Geliat Kelompok Pemuda Bangun Ogoh-Ogoh di Bali

Liputan Khusus Ogoh-Ogoh

Geliat Kelompok Pemuda Bangun Ogoh-Ogoh di Bali

Agus Eka, Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Kamis, 07 Mar 2024 13:48 WIB
Ogoh-ogoh Brangti karya Sekaa Teruna (ST) Eka Laksana, Sesetan, Denpasar. (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)
Ogoh-ogoh 'Brangti' karya Sekaa Teruna (ST) Eka Laksana, Sesetan, Denpasar. (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)
Denpasar -

Ribuan ogoh-ogoh akan diarak di seluruh Bali saat saat malam pengerupukan atau sehari sebelum Hari Raya Nyepi, Minggu (10/3/2024). Hampir semua desa adat di Pulau Dewata membuat ogoh-ogoh.

Salah satu ogoh-ogoh yang akan diarak adalah ogoh-ogoh yang dibuat oleh Sekaa Teruna (ST) Eka Laksana. Kelompok pemuda dari Sesetan, Denpasar, ini membuat ogoh-ogoh bertema 'Brangti'.

Ogoh-ogoh yang terdiri dari tujuh karakter, enam di antaranya raksasa dengan bagian tubuh hewan, itu mengisahkan tentang murkanya alam akibat keserakahan manusia. "Pesan yang ingin disampaikan melalui karya ini, jangan merusak alam, buang sampah pada tempatnya, hentikan penebangan liar, pembakaran hutan, eksploitasi alam," tutur Ketua ST Eka Laksana, I Gede Oka Janardana, di Sesetan, Denpasar, Bali, Sabtu (17/2/2024).

Janardana menjelaskan ogoh-ogoh seberat 2 ton tersebut dibuat sejak 1 November 2023. Puluhan anggota ST Eka Laksana bergotong royong membuat ogoh-ogoh setinggi 4,3 meter itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, dari awal Februari lalu, para pemuda bekerja 24 jam demi mengejar Kasanga Festival 2024. Lomba ogoh-ogoh itu diselenggarakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar pada 1-3 Maret lalu.

Ogoh-ogoh 'Brangti' dibuat menggunakan bahan alami seperti bambu, serbuk kayu, serbuk kopi, hingga kuaci. Anggaran untuk membuat ogoh-ogoh itu mencapai Rp 50 juta.

ADVERTISEMENT

"Proses tersulit itu pemasangan detail-detail pada badan ogoh-ogoh, seperti menggunakan serbuk kayu, bambu, kelapa kering, kacang-kacangan, hingga beras merah," ungkap Janardana.

Keriuhan menyambut Nyepi juga terjadi di ST Dharma Cita Banjar Abian Kapas Tengah. Pemuda-pemudi di Banjar Abian Kapas Tengah gotong-royong membuat ogoh-ogoh bertema 'Podgala'.

Pendamping arsitek di ST Dharma Cita, I Kadek Rian Suryadharma, menjelaskan tema ogoh-ogoh 'Podgala' sudah ditetapkan sejak Agustus 2023. "Tema kami berarti kesucian yang dilakukan melalui dwijati dan melalui itu hadir pemimpin yang bisa menjalankan triguna dengan baik dan sewajarnya," katanya di Banjar Abian Kapas Tengah, Denpasar, Minggu (18/2/2024).

Ogoh-ogoh 'Podgala' karya ST Dharma Cita Banjar Abian Kapas Tengah, Denpasar.Ogoh-ogoh 'Podgala' karya ST Dharma Cita Banjar Abian Kapas Tengah, Denpasar. (Foto: Istimewa)

Ogoh-ogoh 'Podgala' berbentuk angsa, ayam, hingga babi. Tiap hewan itu memiliki sifat-sifat berbeda. Misalnya, angsa identik dengan kebijaksanaan, ayam sebagai agresif, dan babi menggambarkan sifat pemalas.

ST Dharma Cita, Rian melanjutkan, membuat ogoh-ogoh dengan bahan-bahan utama seperti bambu, kertas, hingga kayu. Anggaran untuk membuat ogoh-ogoh itu mencapai Rp 18 juta.

Menurut Rian, pemuda-pemudi di ST Dharma Cita antusias membuat ogoh-ogoh. Mereka bergotong royong membuat ogoh-ogoh itu sampai malam. "Mereka semangat sekali," tuturnya.

Sisipkan Teknologi di Ogoh-Ogoh

Keriuhan pembuatan ogoh-ogoh juga terjadi di Badung. Salah satunya di Banjar Adat Belulang, Desa Kapal, Badung, Bali.

Ketua ST Putra Tunggal, I Ketut Gede Hary Sungihada, menerangkan kelompok pemuda tersebut membuat ogoh-ogoh 'Butha Enjek Pupu'. Butha Enjek Pupu merupakan sosok bhuta kala yang konon memiliki tugas untuk merusak hasil panen dan menghentikan kehidupan manusia tamak.

ST Putra Tunggal menggunakan bahan-bahan alami untuk membuat ogoh-ogoh dengan karakter bhuta kala yang terbang dan mengejutkan petani itu. Misalkan, sayap bhuta kala dibuat menggunakan daun pisang kering.

Hary dan kawan-kawan bahkan menyisipkan tiga mesin pada ogoh-ogoh tersebut. Tujuannya agar kepala dan sayap bhuta kala itu bisa bergerak.

"Kami pakai mesin untuk mendukung visual ogoh-ogoh supaya terlihat realis. Semakin menarik dilihat kalau sayap itu mengepak sesuai asli sayap burung," tutur Hary.

Ogoh-ogoh 'Bhuta Enjek Pupu' karya ST Putra Tunggal, Banjar Belulang, Desa Kapal, Mengwi, Badung.Ogoh-ogoh 'Bhuta Enjek Pupu' karya ST Putra Tunggal, Banjar Belulang, Desa Kapal, Mengwi, Badung. Foto: Agus Eka/detikBali

Menurut Hary, bagian yang sulit dibuat adalah anatomi raksasa yang terbang itu, terutama bagian wajah. Sebab, para pemuda-pemudi itu harus menganyamnya menggunakan bambu.

Hary dan teman-temannya membuat ogoh-ogoh tersebut sejak Desember 2023. Mereka bekerja sejak pukul 16.00 Wita hingga pagi. Penentuan tema dan konsep cerita ogoh-ogoh dibantu praktisi Sastra Bali dan Jawa Kuno yang juga Bendesa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana.

ST Putra Tunggal mengeluarkan biaya Rp 100 juta untuk membuat ogoh-ogoh 'Butha Enjek Pupu' dengan tinggi 3,5 meter dan bobot 500 kilogram itu. Dana itu berasal dari kas sekaa teruna dan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Badung sebesar Rp 20 juta.

Ogoh-ogoh karya ST Bakti Dharma, Banjar Adat Kangin Pecatu, Kuta Selatan, Badung, juga memanfaatkan teknologi. Ogoh-ogoh bertajuk 'Atmaning Wong Maboros' menggunakan mesin untuk memperkuat cerita dari ogoh-ogoh itu. "Ada dua mesin, di kepala dan sayap," tutur Ketua ST Bakti Dharma, I Kadek Yossi Wicaksana Putra.

Yosi menuturkan ogoh-ogoh itu mengangkat tentang konflik antara manusia dengan alam. Ia dan kawan-kawan menyoroti fenomena kepunahan hewan atau satwa langka akibat perburuan oleh manusia.

Ogoh-ogoh 'Atmaning Wong Maboros' karya ST Bakti Dharma, Banjar Adat Kangin Pecatu, Kuta Selatan, Badung.Ogoh-ogoh 'Atmaning Wong Maboros' karya ST Bakti Dharma, Banjar Adat Kangin Pecatu, Kuta Selatan, Badung. Foto: Foto: Istimewa

Menurut Yosi, ide cerita ogoh-ogoh 'Atmaning Wong Maboros' tersebut diambil dari salah satu lontar kuno di desa adat setempat. Tokoh utama pada ogoh-ogoh itu adalah Bhuta Kala Lilipan yang sosoknya dibuat seperti representasi beragam spesies hewan. Taringnya panjang bagai gading gajah, bersayap bak seekor burung, bertanduk rusa, dan tubuh bercorak loreng bagai harimau.

Pada bagian bawah Bhuta Kala Lilipan, terdapat dua ogoh-ogoh kecil berwujud manusia sebagai pemburu. Konon, Yosi menjelaskan, Bhuta Kala Lilipan bertugas untuk memberikan hukuman kepada roh para pemburu agar menyadari kesalahannya di masa kehidupan yang lalu.

Di Kabupaten Tabanan, ogoh-ogoh karya ST Eka Dharma Panca Kerti, Desa Subamia, juga memanfaatkan teknologi dinamo pada alat penggerak dan efek cahaya yang memberi kesan seperti api berpijar. Ogoh-ogoh bertajuk 'Aji Cakragni' itu keluar sebagai juara I Festival Ogoh-ogoh Singasana 2024.

Ogoh-Ogoh Seni Dinamis

Dosen Institut Desain dan Bisnis Bali, I Putu Dudyk Arya Putra, mengungkapkan ogoh-ogoh sebagai salah satu produk seni memiliki sifat dinamis. Meski masih ada sejumlah sekaa teruna yang bertahan dengan membuat ogoh-ogoh konvensional yang fokus pada estetika.

"Mereka bermain menonjolkan konsep yang kuat, seperti kelengkapan atributnya dan anatominya. Mereka bermain pada cara mengkombinasikan bahan alam, kesesuaian warna, walaupun tanpa mesin, dan ini sebagian besar ada di Badung," tutur Dudyk.

Menurut Dudyk, beragam wujud ogoh-ogoh tidak terlepas dari pengaruh media sosial. Banyak sekaa teruna yang bereksperimen dan menyempurnakan ide ogoh-ogoh yang dibuat kelompok lainnya.

Dus, setiap menjelang Nyepi, akan banyak variasi ogoh-ogoh bermunculan. "Bahkan, ke depan akan semakin dinamis karena semakin banyak referensi yang disuguhkan," imbuh Dudyk.




(iws/gsp)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads