Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mengwi di Kabupaten Badung, Bali, menerima rata-rata 40 hingga 50 ton sampah setiap harinya, dengan mayoritas sampah yang masuk adalah jenis organik. Pengolahan sampah di lokasi ini menghadapi tantangan utama, terutama saat musim hujan tiba yang menyebabkan sampah menjadi basah dan memperlambat proses pengolahan secara keseluruhan.
"Untuk harian, kami di sini kurang lebih 40 sampai 50 ton per harinya. Kemudian ada beberapa jenis sampah yang masuk di sini, ada sampah terpilah organik murni yg bersumber dari TPS3R di Kecamatan Mengwi, Kecamatan Abiansemal, dan Petang. Ada sampah residu, juga ada sampah dari jalur pengangkutan yang memang masih bercampur jenisnya," ujar Koordinator TPST Mengwitani, Dewa Gede Adi Pramartha, Selasa (23/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adi Pramartha memaparkan, persentase sampah organik murni yang masuk ke TPST Mengwitani mencapai 10 hingga 20 ton per hari. Sampah tersebut bersumber dari TPS3R maupun dari jalur angkutan rutin pengangkutan DLHK untuk Kecamatan Mengwi dan Abiansemal yang sudah menerapkan jadwal pengangkutan terpilah.
Sampah campur yang bersumber dari pengangkutan rutin DLHK pada jalur pengangkutan berupa sampah campur dengan komposisi sampah organik 70β , sampah nonorganik berupa plastik dan multilayer 10β , sampah residu 20β . Sampah campur ini diproses dengan melakukan pemilahan menggunakan mesin gibrig, dipilah sampah plastik berupa plastik pet, kresek, maupun multi layer.
Dengan fasilitas mesin gibrig, ini sampah yg terproses akan secara otomatis terpilah menjadi pilahan organik dan residu. Untuk mengelola sampah organik ini, TPST Mengwitani punya mesin RAX dan mesin tube grinder untuk pemrosesan sampah organik menjadi kompos.
"Yang mana kompos yang dihasilkan ini kami distribusikan ke masyarakat Badung. Termasuk ke lembaga seperti sekolah maupun kantor pemerintah secara cuma cuma," jelas Dewa Gede Adi Pramartha.
Pengolahan sampah organik kering dan organik basah menjadi kompos, menurutnya perlu waktu kurang lebih 1 bulan hingga masa panen, dengan volume awal 20 ton sampah yang masuk akan menyusut menjadi sekitar 9 ton kompos yang dihasilkan setiap panen. Sementara itu, untuk sampah residu, TPST mengandalkan delapan mesin insinerator dengan rincian 6 unit insinerator yang sudah aktif dan 2 insinerator yang akan segera dioperasikan.
"Kurang lebih masa panen, dari proses sampai panen itu memerlukan waktu 1 bulan. Dengan output hasil kurang lebih 9 ton setiap kali panennya, ya panen komposnya," terang Dewa.
Untuk pemusnahan residu, kondisi cuaca sangat memengaruhi kinerja insinerator. Saat musim hujan, kapasitas pembakaran hanya mampu mencapai 7,5 ton hingga 8 ton per hari dikarenakan kondisi sampah residu yang basah, jauh lebih rendah dibandingkan saat kondisi musim kering yang bisa mencapai 10 hingga maksimal 15 ton per mesin insinerator. Dari proses pembakaran residu pada 6 insinerator saat ini aktif tersebut menghasilkan abu sisa pembakaran yang mencapai 11 ton per hari.
"Untuk insinerator itu kapasitas per harinya, kalau dengan kondisi hujan seperti ini, kurang lebih tembus di angka 7,5 sampai 8 ton per insinerator. Kemudian hasil abu yang kami hasilkan rata-rata per harinya itu 1,8 ton abu," katanya.
Sebagian besar sampah yang diolah di TPST Mengwitani berasal dari rute pengangkutan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung di jalur arteri, khususnya wilayah Abiansemal dan Mengwi.
Sedangkan untuk jalur di luar jalur pengangkutan TPST Mengwitani dikelola langsung oleh TPS3R di masing-masing desa. TPST Mengwitani ini memiliki armada 10 dump truck, 6 convector, dan 5 kijang pickup ada juga alat berat 2 loader dan 1 excavator sewa untuk mobilisasi pengangkutan sampah.
"Secara umum itu di jalur, kalau kita sampah angkutan kita aja ada di rute jalur pengangkutan umum jalan arteri. Jalur Abiansemal dan di jalur Mengwi. Selebihnya yang lain sudah melaksanakan proses pengolahan sampah dan pengangkutan di TPS 3R desa masing-masing," imbuh Dewa Gede Adi.
Peran Masyarakat Kunci Utama: Pilah Sampah dari Sumber
Adi Pramartha menekankan peran serta masyarakat dalam memilah sampah dari sumbernya menjadi kunci vital untuk mengoptimalkan kinerja pengolahan sampah. Upaya ini menjadi semakin penting mengingat rencana penutupan TPA Suwung yang akan berdampak pada lonjakan volume timbunan sampah di setiap tempat pengolahan.
"Peran serta masyarakat menjadi hal penting dan utama dalam menyikapi kondisi pengelolaan sampah saat ini. Rencana penutupan TPA Suwung, tentunya pasti akan berdampak kepada kondisi kebersihan lingkungan dan wilayah sekitar," ujarnya.
Adi Pramartha menambahkan, pemilahan di hulu akan mengurangi beban proses pemilahan tambahan di TPST Mengwitani, yang berujung pada efisiensi waktu dan maksimalnya hasil pengolahan. Sampah yang sudah terpilah murni organiknya akan lebih mudah diolah menjadi kompos, dan sampah bernilai ekonomis bisa disalurkan melalui bank sampah, sehingga akan dapat menekan volume residu yang dihasilkan.
"Jadi sangat penting untuk melaksanakan pemilahan dari sumber, besar harapan kami dengan adanya pemilahan sampah oleh masyarakat dari sumber dapat membantu optimalisasi proses pengolahan sampah yang ada di TPST Mengwitani tentunya," pungkas Dewa.
(nor/nor)










































