Bendesa Adat Tunjuk I Made Nawa mengaku kaget dengan persoalan empat kepala keluarga (KK) di Banjar Bungan Kapal, Desa Tunjuk, Kecamatan/Kabupaten Tabanan, Bali yang terancam kehilangan tempat tinggalnya.
Nawa yang sempat memediasi masalah tersebut pertama kali pada 2018 lalu, tidak mengira akan berakhir dengan gugatan di pengadilan. Bahkan, kasusnya sampai ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi Denpasar.
"Kami baru mengetahui (ada putusan pengadilan dan sedang banding) pada 26 Juni 2023 kemarin," jelas Nawa, Jumat (30/6/2023).
Saat itu, sambungnya, ada dua orang tergugat yang bercerita kalah dalam gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Tabanan dan saat ini berlanjut di Pengadilan Tinggi Denpasar.
Pun demikian, video permintaan perlindungan hukum dari Presiden Joko Widodo terhadap salah seorang anak tergugat, kata Nawa, baru diketahui keesokan pagi setelah dua orang tergugat datang.
"Besok paginya atau 27 Juni 2023 ada konten (video) yang dibuat dan disebarkan ke media sosial," sebutnya.
Sejatinya, sambung Nawa, persoalan ini mulai muncul sejak 2018 lalu. Saat itu, penggugat mengeklaim sebagai pemilik lahan hendak mensertifikatkan lahan yang ditempati keempat KK tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, menurutnya, bukan hanya empat KK yang menghadapi persoalan itu, melainkan 22 orang KK. Selaku bendesa adat, ia sudah sempat mengumpulkan 22 KK termasuk empat KK yang digugat dalam perkara ini. Dalam pertemuan itu, ia menanyakan status kepemilikan lahan yang mereka tempati.
Dalam pertemuan diketahui bahwa status lahan yang ditempati merupakan lahan garapan milik Jero Beng. Ia pun mengajak 22 KK ini untuk berkomunikasi dengan Jero Beng untuk mencari solusi.
Namun, dalam perjalanannya upaya tersebut mentok ditambah keempat KK ini tidak ada koordinasi dengannya. Sehingga, dia tidak mengetahui perkembangan penyelesaiannya sampai dengan 26 April 2023 lalu.
Ia pun menyayangkan persoalan itu pada akhirnya berakhir di meja hijau. Menurutnya, kalau saja persoalan itu dimusyawarahkan, pastinya tidak berakhir dengan gugatan di pengadilan.
Menurutnya, hal serupa pernah terjadi pada tiga KK lainnya. Namun, karena diselesaikan secara musyawarah, persoalannya menjadi tuntas. Bahkan, Jero Beng saat itu menghibahkan lahannya kepada tiga KK tersebut.
Tidak hanya itu, Jero Beng juga menghibahkan lahan seluas 15 are kepada Desa Adat Tunjuk. "Waktu itu kami berharap warga yang tergugat ini sama seperti kelompok tiga ini (tiga KK)," terang dia.
Ia menengarai persoalan ini juga merembet ke polisi diduga akibat ketersinggungan pihak Jero Beng atas surat pernyataan yang dibuat 22 KK.
Surat itu intinya agar mereka difasilitasi dalam pembuatan sertifikat apabila nantinya Jero Beng akan membuat sertifikat.
Selain itu, mereka sebagai penggarap akan tetap melaksanakan kewajiban kepada Jero Beng sebagaimana yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Dalam perkembangannya hanya empat KK, kelian adat, dan kelian dinas, yang dilaporkan ke Polisi.
Berhubung putusan PN Tabanan telah terbit dan kini berlanjut di Pengadilan Tinggi Denpasar, pihaknya selaku prajuru adat tetap akan memfasilitasi empat KK tersebut. Dengan harapan Jero Beng masih memberikan kesempatan kepada empat KK tersebut bertempat tinggal di lahan yang menjadi sengketa.
Kalaupun pada akhirnya empat KK itu harus pergi dari lahan yang ditempati sekarang, pihaknya akan mengupayakan mereka bertempat tinggal sementara di lahan adat.
"Itu krama kami juga. Kami akan berusaha membantu di luar jalur hukum. Kalau diminta mediasi ke Jero Beng, saya siap mendampingi," tukasnya.
(BIR/hsa)