Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof Ngoerah melaksanakan kremasi jenazah telantar. Total ada 25 jenazah yang akan dikremasi di krematorium Dharma Kerthi Dalem Kerobokan selama dua hari, Selasa (2/9/2025) dan Rabu (3/9/2025).
Pelaksana Tugas (Plt) Dirut RSUP Prof Ngoerah I Wayan Sudana mengatakan selama ini puluhan jenazah ini dititipkan di Instalasi Kedokteran Forensik dan Pemulasaran RSUP Prof Ngoerah. Jenazah terlama tersimpan sejak pandemi COVID-19 pada 2021. Sementara, terbaru disimpan sejak Juli 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari jumlah 25 (jenazah telantar) ini sebanyak dua (berkewarganegaraan) Rusia, dua negara Ukraina dan satu dari negara Australia. Jadi, ada lima warga negara asing," kata Sudana di RSUP Prof Ngoerah, Denpasar, Bali, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, semua jenazah telah mendapatkan surat pembebasan untuk dikremasi. Baik dari kepolisian, Dinas Sosial, maupun Konsulat Negara yang bersangkutan.
Sudana menjelaskan untuk semua biaya kremasi dibiayai oleh Pemprov Bali melalui Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak.
Menurut Sudana, total biaya perawatan baik saat menjadi pasien, biaya perawatan, hingga penyimpanan jenazah selama dititipkan di RS Ngoerah mencapai Rp 3,58 miliar. Menurutnya, biaya ini menjadi tanggungan RS Ngoerah dan ini sebagai bentuk corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial.
"Harapannya tentunya semua prosesnya berjalan dengan lancar dan tentunya juga almarhum dan almarhumah mendapat tempat yang terbaik di sisi-Nya," sebut Sudana.
Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Provinsi Bali Anak Agung Sagung Mas Dwipayani menjelaskan kegiatan pelepasan jenazah terlantar merupakan kegiatan rutin setiap tahun atau paling lama dua tahun sekali.
Menurut Sagung, anggaran per tahun untuk setiap jenazah telantar sebesar Rp 8,5 juta. Kuota berkisar 30 sampai 50 orang. Dia menyebut pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan RSUP Prof Ngoerah soal jika ke depannya ada satu saja jenazah telantar yang telah mendapatkan surat keterangan pembebasan dari kepolisian, maka jenazah segera dikremasi.
"Jangan sampai menjadi beban di RS Prof karena kapasitas dari penitipan jenazah, kemudian juga pemulasaraan jenazah itu akan mengeluarkan biaya. Mudah-mudahan kami bisa bekerja sama dengan kepolisian untuk bisa mempercepat dikeluarkannya surat keterangan pembebasan dari jenazah yang telantar," ungkapnya.
Sagung lalu mencontohkan adanya jenazah telantar hingga empat tahun. Menurutnya, surat pembebasannya memang lamban keluar dari kepolisian.
"Ini tentu menjadi PR kami ke depannya untuk kami bisa membuat semakin singkatnya surat keterangan pembebasan kasus atau surat keterangan dari kepolisian bahwa jenazah yang telantar ini bisa segera dikremasi," ucap Sagung.
(hsa/iws)