Kenapa Ogoh-Ogoh Harus Dibakar Setelah Diarak?

Kenapa Ogoh-Ogoh Harus Dibakar Setelah Diarak?

Ni Komang Nartini - detikBali
Selasa, 25 Mar 2025 12:28 WIB
Sejumlah warga melihat proses pembakaran Ogoh-Ogoh di kawasan Jimbaran, Badung, Bali, Selasa (12/3/2024). Pembakaran Ogoh-ogoh yang telah diarak sebelum Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1946 tersebut dilakukan sebagai simbol pemusnahan sifat-sifat buruk manusia serta pengaruh-pengaruh jahat lainnya di alam semesta. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/YU
Foto: Ilustrasi pembakaran ogoh-ogoh. (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)
Denpasar -

Setiap tahun, sehari sebelum Hari Raya Nyepi, masyarakat Bali menggelar tradisi pawai ogoh-ogoh dalam upacara Tawur Kesanga. Ogoh-ogoh adalah patung raksasa yang dibuat dengan bentuk menyeramkan, sering kali menyerupai makhluk mitologi atau tokoh-tokoh dari ajaran Hindu yang melambangkan sifat jahat dan energi negatif.

Setelah diarak keliling desa, ogoh-ogoh kemudian dibakar. Proses pembakaran ini juga menjadi bagian penting dalam tradisi tersebut. Lalu mengapa ogoh-ogoh harus dibakar? Berikut penjelasannya.

1. Ogoh-Ogoh sebagai Simbol Bhuta Kala

Melalui kepercayaan Hindu Bali, ogoh-ogoh melambangkan Bhuta Kala, yaitu kekuatan negatif atau sifat buruk di alam dan dalam diri manusia. Bhuta Kala sering dikaitkan dengan hal-hal seperti keserakahan, amarah, nafsu, dan ketidakharmonisan. Dengan membuat dan mengarak ogoh-ogoh, masyarakat secara simbolis mengakui keberadaan sifat buruk ini serta berusaha untuk melepaskannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2. Ritual Penyucian dan Penghapusan Energi Negatif

Pembakaran ogoh-ogoh bukan sekadar tontonan, tetapi memiliki makna spiritual yang dalam. Patung ini dipercaya telah menyerap energi negatif dari lingkungan sekitar selama prosesi arak-arakan. Dengan membakarnya, energi tersebut dihancurkan dan dikembalikan ke alam semesta dalam bentuk yang lebih murni. Ini bertujuan untuk membersihkan lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat sebelum memasuki Nyepi, hari penyucian diri.

3. Menghindari Kemelekatan terhadap Simbol Negatif

Jika ogoh-ogoh tidak dibakar, ada kemungkinan masyarakat justru menjadi terlalu terikat dengan patung tersebut, baik sebagai benda seni maupun sebagai simbol kekuatan negatif. Pembakaran ini mengajarkan bahwa setelah mengenali dan menghadapi sisi gelap dalam diri, manusia harus melepaskannya dan tidak membiarkannya tinggal dalam kehidupan sehari-hari.

ADVERTISEMENT

4. Bagian dari Rangkaian Upacara Nyepi

Nyepi bukan hanya sekadar hari tanpa aktivitas, tetapi merupakan sebuah proses penyucian total yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

  • Melasti
    Ritual penyucian dengan membawa benda-benda sakral ke laut atau sumber air suci.
  • Tawur Kesanga
    Upacara yang dilakukan di persimpangan jalan atau pura, termasuk pawai ogoh-ogoh untuk mengusir energi negatif.
  • Pengerupukan
    Prosesi membakar ogoh-ogoh untuk menuntaskan pelepasan kekuatan negatif.
  • Catur Brata Penyepian
    Sehari penuh menjalankan tapa brata dengan tidak menyalakan api, tidak bepergian, tidak bekerja, dan tidak bersenang-senang.
  • Ngembak Geni
    Sehari setelah Nyepi, masyarakat kembali beraktivitas dengan hati yang lebih bersih dan penuh kedamaian.

Pembakaran ogoh-ogoh menjadi salah satu puncak dari rangkaian ini karena menandai transisi dari dunia yang penuh dengan hiruk-pikuk menuju ketenangan dan kesucian.

5. Membangun Kesadaran Spiritual dan Sosial

Tradisi ogoh-ogoh juga memiliki nilai edukasi bagi generasi muda. Dengan turut serta dalam proses pembuatan dan arak-arakan, mereka diajarkan tentang nilai-nilai keagamaan, gotong royong, kreativitas, serta pentingnya membersihkan diri dari sifat-sifat buruk. Pembakaran ogoh-ogoh mengajarkan setiap manusia harus berusaha mengendalikan dan membuang sifat negatif dalam diri mereka agar dapat hidup lebih harmonis.

Pembakaran ogoh-ogoh bukan hanya sekadar tradisi, tetapi memiliki makna mendalam dalam budaya dan spiritualitas masyarakat Bali. Melalui proses ini, masyarakat membersihkan diri dan lingkungannya dari energi negatif serta mempersiapkan diri untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

Ritual ini juga mengingatkan sifat buruk harus dikenali, dihadapi, dan dilepaskan agar manusia dapat mencapai keseimbangan dalam hidupnya. Oleh karena itu, membakar ogoh-ogoh setelah diarak bukan hanya sekadar simbol, tetapi bagian dari ajaran spiritual yang diwariskan turun-temurun di Bali.




(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads