Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perkembangan harga di Bali mengalami inflasi sebesar 0,13% pada September 2024. Angka ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang juga mengalami inflasi sebesar 0,10%.
Secara tahunan, inflasi Bali naik dari bulan yang sama tahun sebelumnya 2,32% menjadi 2,67% . Hal itu didorong peningkatan permintaan pada Hari Raya Galungan.
Adapun inflasi Bali tersebut di atas nasional yang mengalami deflasi 0,12%, dan inflasi tahunan 1,84%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oleh karenanya langkah-langkah pengendalian inflasi perlu terus diperkuatmelalui kolaborasi, inovasi, dan sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Baik di tingkat Provinsi Bali maupun kota kabupaten," ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali Erwin Soeriadimadja dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/10/2024).
Secara spasial, sambung Erwin, peningkatan inflasi bulanan terjadi di Singaraja dan Badung. Sementara Denpasar dan Tabanan mencatat penurunan inflasi bulanan.
Singaraja mengalami inflasi sebesar 0,25% dan Badung inflasi sebesar 0,09%. Denpasar mengalami inflasi sebesar 0,06%, sementara Tabanan mengalami inflasi sebesar 0,26%.
"Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi penyumbang utama inflasi bulanan September 2024. Berdasarkan komoditasnya, inflasi terutama bersumber dari kenaikan harga canang sari, daging babi, pisang, bawang merah, dan sigaret kretek mesin (SKM)," tuturnya.
Menurutnya, kenaikan harga canang sari, daging babi, dan pisang didorong meningkatnya permintaan untuk Hari Raya Galungan. Sementara, kenaikan bawang merah sejalan dengan menurunnya panen di Bali maupun NTB.
Dia menyebut kenaikan harga rokok kretek (SKM) dilakukan oleh produsen secara bertahap setiap bulan setelah kenaikan cukai rokok di awal tahun 2024. Pada Oktober 2024, terdapat beberapa risiko yang perlu diwaspadai, seperti potensi kenaikan harga menjelang Hari Raya Kuningan.
"Lalu, berlanjutnya kenaikan harga daging babi akibat masih tingginya permintaan dari luar Bali, berlanjutnya tren kenaikan harga emas dunia, dan potensi berlanjutnya kenaikan harga bawang merah seiring dengan berakhirnya masa panen raya," ungkapnya.
Meski demikian, sambung Erwin, beberapa faktor diprakirakan dapat mendukung terkendalinya inflasi. Diantaranya, penurunan harga cabai seiring dengan berlanjutnya masa panen, penurunan kembali harga BBM non subsidi, dimulainya panen gadu komoditas padi, dan beroperasinya rice milling unit modern di Badung pasca diresmikan pada Agustus 2024.
"Untuk merespon potensi risiko inflasi ke depan, BI Bali terus mengajak seluruh kabupaten kota di Bali untuk memperkuat langkah pengendalian inflasi secara konsisten, serta memperkuat inovasi dan sinergitas," katanya.
Menurutnya, konsistensi seluruh TPID di Bali dalam pengendalian inflasi diwujudkan melalui kebijakan 4K. Antara lain operasi pasar murah dan Gerakan Tanam Pangan Cepat Panen (Genta Paten) di lahan milik pemprov.
Langkah lain yang dilakukan termasuk penguatan pemantauan ketersediaan stok,perluasan distribusi cadangan pangan pemerintah melalui mitra distributor, toko pangan kita, dan pengecer. Lalu, optimalisasi bantuan transportasi untuk mendorong kelancaran distribusi pangan, peningkatan sarana dan prasarana produksi pangan.
Serta penyebarluasan informasi pelaksanaan operasi pasar murah kepada masyarakat diiringi imbauan belanja bijak.
"Melalui langkah-langkah tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi Provinsi Bali pada tahun 2024 akan tetap terjaga dalam kisaran target inflasi nasional 2,5% Β± 1%," imbuhnya.
(dpw/dpw)