Jika melewati Jalan Raya Diponegoro yang mengarah ke kawasan Heritage Gajah Mada, Denpasar, Bali, akan terlihat beberapa orang duduk di sepanjang trotoar sisi kiri (barat) seperti menjajakan sesuatu. Mereka adalah penadah atau membeli perhiasan dan emas batangan dari orang yang ingin menjualkan.
Pantauan detikBali, setidaknya lebih dari sepuluh orang penadah emas yang terlihat duduk di trotoar Jalan Raya Diponegoro. Para pengepul perhiasan dan emas batangan itu mayoritas ibu-ibu setengah baya.
Tidak hanya di sepanjang Jalan Diponegoro, belasan ibu-ibu pengepul perhiasan dan emas batangan juga terlihat di Jalan Hasanuddin (di depan kantor cabang utama Bank BCA). Mereka duduk di depan deretan toko emas yang berjajar di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami ini istilahnya 'pengamplung'. Saya sudah (jadi pengepul perhiasan dan emas batangan) sejak belum ada toko (emas) di sini (di Jalan Hasanuddin). Sudah 30 tahun saya di sini," kata Jero Sudastri, pengepul emas asal Klungkung, ditemui detikBali di pertokoan Jalan Hasanuddin, Denpasar, beberapa waktu lalu.
Sudastri menerima orang yang menjual perhiasan dan emas batangan kepadanya. Misalnya, anting, kalung, cincin, dan gelang emas. Tak hanya perhiasan emas, dia juga menerima perhiasan berupa berlian.
![]() |
Untuk emas batangan PT Antam 24 karat atau dengan kadar emas 99 persen, dia menghargai Rp 1,2 juta. Dia mendapat untung Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu dari selisih harga resmi di toko emas.
"Nanti saya dapat Rp 15 ribu atau Rp 20 ribu dari situ. Jadi, saya nawarin segitu. Lebih murah (dari toko)," kata perempuan berusia 62 tahun itu.
Berbeda dengan perhiasan emas. Sudastri menghargai perhiasan emas berdasarkan bobot atau karatnya. Dia hanya menerima perhiasan emas dengan kadar paling rendah delapan karat dengan harga Rp 350 ribu. Kalau kadar emasnya tinggi mencapai 90 persen, dihargai Rp 1 juta.
"Nah, kalau yang berlian (ditimbang) beratnya berapa. (Kecerahan) mata berliannya bagaimana. Kami (asal) tafsiran saja," katanya.
Selama puluhan tahun jadi 'pengamplung' emas, Sudastri mengaku dapat meraup keuntungan dari Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu per hari. Dia juga mengaku tidak merasa tersaingi dengan deretan toko emas di tempatnya menawari orang yang ingin menjual emas atau berlian.
Menurutnya, toko emas hanya membeli perhiasan dan emas batangan dengan surat atau lisensi resmi. Meski begitu, profesinya itu juga bukan tanpa risiko.
Pernah Diinterogasi Polisi
Sudastri mengaku pernah didatangi dan diinterogasi polisi gegara membeli cincin emas curian dari seseorang. Beruntung, dia tidak sampai digiring ke kantor polisi gegara membeli emas curian.
"Dulu saya pernah dapat barang curian. Waktu itu cincin (hasil curian). Ya, urusan sama polisi. Tapi mau bagaimana lagi. Kami nggak bisa nanya itu barang curian atau bukan. Itulah risikonya (membeli) barang malingan atau bukan," tuturnya.
Seorang penadah perhiasan dan emas batangan lain bernama Wayan Kawan lebih beruntung. Sejak menjadi penadah di Jalan Diponegoro pada 2010, dia tidak pernah berurusan dengan polisi.
Pria asal Desa Sambalan, Kabupaten Klungkung, itu mampu meraup keuntungan tertinggi hingga Rp 6 juta dalam sebulan. Dia mengaku penghasilannya jadi penadah perhiasan dan emas batangan di pinggir jalan itu lebih besar ketimbang saat dirinya bekerja sebagai petugas Avsec di Bandara Internasional Ngurah Rai.
"Ya, cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan sekolahin anak," kata pria berusia 59 tersebut.
![]() |
Kawan mengaku biasa mangkal di trotoar di seberang Pengadilan Militer Denpasar mulai pukul 10.00 Wita sampai 17.00 Wita. Awalnya, dia hanya bermodal Rp 5 juta untuk membeli dari orang yang ingin menjualkan perhiasan emasnya.
Tapi belakangan, dia menambah modal jadi Rp 10 juta. Harga emas murni per gram naik jadi Rp 1,2 juta per gram setelah Februari 2024.
"Saya modal Rp 10 juta tiap hari. Awalnya saya hanya modal Rp 5 juta, tapi sejak Pilpres itu harga emas naik jadi Rp 1,2 juta. Nanti kalau harga emas naik lagi, ya harus disesuaikan modalnya," jelas Kawan.
Kawan punya standar sendiri saat menilai harga perhiasan atau emas batangan dari orang yang ingin menjual. Untuk emas batangan dari PT Antam yang masih dikemas dan bersertifikat, dia menawar harga Rp 1 juta.
Itu adalah harga tertinggi yang dia tawarkan kepada orang yang menjual. Harganya akan naik sedikit saat dijual ke pengepul atau 'pengepluk' yang membeli perhiasan dan emas batangan dari para penadah.
"Kalau emas batangan itu sudah jelas ada sertifikatnya. Jadi saya nggak bisa (jual) di atas Rp 1 juta," tuturnya.
Berbeda dengan perhiasan emas berupa cincin, anting, atau kalung. Kawan hanya menerima perhiasan emas dengan kadar terendah, yakni enam karat. Dengan kadar emas enam karat, perhiasan itu 30 persen terbuat dari emas, sisanya terbuat dari tembaga.
Kawan menghargai perhiasan emas enam karat itu seharga Rp 250 ribu. Begitu juga dengan perhiasan emas dengan kadar karat di atasnya. Hitungannya, besaran kadar emas dibagi 24 karat. Hasilnya, dikalikan seribu.
"Misalnya 7 karat dibagi 24. Hasilnya 0,219 sekian. Berarti saya hargai Rp 291 ribu sampai Rp 330 ribu. Tergantung nanti negosiasinya (dengan pemilik emas)," jelasnya.
Meski sudah punya standar harga, Kawan mengaku tetap akan memastikan penilaian harga barangnya. Dia tetap memastikan kadar karat pada perhiasan emas dengan batu hitam, dua botol air raksa, dan timbangan untuk mengetahui bobotnya.
"Kadang-kadang kalau (perhiasan emas) dari pabrik sudah ada keterangan kadar emasnya. Kalau dari pande emas biasanya nggak ada kadar emasnya. Tapi, tetap saya cek walaupun sudah ada keterangan kadar emasnya," ujar Kawan.
Kawan mengatakan pengepluk atau yang akrab diistilahkan bos akan melebur semua emasnya. Pengepulnya ada beberapa orang. Mereka melebur dan meracik emas yang didapat jadi emas batangan murni 24 karat.
"(Oleh pengepul) 'dimasak' lagi jadi emas batangan murni 24 karat. Tapi saya nggak tahu dilebur di mana. Sepertinya mereka punya tempat (peleburan logam) sendiri, Setelah itu, setahu saya biasanya dijual lagi ke Surabaya," katanya.
(nor/iws)