Hari ini Jumat (24/1/2025) menjadi menjadi Jumat terakhir pada Bulan Rajab 1446 Hijriah. Kumpulan contoh teks khutbah Jumat bisa dijadikan panduan oleh khatib.
Oleh karena itu, detikers yang bertugas sebagai khatib dapat menyampaikan khutbah Jumat mulai dari tentang Isra Miraj hingga Teladan Rasulullah SAW. Berikut kumpulan contoh khutbah Jumat yang dilansir dari berbagai sumber.
Keutamaan Menjaga Salat
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَوْضَحَ لَنَا شَرَائِعَ دِينِهِ، وَمَنَّ عَلَيْنَا بِتَنْزِيلِ كِتَابِهِ، وَأَمَدَّنَا بِسُنَّةِ رَسُولِهِ، فَلِلَّهِ الْحَمْدُ عَلَى مَا أَنْعَمَ بِهِ مِنْ هِدَايَتِهِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى خَيْرِ الْإِنْسَانِ مُبَيِّنًا عَلَى رِسَالَةِ الرَّحْمَنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ الْمَحْبُوْبِيْنَ جَمِيْعًا. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مُوْقِنٍ بِتَوْحِيْدِهِ، مُسْتَجِيْرٍ بِحَسَنِ تَأْيِيْدِهِ؛ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ الْمُصْطَفَى، وَأَمِيْنُهُ الْمُجْتَبَي وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ إِلَى كَافَةِ الْوَرَى. أَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ، اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى: بِسْمِ اللّٰهِ الرّٰحْمَنِ الرّٰحِيْمِ، وَالْعَصْرِ إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِِلَّا الَّذِینَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah Dari atas mimbar yang mulia ini khatib berwasiat, khususnya untuk khatib pribadi dan umumnya untuk seluruh jamaah sekalian agar selalu menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Artinya, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian semua dengan sebenar-benarnya takwa, dan sungguh janganlah kalian meninggal kecuali dalam keadaan Islam". (QS Al-Baqarah ayat 102). Ma'asyiral muslimin rahimakumullah Shalat adalah tiang agama. Sebagaimana bangunan yang kokoh sebab memiliki tiang yang kuat, agama seorang muslim juga akan menjadi kuat sebab keistiqamahan menjalankan shalat. Shalat adalah ibadah utama yang menjadi tolak ukur kesalehan seorang mukmin. Karena itu, menjaga shalat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi. Hal ini adalah perintah Allah sebagaimana firman-Nya: حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ Artinya, "Peliharalah semua shalat fardlu dan salat Wusṭā. Berdirilah karena Allah (dalam shalat) dengan khusyuk." (QS Al-Baqarah ayat 238).
Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitabnya Tafsir Marah Labid menjelaskan bahwa ayat tersebut bermakna perintah untuk menjaga shalat dengan menyempurnakan rukun dan syaratnya. Menurut beliau dalam ayat ini ada dua makna penjagaan. Pertama adalah penjagaan yang berhubungan antara hamba dan Tuhannya, seolah dikatakan kepada orang yang sedang shalat: "Jagalah shalat yang diperintahkan kepadamu niscaya Allah akan menjagamu karena engkau menjaga perintahnya."
Maksudnya, orang yang menjaga shalat tentu akan dimuliakan Allah dengan menjaganya dari hal-hal yang tidak diinginkan. Karena shalat merupakan bagian dari ketakwaaan, yang barang siapa menjaga takwanya tentu Allah akan menjaga semua kebaikan dari orang yang mengikuti perintah-Nya. Kedua adalah penjagaan yang berhubungan antara orang yang shalat dan shalat itu sendiri. Seakan-akan dikatakan kepada orang yang shalat: "Jagalah shalatmu niscaya engkau akan dijaga oleh shalat."
Ma'asyiralmusliminrahimakumullah
Makna menjaga shalat yang kedua ini merupakan keutamaan yang luar biasa, karena shalat adalah ibadah yang dinyatakan Allah sebagai ibadah yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan tercela. Allah berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
Artinya, "Tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar." (QS Al-'Ankabut ayat 45). Masih dalam kitab Marah Labid, Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan bahwa sesungguhnya shalat mencegah dari dua hal. Pertama perbuatan keji, dan hal ini ditafsiri dengan makna ta'thil (atheis) yakni pengingkaran atas adanya tuhan.
Kedua shalat juga mencegah dari perbuatan munkar dan ditafsiri kemusyrikan, yakni keyakinan adanya tuhan selain Allah. Dari keterangan tersebut kita bisa pahami bahwa shalat sungguh menjadi tiang agama. Artinya shalat merupakan ibadah yang di dalamnya terkandung makna tauhid yang menguatkan keimanan. Tidak mengherankan apabila dalam Islam kedudukan shalat diumpamakan sebagai tiang, karena apabila tiang ini roboh, niscaya bangunan yang dibangun pun akan roboh. Sama seperti agama yang apabila tidak diperkuat dengan tiangnya yaitu shalat, tentu lambat laun akan roboh. Na'udzubillah.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.
Keutamaan shalat merupakan sesuatu yang sulit diukur. Cukuplah bagi kita untuk selalu mengingat bahwa shalat adalah ibadah yang menjadi fondasi bagi amal lain untuk diterima oleh Allah. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw:
أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ
Artinya, "Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi." (HR At-Tirmidzi). Demikianlah khutbah singkat pada siang hari ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Semoga kita dan seluruh keluarga digolongkan sebagai orang-orang yang istiqamah dalam menjaga shalat. Amin ya Rabbal 'alamin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Baca juga: Isra Miraj 2025: Sejarah, Makna, dan Hikmah |
4 Hikmah Pemilihan Baitul Maqdis sebagai Tempat Isra Nabi Muhammad SAW
اَلْحَمْدُ للهِ. الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِيْ ثَنَاءَكَ عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ, وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، خَيْرُ نَبِيٍّ أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ: سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِه لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Segala puji bagi Allah Ta'ala yang telah memberi kita segala nikmat, sehingga kita bisa memenuhi panggilan-Nya untuk melaksanakan shalat Jumat. Nikmat yang seharusnya kita manfaatkan untuk mengikuti syariat-Nya. Shalawat dan salam marilah kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan semoga kita juga mendapatkan limpahan berkah sebagai umatnya.
Aamiin ya Rabbal 'Alamin.
Pada hari Jumat yang penuh berkah ini, mari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta berpegang teguh pada sunnah-sunnah Nabi-Nya. Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam adalah ketika Nabi Muhammad SAW menjalani Isra dan Mi'raj yang dilakukan oleh Allah SWT. Hanya dalam satu malam, Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan luar biasa (Isra), yang pada waktu itu, perjalanan dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis, Palestina, biasanya memakan waktu 40 hari. Peristiwa Isra ini tercatat dalam Al-Qur'an, di mana Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra ayat 1:
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Artinya: "Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Ayat di atas menggambarkan kebesaran kekuasaan Allah SWT yang mampu memperjalankan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina hanya dalam satu malam. Setelah itu, Nabi diangkat ke Sidratul Muntaha (Mi'raj) untuk menerima perintah shalat lima waktu dari Allah SWT.
Peristiwa Isra Nabi Muhammad SAW ini juga merupakan momen di mana Allah SWT memberikan gelar tertinggi kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu sebagai hamba-Nya. Karena tidak ada gelar yang lebih tinggi selain penghambaan diri kepada Allah SWT. Seperti yang dijelaskan oleh Syekh Ahmad Al-Sawi dalam Hasyiyah As-Shawi 'ala Tafsirul Jalalain juz 2, halaman 311:
(قَوْلُهُ بِعَبْدِهِ) لَمْ يَقُلْ بِنَبِيِّهِ وَلَا بِرَسُوْلِهِ إِشَارَةً عَلَى أَنَّ وَصْفَ الْعُبُوْدِيَّةِ أَخَصُّ الْأَوْصَافِ وَأَشْرَفُهَا لِأَنَّهُ إِذَا صَحَّتْ نِسْبَةُ الْعَبْدِ لِرَبِّهِ بِحَيْثُ لَا يُشْرِكُ فِى عِبَادَتِهِ لَهُ أَحَدًا فَقَدْ فَازَ وَسَعِدَ
Artinya: "(Firman Allah bi'abdihi): Allah tidak menggunakan kata Nabi ataupun Rasul menunjukkan bahwa sifat 'ubudiyyah atau kehambaan merupakan sifat yang paling istimewa dan mulia. Karena ketika seorang hamba telah diberi "stempel" demikian (sekiranya tidak melakukan kemusyrikan), maka ia telah mendapatkan kebahagiaan."
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Terkait dengan dipilihnya Baitul Maqdis sebagai tempat Isra Nabi Muhammad SAW, Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Marahul Labid juz 1 halaman 614 menyebutkan beberapa hikmah yang bisa kita ambil, yaitu:
- Pertama, hikmah dari Isra Nabi Muhammad SAW ke Baitul Maqdis adalah agar Nabi Muhammad SAW bisa naik ke langit dengan mensejajarkannya. Menurut riwayat Ka'ab, pintu langit yang menjadi tempat naiknya para malaikat sejajar dengan Baitul Maqdis.
- Kedua, disebutkan juga bahwa Baitul Maqdis dipilih karena tanah Syam memang tanah pilihan Allah. Dalam sebuah hadits shahih, dijelaskan bahwa tanah Syam adalah tanah yang paling utama setelah tanah Haramain, dan menjadi tanah pertama yang menunjukkan kuasa Allah.
- Ketiga, hikmah Isra Nabi Muhammad SAW ke Baitul Maqdis adalah untuk menunjukkan kebenaran kepada orang-orang yang meragukan Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Jika Nabi Muhammad SAW langsung naik ke langit dari Mekkah, maka tidak ada bukti konkret yang bisa menjelaskan peristiwa itu. Namun, karena Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa ia diperjalankan ke Baitul Maqdis, orang-orang Quraisy yang pernah mengunjungi Baitul Maqdis bisa bertanya tentang tempat itu. Setelah Nabi Muhammad SAW menjawab pertanyaan mereka, barulah mereka percaya bahwa Nabi benar-benar diperjalankan ke Baitul Maqdis. Dalam hal ini, peristiwa Isra menjadi bukti nyata bagi peristiwa Mi'raj.
- Keempat, hikmah terakhir adalah untuk mengumpulkan dua kiblat, yaitu Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa. Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Kekuasaan Allah yang mampu memperjalankan Nabi Muhammad SAW dengan sangat cepat ini sekaligus menegaskan bahwa peristiwa Mi'raj (naiknya Nabi ke Sidratul Muntaha) adalah sesuatu yang mungkin terjadi. Ini serupa dengan mukjizat-mukjizat yang terjadi pada zaman nabi-nabi terdahulu, seperti tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular atau keluarnya unta besar dari batu besar pada masa Nabi Shalih AS. Semua itu adalah bukti kenabian yang harus kita imani. Dengan demikian, peristiwa Isra Nabi Muhammad SAW merupakan peristiwa agung yang tercatat dalam sejarah Islam. Dalam peristiwa ini, Nabi Muhammad SAW mendapatkan gelar tertinggi sebagai hamba Allah SWT, sekaligus menjadi bukti bagi peristiwa lebih besar selanjutnya, yaitu Mi'rajnya Nabi Muhammad SAW.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Isra Mi'raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ فَالِقِ الحَبِّ وَالنَّوَى وَخَالِقِ العَبْدِ وَمَا نَوَى اَلمُطَّلِعِ عَلَى بَاطِنِ الضَّمِيْرِ وَمَا حَوَى بِمَشِيْئَتِهِ رَشَدَ مَنْ رَشَدَ وَغَوَى مَنْ غَوَى وَبِإِرَادَتِهِ فَسَدَ مَا فَسَدَ وَاسْتَوَى مَا اسْتَوَى وَ صَرَفَ مَنْ شَاءَ إِلَى الهُدَى وَمَنْ شَاءَ إِلَى الهَوَى أَحْمَدُهُ عَلَى صَرْفِ الهَمِّ وَالجَوَى حَمْدًا مَنْ أَنَابَ وَارْعَوَى وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عُرِجَ بِهِ ثُمَّ عَادَ وفِرَاشُهُ مَا انْطَوَى، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَأَنْعِمْ وَأَكْرِمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ مَا عَطِشَ إِنْسَانٌ وَارْتَوَى
فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ العَظِيْمِ، إِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى فِيْ السِّرِّ وَالعَلَنِ، إِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى القَائِلَ فِي كِتَابِهِ العَظِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوْا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ فَقَدْ قَالَ فِى اٰيَةِ الأُخْرَى: سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati oleh Allah Tidak bosan dan tidak jenuh khatib sampaikan sebagai pengingat bagi diri sendiri dan jamaah sekalian, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Entah itu, ketika berada dalam kesendirian maupun di tengah keramaian. Allah berfirman dalam kitab suci Al-Qur'an, surat At-Taubah ayat 119: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tetaplah bersama orang-orang yang benar!"
Jama'ah shalat Jumat yang dirahmati oleh Allah Perintah syari'at untuk mendidik anak agar mampu melaksanakan ibadah shalat sudah jelas disebutkan oleh Rasulullah dalam haditsnya. Dalam hal ini, ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan oleh orang tua untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Sunan-nya:
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: Dari Amr bin Syu'aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Kemudian, pukullah mereka untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia sepuluh tahun. Dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka." (HR. Abu Daud)
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah Dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, kita bisa memahami bahwa ada tahapan dalam mendidik anak untuk melaksanakan ibadah shalat. Tahapan ini dimulai sejak anak berusia tujuh tahun hingga mencapai umur sepuluh tahun. Menurut Syekh Ali bin Sulthan Muhammad al-Hari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashobih, setiap tahapan yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. memiliki alasan tertentu.
Di usia tujuh tahun, anak diperintahkan untuk mulai shalat agar mereka terbiasa dan merasakan senang dalam melakukannya. Ketika anak memasuki usia sepuluh tahun, mereka diperbolehkan untuk diberi teguran lebih tegas, bahkan pukulan yang mendidik, jika meninggalkan shalat. Sebab, usia ini sudah mendekati masa baligh, yang berarti tanggung jawab ibadah mulai melekat. Selain itu, pemisahan tempat tidur diterapkan di usia ini karena anak telah memasuki masa pubertas.
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah Momen Isra dan Mi'raj Nabi Muhammad Saw. adalah saat yang tepat untuk memperkenalkan ibadah shalat, khususnya kepada anak-anak yang masih berada di bawah usia tujuh tahun. Menurut Slamet Suyanto dalam bukunya Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, masa anak usia dini, yaitu 0-8 tahun, adalah fase di mana mereka mengalami pertumbuhan pesat, baik fisik maupun mental. Ini adalah waktu yang sangat cocok untuk menanamkan nilai-nilai agama, termasuk sejarah Isra dan Mi'raj sebagai asal-usul kewajiban shalat. Orang tua tidak perlu bingung mencari cara untuk mengenalkan hal ini. Di zaman sekarang, kita punya banyak sumber yang mudah diakses, baik dari media cetak maupun elektronik.
Cara yang sederhana bisa dilakukan, seperti membacakan kisah sejarah Isra dan Mi'raj, memutar audio cerita, menunjukkan gambar, atau video animasi yang relevan. Tujuannya adalah menanamkan rasa ketertarikan anak terhadap ibadah shalat dan sejarah penting dalam kehidupan Nabi Muhammad. Jika anak sudah terbiasa mendengar dan memahami cerita ini sejak kecil, ketika memasuki usia tujuh tahun, mereka sudah memiliki motivasi untuk melaksanakan shalat dengan kesadaran sendiri.
Barulah kemudian kita mengajarkan shalat melalui pendekatan fikih secara lengkap. Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah Momen Isra dan Mi'raj ini adalah kesempatan berharga. Marilah kita manfaatkan untuk mendidik anak-anak kita, generasi penerus kita, agar mengenal dan mencintai ibadah shalat. Tidak ada alasan untuk merasa kesulitan, karena di era digital ini, hanya dengan ponsel dan internet, kita bisa mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. Jika ingin lebih mendalam, tersedia banyak buku agama yang membahas peristiwa Isra dan Mi'raj. Mari kita siapkan generasi yang bertakwa dengan mendidik mereka sejak dini. Semoga Allah memberi kemudahan dan keberkahan atas usaha kita semua. Aamiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي نَوَّرَ قُلُوبَ أَوْلِيَائِهِ بِأَنْوَارِ الْوِفَاقِ، وَرَفَعَ قَدْرَ أَصْفِيَائِهِ فِي الْأَفَاقِ، وَطَيَّبَ أَسْرَارَ الْقَاصِدِينَ بِطِيبِ ثَنَائِهِ فِي الدِّينِ وَفَاقَ، وَسَقَى أَرْبَابَ مُعَامَلَاتِهِ مِنْ لَذِيذِ مُنَاجَاتِهِ شَرَابًا عَذْبَ الْمَذَاقِ، فَأَقْبَلُوا لِطَلَبِ مَرَاضِيْهِ عَلَى أَقْدَامِ السِّبَاقِ. فَسُبْحَانَ مَنْ أَيْقَظَ الْأَبْرَارَ، وَحَثَّ مَطَايَا شَوْقِهِمْ إِلَى دَارِ الْقَرَارِ، وَاسْتَنْهَضَ عَزَائِمَهُمْ إِلَى الْمُسَارَعَةِ وَالْبِدَارِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ شَهَادَةً صَفَا مَوْرِدُهَا وَرَاقَ، نَرْجُو بِهَا النَّجَاةَ مِنْ نَارٍ شَدِيدَةِ الإِحْرَاقِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ أَشْرَفُ الْخَلْقِ عَلَى الْإِطْلَاقِ، الَّذِي أُسْرِيَ بِهِ عَلَى الْبُرَاقِ، حَتَّى جَاوَزَ السَّبْعَ الطِّبَاقَ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ السِّبَاقِ، صَلَاةً وَسَلَامًا إِلَى يَوْمِ التَّلَاقِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ الرَّحْمٰـنِ، فَإِنِّي أُوْصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ الْمَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah Mari kita bersama awali khutbah Jumat pada siang hari ini dengan senantiasa melafalkan kalimat syukur alhamdulillahi rabbil alamin, atas segala limpahan nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada kita semua, sehingga kita bisa menunaikan ibadah shalat Jumat yang mulia ini dengan penuh rasa tanggung jawab. Semoga ibadah yang kita lakukan ini menjadi amal yang diterima oleh Allah dan menjadi bekal menuju akhirat kelak.
Shalawat dan salam mari senantiasa kita langitkan untuk nabi kita bersama, Nabi Muhammad saw, manusia terbaik yang pernah ada di muka bumi, dan menjadi inspirasi terbaik pula dalam mendidik, membimbing, dan mengajarkan manusia dengan cara yang santun, penuh cinta dan kasih sayang, sehingga orang-orang yang hatinya keras menjadi lunak dan tertarik pada ajaran Islam.
Selanjutnya, sudah menjadi kewajiban bagi kami selaku khatib pada kesempatan shalat Jumat ini, untuk senantiasa mengingatkan dan mengajak semua jamaah meningkatkan iman dan takwa, yaitu hidup dengan menjunjung nilai-nilai kebaikan di mana pun dan kapan pun, serta tunduk patuh pada ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Salah satu cara terbaik untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah serta meraih keridhaan dari-Nya, adalah melalui ilmu dan pendidikan. Pendidikan merupakan pilar utama dalam membentuk manusia yang beriman, berakhlakul karimah, dan bermanfaat bagi sesama. Pendidikan tidak hanya transfer ilmu pengetahuan saja, namun juga proses dalam membentuk karakter mulia dalam diri setiap manusia. Dengan pendidikan yang baik, seseorang tidak hanya bisa meraih kesuksesan dalam urusan dunia, namun juga dapat meraih kesuksesan dan kebahagiaan akhirat kelak.
Sebaliknya, tanpa pendidikan yang baik, manusia akan sulit membedakan antara yang benar dan salah. Tanpa pendidikan yang baik pula, manusia akan terjerumus dalam kehancuran moral dan spiritual, sehingga akan menjadi penyebab rusaknya negara dan bangsa, sehingga ia tidak akan meraih kesuksesan dunia dan akhirat. Sebagaimana yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah, beliau mendidik para sahabat dengan fondasi yang tak ternilai harganya, penuh kelembutan, keteladanan, kasih sayang dan hikmah, baik untuk kemajuan dunia maupun keselamatan akhirat, sehingga mereka tumbuh menjadi generasi terbaik yang pernah ada. Berkaitan dengan hal ini, Allah swt berfirman dalam Al-Qur'an:
هُوَ الََّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Artinya, "Dialah yang mengutus seorang Rasul (Nabi Muhammad) kepada kaum yang buta huruf dari (kalangan) mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, serta mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS Al-Jumu'ah, [62]: 2). Ayat di atas merupakan sebuah tahap yang dilakukan oleh Rasulullah dalam mendidik umat menuju kebaikan dan kebenaran. Tahapan-tahapan tersebut adalah dengan menyampaikan wahyu, kemudian penyucian jiwa dari kejelekan dan keburukan, kemudian setelah Masyarakat saat itu sudah memiliki jiwa yang bersih, Nabi mulai mendidik mereka dengan ilmu dan hikmah, sehingga keduanya tertanam dengan mudah di dalam hati mereka. Hal ini sebagaimana penjelasan Syekh Sayyid at-Thanthawi dalam kitab Tafsir al-Wasith, halaman 419, yaitu:
أَوَّلُ مَرَاحِلِ تَبْلِيغِ الرِّسَالَةِ، يَكُونُ بِتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ، ثُمَّ ثَنَّى بِتَزْكِيَةِ النُّفُوسِ مِنَ الْأَرْجَاسِ، ثُمَّ ثَلَّثَ بِتَعْلِيمِ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ لِأَنَّهُمَا يَكُونَانِ بَعْدَ التَّبْلِيغِ وَالتَّزْكِيَةِ لِلنُّفُوسِ
Artinya, "Adapun langkah pertama dalam menyampaikan risalah adalah dengan membacakan Al-Qur'an, kemudian Allah menyusulinya dengan penyucian jiwa dari berbagai kotoran. Setelah itu, Allah mengakhiri dengan mengajarkan Al-Qur'an dan hikmah, karena keduanya hanya bisa sempurna setelah penyampaian risalah dan penyucian jiwa."
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah Ayat kedua dalam surat Al-Jumu'ah di atas Allah tutup dengan firman "meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata." Dengan kata lain, sebelum Rasulullah mendidik masyarakat melalui tiga tahap di atas, mereka benar-benar dalam keadaan sesat yang nyata. Dan tentu saja, kita semua tahu bahwa setelah Rasulullah mendidik dan membimbing mereka, tumbuhlah kemudian masyarakat yang religius, menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan kebaikan. Rasulullah sebagai manusia terbaik yang Allah ciptakan juga diutus sebagai seorang pendidik, sebagaimana disebutkan dalam salah satu haditsnya, yang terekam dalam kitab Sunan Ibnu Majah, jilid I, halaman 111, Rasulullah saw bersabda: إِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا Artinya, "Sesungguhnya aku diutus sebagai seorang pengajar/pendidik." (HR Ibnu Majah).
Oleh sebab itu, pendidikan yang baik akan menjadi penentu kesuksesan di dunia dan akhirat, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah di atas kepada kita semua. Beliau menjadi teladan sempurna bagi kita bagaimana pendidikan bisa mengubah individu dan masyarakat menjadi lebih baik, menjadi lebih sempurna dan koheren. Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah Demikian adanya khutbah Jumat, perihal meneladani Rasulullah dalam hal mendidik. Pendidikan yang dicontohkan olehnya, tidak hanya perihal memperoleh ilmu pengetahuan, namun juga menjadi pilar utama dalam membentuk akhlak mulia, dan keimaanan yang kukuh. Semoga menjadi khutbah yang membawa berkah dan manfaat bagi kita semua. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
(nor/nor)