Walhi Bali Duga Terminal LNG Bakal Dibangun di Hutan Mangrove

Walhi Bali Duga Terminal LNG Bakal Dibangun di Hutan Mangrove

Sui Suadnyana - detikBali
Kamis, 27 Mar 2025 11:09 WIB
Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Bokis Dinata, hadir dalam pertemuan pembahasan ANDAL RKL-RPL proyek terminal LNG dan fasilitas pipa penyaluran gas di Hotel Mercure Sanur, Denpasar, Rabu (26/3/2025). (Dok. Walhi Bali)
Foto: Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna 'Bokis' Dinata, hadir dalam pertemuan pembahasan ANDAL RKL-RPL proyek terminal LNG dan fasilitas pipa penyaluran gas di Hotel Mercure Sanur, Denpasar, Rabu (26/3/2025). (Dok. Walhi Bali)
Denpasar -

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menduga proyek terminal liquefied natural gas (LNG) akan dibangun di hutan bakau (mangrove) Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai. Kecurigaan Walhi Bali muncul setelah mencermati dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Andal) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) dari proyek PT Dewata Energi Bersih (DEB) tersebut.

"Kami menduga jika terminal LNG akan dibangun di kawasan mangrove. Sebab, deskripsi dokumen Andal dan lampiran dokumen masih menggunakan izin PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) yang berada di dalam mangrove Tahura Ngurah Rai seluas 14,5 hektare," kata Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna 'Bokis' Dinata, dalam siaran pers, Kamis (27/3/2025).

Bokis mengatakan Walhi Bali mendapatkan undangan pembahasan dokumen Andal RKL-RPL pembangunan terminal LNG dan fasilitas pipa penyaluran gas. Undangan diterima dari Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan (PDLUK) Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan (KLH/BPL). Pertemuan dilakukan di Hotel Mercure Sanur, Rabu (26/3/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bokis pada pertemuan itu mengkritisi terkait isi dokumen Andal RKL-RPL. Menurutnya, deskripsi terkait lokasi proyek tidak konsisten dan tidak sinkron dengan lampiran. Sebab, gambar pada dokumen mengatakan lokasi pembangunan terminal LNG di luar area mangrove Tahura Ngurah Rai. Namun, gambar pada lampiran menunjukkan lokasi terminal LNG di mangrove Tahura Ngurah Rai.

Tak hanya itu, Bokis juga turut mengkritisi terkait pemanfaatan hasil keruk atau dredging sebanyak 3.300.000 meter kubik dalam rencana proyek itu. Dredging itu akan digunakan untuk pembuatan dumping di berbagai titik pesisir lokasi proyek yang diklaim sebagai bentuk upaya penataan kawasan pesisir.

ADVERTISEMENT

Salah satu dumping juga terdapat pada lokasi terminal LNG di luar mangrove. Hal tersebut tentu menjadi pertanyaan. Sebab, tidak ada penjelasan rinci dan jelas mengenai hal tersebut. "Apakah dumping-dumping yang dibuat dari hasil kerukan ini akan dilakukan dengan cara reklamasi?" tanya Bokis.

Menurut Bokis, hal tersebut penting dijabarkan. Mengingat, tidak ada deskripsi yang jelas mengenai teknis dumping yang akan dibuat di beberapa lokasi pesisir dan di titik tapak lokasi terminal LNG yang dikatakan akan berada di luar kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai.

Bokis menilai dokumen seharusnya menjelaskan secara rinci mengenai dampak dari pembuatan dumping dengan cara reklamasi tersebut. Mengingat, dumping pada lokasi terminal LNG tersebut juga berdekatan dengan mangrove Tahura Ngurah Rai.

Catatan Walhi Bali, penimbunan atau reklamasi yang dibangun berdekatan dengan mangrove pernah membuat bakau mati seluas 17 hekatre. Hal tersebut terjadi pada reklamasi perluasan pelabuhan yang dilakukan Pelindo III Cabang Benoa pada 2018. Hal tersebut terungkap dari hasil investigasi yang dilakukan UPTD Tahura Ngurah Rai. Bahkan, aktivitas reklamasi diminta dihentikan melalui surat resmi dari Gubernur Bali.

Bokis juga menyoroti dokumen proyek yang tidak memiliki kajian kebencanaan pada rona lingkungannya. Bokis menilai kajian kebencanaan amat penting dijabarkan secara rinci. Mengingat, kawasan proyek merupakan daerah rawan bencana.

Berdasarkan data Peta Zona Kerentanan Likuefaksi Bali 2019 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), secara kerentanannya, lokasi dari tapak proyek terminal LNG berada di Zona Kerentanan Likuefaksi Tinggi dan Sedang. Berdasarkan penjelasan Peta tersebut, Zona Kerentanan Likuefaksi Tinggi memiliki arti dapat mengalami likuefaksi secara merata dan struktur tanah umumnya menjadi rusak parah hingga hancur.

"Hal ini patut di lingkup dan dijabarkan dalam dokumen, mengingat lokasi tapak rentan. Terlebih akan melakukan pemipaan di bawah mangrove yang menurut dugaan kami akan memberikan dampak terhadap stabilitas dan struktur tanah pada mangrove," jelas Bokis.




(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads