Harga emas batangan melonjak sejak sepekan terakhir. Meski demikian, logam mulia itu justru makin diburu masyarakat. Hal itu terbukti dari kunjungan Butik Emas Logam Mulia Antam Denpasar, Bali, yang naik hingga 200%.
Ekonom Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas), Ida Bagus Raka Suardana, menjelaskan emas kembali menjadi primadona karena statusnya sebagai aset pelindung nilai (safe haven asset). Walhasil, emas makin dicari saat ketidakpastian ekonomi saat ini.
"Saat tekanan inflasi meningkat, gejolak geopolitik berlangsung, dan ancaman resesi membayangi, emas menjadi instrumen pelindung kekayaan yang paling banyak diburu," ujar Raka saat dihubungi detikBali, Jumat (11/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Raka, dalam teori ekonomi klasik, emas merupakan aset yang nilainya cenderung stabil. Bahkan, nilai emas bisa saja meningkat saat aset-aset lain mengalami pelemahan. Ketidakpastian terhadap suku bunga, potensi devaluasi mata uang, serta fluktuasi pasar saham global memperkuat posisi emas di mata investor.
Data World Gold Council juga menunjukkan tren serupa secara global. Bank-bank sentral di dunia tercatat membeli lebih dari 1.000 ton emas sebagai bagian dari diversifikasi cadangan devisa pada 2024.
"Ini mencerminkan menurunnya kepercayaan terhadap dolar AS dan mata uang utama lainnya, serta meningkatnya kekhawatiran akan krisis keuangan lanjutan," jelas guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Undiknas itu.
Perburuan emas di dalam negeri terlihat dari meningkatnya pembelian logam mulia dalam ukuran kecil. Masyarakat mulai menjadikan emas sebagai bentuk perlindungan nilai kekayaan rumah tangga, terutama di tengah meningkatnya inflasi dan ketidakstabilan nilai tukar.
"Sekarang pembelian juga makin mudah lewat platform digital. Ini yang mendorong tren pembelian emas makin menjangkau kelas menengah," tambah Raka.
Fenomena ini, jelas Raka, menunjukkan emas bukan sekadar komoditas investasi jangka pendek, tetapi telah menjadi simbol stabilitas di tengah ketidakpastian ekonomi yang terus membayangi.
Raka menjelaskan lonjakan harga emas saat ini dapat dijelaskan melalui pendekatan perilaku keuangan (behavioral finance), khususnya teori loss aversion. Ketika masyarakat merasa simpanan dalam bentuk uang tunai atau deposito tidak lagi aman dari inflasi, maka mereka terdorong untuk mengalihkan aset ke bentuk yang dianggap lebih tahan terhadap penurunan nilai, seperti emas.
Berbeda dengan aset lain yang bisa menghasilkan bunga atau dividen, emas memang tidak memberi keuntungan langsung. Namun, daya tariknya terletak pada kemampuannya mempertahankan daya beli dalam jangka panjang, bahkan saat krisis ekonomi melanda.
Tak hanya itu, faktor sosial turut memengaruhi harga emas. Ketika seseorang melihat rekan atau keluarga mulai membeli emas, persepsi terhadap pentingnya memiliki logam mulia ini ikut terbentuk. Hal ini disebut sebagai efek bandwagon, di mana keputusan ekonomi individu dipengaruhi oleh perilaku kolektif.
"Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat. Dalam konteks global yang diliputi ketegangan geopolitik, konflik regional, pandemi hingga ketidakpastian pasar saham, emas menjelma sebagai simbol stabilitas," ujar Raka.
Raka menambahkan krisis yang berulang membuat masyarakat makin sadar akan pentingnya diversifikasi aset. Emas pun dilihat sebagai 'jaminan' jangka panjang ketika instrumen keuangan lain dianggap terlalu berisiko.
Dengan begitu, perburuan emas saat ini mencerminkan lebih dari sekadar keputusan investasi, melainkan respons rasional terhadap ketidakpastian dan kekhawatiran sistemik yang mengendap di benak publik.
Diberitakan sebelumnya, Pembeli emas batangan di Butik Emas Logam Mulia Antam Denpasar melonjak. Padahal, harga logam mulia itu terus meroket. Per hari ini, harga emas per gram tembus Rp 1.889.000.
Asisten Manajer Bali PT Antam Tbk, I Putu Darmawan, menjelaskan lonjakan pembeli emas mulai terlihat sejak Selasa (8/4/2025). "Pengunjung kami naik hampir 200 persen sejak tanggal itu. Bahkan, kami terpaksa menolak beberapa pengunjung karena stok terbatas," katanya kepada detikBali, Jumat (11/4/2025).
Butim Emas Antam terpaksa membatasi pembelian, yakni tiga keping emas per KTP untuk beragam berat. Kebijakan ini diterapkan hingga waktu yang belum ditetapkan.
Menurut Darmawan, pembeli memburu emas berbagai bobot, mulai dari 1 gram sampai 1 kilogram. Ia berpendapat para pembeli berburu logam mulia itu karena kondisi ekonomi global yang tak menentu.
(iws/gsp)