Daily Worker Jadi Kelompok Paling Rentan Tak Dapat THR dari Perusahaan

Daily Worker Jadi Kelompok Paling Rentan Tak Dapat THR dari Perusahaan

Sui Suadnyana, Fabiola Dianira - detikBali
Selasa, 18 Mar 2025 22:24 WIB
I Gede Andi Winaba, Pendamping Bantuan Hukum Advokat Bidang Isu Perburuhan LBH Bali, saat diwawancarai, Senin (17/3/2025). (Fabiola Dianira/detikBali)
Foto: I Gede Andi Winaba, Pendamping Bantuan Hukum Advokat Bidang Isu Perburuhan LBH Bali, saat diwawancarai, Senin (17/3/2025). (Fabiola Dianira/detikBali)
Denpasar -

Pekerja dengan status daily worker (DW) menjadi kelompok yang paling rentan tidak menerima tunjangan hari raya (THR) dari perusahaan. Meski regulasi sudah mengatur hak mereka, praktik di lapangan masih menunjukkan banyak pekerja DW yang tidak mendapatkan THR, bahkan setelah bekerja bertahun-tahun.

Pendamping Bantuan Hukum Advokat Bidang Isu Perburuhan LBH Bali, I Gede Andi Winaba, mengatakan mendapat pengaduan dari beberapa pekerja secara tidak langsung. Salah satu pengaduan datang dari Celukan Bawang, Buleleng. Sekitar 30 pekerja di sebuah industri semen mengaku tidak pernah menerima THR selama lima tahun.

"Mereka ini pekerja DW dan dari tahun ke tahun selama lima tahun tidak pernah mendapatkan THR karena juga tidak ada perjanjian kerjanya yang jelas. Padahal, berdasarkan aturan, pekerja DW berhak atas THR jika sudah bekerja minimal satu bulan," ujar Andi, saat peluncuran posko pengaduan THR Hari Raya 2025 di Kantor YLBHI-LBH Bali, Senin (17/3/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Andi, pekerja DW seharusnya tunduk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 dan Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor Tahun 2019. Aturan tersebut menyatakan status DW tidak boleh lebih dari tiga bulan dengan jam kerja maksimal 21 hari per bulan.

Namun, dalam praktiknya, banyak pekerja DW yang tetap dipekerjakan bertahun-tahun tanpa kepastian hak, termasuk THR. Kondisi paling rentan terjadi pada pekerja yang belum memiliki serikat pekerja di perusahaan mereka.

ADVERTISEMENT

"Kami sudah berdiskusi dengan serikat-serikat pekerja di Bali dan kesimpulannya adalah jika ada serikat pekerja di perusahaan, hak THR cenderung terpenuhi. Tetapi, kalau tidak ada serikat, banyak yang akhirnya tidak mendapatkan haknya," jelas Andi.

Kasus pekerja DW yang tidak menerima THR juga terjadi di sektor media. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Ayu Sulistyowati, mengungkapkan banyak jurnalis kontributor di Bali rawan mengalami kondisi serupa.

"Jurnalis kontri ini rawan, saya lihat di Denpasar dan Bali banyak kontri dan itu banyak yg sudah bekerja lebih dari setahun. Menyandang status kontri yang diperpanjang, diperpanjang, ada yang juga tidak ada kontraknya bisa jadi," terang Ayu.

Berdasarkan riset AJI Denpasar di tahun sebelumnya, jumlah pengaduan THR di Bali bisa ratusan. AJI memperkirakan akan ada peningkatan kasus pekerja yang tidak mendapatkan THR pada dua hari raya besar keagamaan ini.

Secara hukum, perusahaan yang tidak membayar THR bisa dikenai sanksi berupa denda dan pelanggaran administrasi. Jika keterlambatan terjadi, denda akan terus diakumulasi. Dalam kasus tertentu, jika perusahaan dengan sengaja tidak memberikan THR kepada pekerja, bisa dikenai pasal penggelapan.

Aliansi Hak Pekerja Sejahtera (Hapera) Bali membuka Posko Pengaduan THR mulai 17 Maret hingga 5 April untuk THR Nyepi dan hingga 7 April untuk THR Lebaran. Posko dibuka untuk membantu para pekerja yang mengalami kendala dalam menerima THR. Pekerja bisa melapor secara online melalui bit.ly/PoskoPengaduanTHR2025 atau datang langsung ke sekretariat Aliansi Hapera.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads