detikBali

Warga dan Pansus TRAP DPRD Bali Kisruh, Eks Manajer DTW Jatiluwih Buka Suara

Terpopuler Koleksi Pilihan

Warga dan Pansus TRAP DPRD Bali Kisruh, Eks Manajer DTW Jatiluwih Buka Suara


Sui Suadnyana, Krisna Pradipta - detikBali

Mantan manajer operasional DTW Jatiluwih, I Nengah Sutirta Yasa. (Krisna Pradipta/detikBali)
Foto: Mantan manajer operasional DTW Jatiluwih, I Nengah Sutirta Yasa. (Krisna Pradipta/detikBali)
Tabanan -

Warga Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, kisruh dengan Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali. Kisruh ini berawal dari temuan Pansus TRAP DPRD Bali soal bangunan di Subak Jatiluwih.

Pansus TRAP DPRD Bali menilai masyarakat yang membuka akomodasi pariwisata melanggar tata ruang. Sementara dari kacamata masyarakat yang mayoritas petani lokal berdalih berhak membangun di atas tanahnya sendiri untuk mencari rezeki.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan manajer operasional Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih, Nengah Sutirta Yasa, turut buka suara soal polemik tersebut. Sutirta Yasa adalah salah satu putra daerah yang menggagas serta membentuk agar Jatiluwih dibuatkan manajemen operasional pariwisata pada 2013.

"Kalau sudah seperti ini, secara pribadi sebagai putra daerah merasa menyesal. Seolah-olah masyarakat tidak boleh dilibatkan karena merusak. Padahal, yang merusak itu justru pariwisata itu sendiri," kata Sutirta Yasa, Kamis (4/12/2025).

ADVERTISEMENT

Sutirta Yasa menilai United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) seharusnya melarang adanya aktivitas wisata jika menetapkan kawasan Jatiluwih serta sawah-sawahnya sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD).

Sutirta Yasa tidak memungkiri pesatnya perkembangan pariwisata di Jatiluwih. Perkembangan pariwisata itu dengan sendirinya akan memunculkan fasilitas akomodasi. Selain itu, dalam aturan adat, terdapat syarat pemilik lahan boleh membangun, tetapi maksimal hanya 10% dari luas lahan.

Sutirta Yasa berharap pemerintah bisa memfasilitasi dan memberikan solusi agar masyarakat bisa menikmati kue pariwisata Jatiluwih. "Di mana pun pariwisata itu harus didukung oleh masyarakat," terangnya.

Menurut Sutirta Yasa, ada sekitar 900 kepala keluarga di Desa Jatiluwih. Sebanyak 60% di antaranya atau 527 KK mempunyai sawah dengan sertifikat hak milik (SHM). Mereka semua adalah warga lokal yang taat membayar pajak. "Jadi wajar masyarakat ingin ikut terlibat," tegasnya.

Sutirta Yasa memperkirakan akan ada 300 orang kehilangan pekerjaan jika 13 akomodasi yang diduga melanggar tata ruang ditutup. Ratusan orang itu adalah anak petani pemilik sawah dari Desa Jatiluwih serta desa penyangga.

Sutirta Yasa menegaskan konsep DTW di Desa Jatiluwih dibuat agar anak-anak petani tidak bekerja di kota atau keluar dan bisa bekerja di desa mereka sendiri. Dengan bekerja di desa sendiri, secara otomatis mereka turut menjaga sawah dan melestarikannya. Mereka juga bisa membantu orang tuanya di sawah di sela-sela libur.

"Permasalahannya saat ini regenerasi petani di Jatiluwih sangat minim. Rata-rata umur petani berusia 50 tahun ke atas," jelas Sutirta Yasa.




(hsa/hsa)











Hide Ads