tunggal bertema 'Butha Enjek Pupu'. Pembuatan ogoh-ogoh setinggi 3,5 meter dan berbobot 500 kilogram itu menelan biaya Rp 100 juta.

Ketua ST Putra Tunggal, I Ketut Gede Hary Sungihada, menerangkan ogoh-ogoh yang menampilkan sosok raksasa bertangan empat dan sosok petani itu menelan biaya besar karena dilengkapi dengan tiga mesin. Walhasil, kepala dan sayap raksasa itu bisa bergerak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami pakai mesin untuk mendukung visual ogoh-ogoh supaya terlihat realis," tutur Hary kepada detikBali di Balai Banjar Adat Belulang, Badung, Bali, Minggu (25/2/2024).

ST Putra Tunggal juga menggunakan bahan-bahan alami untuk membuat ogoh-ogoh dengan karakter bhuta kala yang terbang dan mengejutkan petani itu. Misalkan, sayap bhuta kala dibuat menggunakan daun pisang kering.

ADVERTISEMENT

Hary dan teman-temannya membuat ogoh-ogoh tersebut sejak Desember 2023. Mereka bekerja sejak pukul 16.00 Wita hingga pagi. Penentuan tema dan konsep cerita ogoh-ogoh dibantu praktisi Sastra Bali dan Jawa Kuno yang juga Bendesa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana.

ST Putra Tunggal mengeluarkan biaya Rp 100 juta untuk membuat ogoh-ogoh 'Butha Enjek Pupu'. Dana itu berasal dari kas sekaa teruna dan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Badung sebesar Rp 20 juta.

Ogoh-ogoh 'Bhuta Enjek Pupu' karya ST Putra Tunggal, Banjar Belulang, Desa Kapal, Mengwi, Badung.Ogoh-ogoh 'Bhuta Enjek Pupu' karya ST Putra Tunggal, Banjar Belulang, Desa Kapal, Mengwi, Badung. Foto: Foto: Instagram st.putratunggal

ST Bakti Dharma setali tiga uang. Kelompok pemuda dari Banjar Adat Kangin, Desa Pecatu, Kuta Selatan, Badung, itu menghabiskan anggaran Rp 80 juta demi membangun ogoh-ogoh bertema 'Atmaning Wong Maboros'.

Ogoh-ogoh 'Atmaning Wong Maboros' menampilkan tokoh Bhuta Kala Lilipan dan sosok manusia pemburu. Ogoh-ogoh setinggi 4,5 meter dengan bobot 250 kilogram tersebut menceritakan konflik antara manusia dengan alam yang mengakibatkan punahnya hewan.

Ketua ST Bakti Dharma, I Kadek Yossi Wicaksana Putra, menjelaskan ide ogoh-ogoh tersebut berasal dari lontar kuno di desa adat setempat. Tokoh utama pada ogoh-ogoh itu Bhuta Kala Lilipan yang bertugas memberikan hukuman pada roh para pemburu agar menyadari kesalahannya di masa lalu.

Yossi mengungkapkan tingginya pembuatan ogoh-ogoh karena terdapat mesin agar beberapa bagian tubuh ogoh-ogoh bisa bergerak. "Ada dua titik mesin, di kepala dan sayap," paparnya.

ST Cantika juga menghabiskan puluhan juta rupiah untuk membuat ogoh-ogoh bertema 'Laksmi Alaksmi'. Ketua ST Cantika, Agus Merta Dana, menjelaskan biaya untuk membuat ogoh-ogoh dan mengaraknya di acara Kasanga Festival 2024, Denpasar, mencapai Rp 60 juta.

ST Cantika juga membuka donasi dengan menerapkan QRIS. Saat Kasanga Festival 2024, kelompok pemuda itu meletakkan kode QRIS di samping ogoh-ogoh sehingga pengunjung bisa memberikan donasi.

Agus menerangkan ogoh-ogoh tersebut menggunakan mesin hidrolik. Walhasil, karakter Dewi Laksmi bisa naik dan turun menutupi karakter buruk Dewi Laksmi atau Alaksmi.

"Tahun ini kami menggunakan dua tuas hidrolik dan satu tempat dinamo dari hidrolik," kata Agus.

Parade ogoh-ogoh terbaik karya sekaa teruna dari empat kecamatan di Kota Denpasar mengikuti parade dalam pembukaan Kasanga Fest 2024 di kawasan Catur Muka, Denpasar, Jumat (1/3/2024). (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)Ogoh-ogoh 'Kasmi Alaksmi' karya ST Cantika juga saat parade pembukaan Kasanga Fest 2024 di kawasan Catur Muka, Denpasar, Jumat (1/3/2024). (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)

Adapun, ogoh-ogoh karya ST Canti Graha menelan biaya Rp 40 juta. Ogoh-ogoh bertema 'Samaya Baya' itu menjadi juara pertama Kasanga Festival 2024 dan diganjar hadiah Rp 50 juta.

Ketua ST Canti Graha, I Kadek Wahyu Saputra, menuturkan ogoh-ogoh bertema 'Samaya Baya' dibuat karena saat ini banyak yang terbalik. "Kami mengambil filosofi dari kehidupan zaman sekarang yang semuanya serba terbalik dan banyaknya keburukan sifat-sifat pada manusia," ungkapnya.

Ogoh-ogoh Samaya Baya menampilkan seorang pria tua berukuran besar dengan didominasi warna kulit cokelat. Sosoknya tampak marah karena terikat oleh akar dari empat ogoh-ogoh berukuran kecil di berbagai sisi.

Wahyu menuturkan ogoh-ogoh pria tua berukuran besar menggambarkan manusia yang telah dikendalikan hawa nafsu. Kemudian keempat ogoh-ogoh kecil menggambarkan hawa nafsu.

Ogoh-Ogoh Biaya Minim

Tak seluruhnya ogoh-ogoh menghabiskan biaya mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. ST Dharma Laksana hanya membutuhkan biaya Rp 5,7 juta untuk membuat ogoh-ogoh bertema 'Bhatara Kala'.

Ketua ST Dharma Laksana, I Made Pasek Sudiarta, mengungkapkan anggaran pembuatan ogoh-ogoh tersebut bersumber dari kas sekaa teruna, sumbangan desa adat, dan warga setempat. "Sumbangan dari desa adat Rp 2,7 juta, dari masyarakat Rp 1,2 juta, dan sisanya berasal dari kaas sekaa teruna," kata Pasek, Jumat (1/3/2024).

Sudiarta menjelaskan biaya ogoh-ogoh bisa ditekan karena kelompok pemuda dari Banjar Dinas Kalanganyar, Desa Gegelang, Karangasem, Bali, itu menggunakan bahan alami seperti anyaman bambu. "Tidak ada yang menggunakan styrofoam," katanya.

ST Dharma Laksana, Sudiarta melanjutkan, ingin membuat ogoh-ogoh ramah lingkungan. Meski, perlu waktu sekitar dua bulan untuk membuatnya.

"Yang bisa membuat anyaman bambu supaya berbentuk sesuai yang diinginkan hanya beberapa orang saja," tutur Sudiarta.

Proses pembuatan ogoh-ogoh salah satu STT di Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, Senin (26/2/2024).Proses pembuatan ogoh-ogoh salah satu STT di Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, Senin (26/2/2024). Foto: I Putu Adi Budiastrawan/detikBali)

ST Kembang Sari segendang sepenarian. Kelompok pemuda dari Banjar Banyubiru, Jembrana, Bali, itu menghabiskan biaya Rp 9 juta untuk membuat ogoh-ogoh bertajuk 'Mebarung Gelung'.

Ketua ST Kembang Sari, Dewa Gede Oka Bagaskara Ananta, menerangkan pembuatan ogoh-ogoh tersebut mencapai 45 hari. Mereka mendapatkan bantuan dari desa setempat dan menggalang dana dari jualan kaos.

"Ogoh-ogoh ini menggambarkan dua sosok saudara yang berebut mahkota atau kedudukan serta warisan, mencerminkan perpecahan akibat sifat serakah," ungkap Ketua ST Kembang Sari, Dewa Gede Oka Bagaskara Ananta, Senin (26/2/2024).

ST Eka Dharma Panca Kerti bisa menekan bisa menekan biaya pembuatan ogoh-ogoh sekitar Rp 20 juta. Padahal, ogoh-ogoh bertajuk 'Aji Cakragni' itu menggunakan dinamo dan lampu menimbulkan efek cahaya seperti api berpijar. Ogoh-ogoh tersebut menyabet juara satu Festival Ogoh-Ogoh Singasana 2024.

Anggota ST Eka Dharma Panca Kerti, I Gede Nyoman Dipayana, mengatakan meski merogoh kocek Rp 20 juta, ogoh-ogoh tersebut akan dibakar. "Nanti dibakar setelah Nyepi," paparnya.

Pemda Royal Bagi Dana Ogoh-Ogoh

Sejumlah pemerintah daerah di Bali tak ragu menggelontorkan bantuan dana untuk kegiatan sekaa teruna, termasuk untuk membuat ogoh-ogoh. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung misalnya yang menggelontorkan Rp 11,9 miliar untuk 596 kelompok pemuda di Gumi Keris, sebutan untuk Badung.

Masing-masing sekaa teruna mendapat dana bantuan sebesar Rp 20 juta. Dana hibah per kelompok itu meningkat Rp 5 juta dari tahun sebelumnya.

Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta berharap para penerima bantuan benar-benar membuat sendiri ogoh-ogoh dengan bahan ramah lingkungan. Ia meminta anak-anak muda di Badung memanfaatkan bantuan tersebut untuk berkreasi dan tidak membeli ogoh-ogoh.

"Kami sudah mohon prajuru (pengurus) adat dan banjar untuk antisipasi ini (beli ogoh-ogoh). Jadi, apa yang dibuat betul-betul hasil karya sendiri," ujar politikus PDIP itu.

Pemkab Badung juga menilai ratusan ogoh-ogoh dari tujuh zonasi di Gumi Keris. Juri memilih tiga terbaik di masing-masing zona untuk dinilai kembali di tingkat kabupaten.

"Dicari enam juara," papar Kepala Dinas Kebudayaan Badung, I Gede Eka Sudarwitha, Minggu (18/2/2024).

Ogoh-ogoh dinilai oleh praktisi, seniman, budayawan, tokoh desa adat hingga akademikus yang berkompeten di bidang seni. Adapun, juara I lomba ogoh-ogoh se-Badung akan mendapatkan hadiah Rp 50 juta yang akan diumumkan setelah Hari Raya Nyepi.

Seorang turis asing memotret salah satu ogoh-ogoh yang dipamerkan dalam Kasanga Fest 2024 di Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar, Sabtu (2/3/2024).Seorang turis asing memotret salah satu ogoh-ogoh yang dipamerkan dalam Kasanga Fest 2024 di Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar, Sabtu (2/3/2024). Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali

Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar juga menggelontorkan bantuan keuangan khusus (BKK) untuk sekaa teruna di Denpasar. Sebanyak 360 kelompok pemuda di Denpasar mendapat bantuan Rp 10 juta untuk pembuatan ogoh-ogoh.

Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar Raka Purwantara mengatakan BKK ini bertujuan untuk membantu sekaa teruna dalam pembuatan ogoh-ogoh dalam rangka Nyepi 2024. Selain itu, dapat difokuskan juga untuk kegiatan kesenian lainnya misalnya, festival desa dan lomba-lomba seni.

Biaya Tinggi Relatif

Staf Ahli Kebudayaan Pariwisata Kota Denpasar Komang Indra Wirawan menjelaskan ogoh-ogoh merupakan karya seni. Besar kecilnya dana yang dibutuhkan untuk membuat ogoh-ogoh relatif.

"Tergantung bagaimana sang kreator, seniman, mengaplikasikan bentuk-bentuk karya yang dipergunakan," kata pria yang akrab disapa Komang Gases itu, Selasa (5/3/2024).

Komang Gases mencontohkan ogoh-ogoh di Ubung, Denpasar, menghabiskan dana mencapai Rp 100 juta. Namun, bagi kelompok pemuda yang membuat ogoh-ogoh itu biaya setinggi itu tidak berarti.

Menurut Komang Gases, ogoh-ogoh tergolong budaya baru di Bali. Seni instalasi menyerupai patung itu mulai dikaitkan dengan rangkaian Nyepi sejak 1983 dan disosialisasikan melalui Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-12.

"Tidak ada ogoh-ogoh pun, Hari Raya Nyepi tetap dilaksanakan. Inilah yang dinamakan budaya agama, agama yang dibudidayakan," imbuh penulis buku 'Calonarang: Ajaran Tersembunyi di Balik Tarian Mistis' itu.




(iws/iws)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Hide Ads