Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Karangasem mendorong desa adat untuk membuat perarem atau aturan adat terkait penanganan rabies. Hingga kini, baru tujuh desa adat di Karangasem yang memiliki perarem tentang rabies.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Karangasem I Nyoman Siki Ngurah mengatakan ketujuh desa adat tersebut, antara lain Desa Adat Sega, Tegalinggah, Timbrah, Bungaya, Purwakerti, Culik, dan Nongan. Menurutnya, warga di wilayah desa adat umumnya mematuhi aturan berupa perarem.
"Saya harap semua desa adat di Karangasem membuat sebuah perarem tentang rabies. Supaya kasus bisa ditekan, mengingat saat ini kasus rabies di Karangasem merupakan yang tertinggi di Bali," kata Siki Ngurah, Minggu (25/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siki Ngurah menuturkan perarem dapat mengatur warga di desa adat terkait untuk memperhatikan kesehatan hewan peliharaannya. Termasuk dengan mengandangkan hewan penular rabies (HPR) seperti anjing.
Selain mendorong pembentukan perarem, Siki Ngurah mengaku sudah melakukan vaksinasi antirabies terhadap HPR di Karangasem. Tak hanya itu, ia juga melakukan depopulasi anjing dengan melakukan kastrasi dan sterilisasi terhadap anjing liar.
Baca juga: 12 Desa di Tabanan Masuk Zona Merah Rabies |
"Sampai saat ini sudah ada sekitar 337 ekor yang di kastrasi dan sterilisasi. Dengan cara itu, kami harapkan dapat mencegah populasi anjing agar tidak semakin bertambah di Karangasem," kata Siki Ngurah.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali mencatat sebanyak 19.035 kasus gigitan HPR dari Januari hingga awal Juni 2023. Selain itu, tiga nyawa melayang akibat rabies dalam enam bulan terakhir. Tiga kasus kematian tersebut disebabkan korban tidak mendapatkan vaksin antirabies (VAR). Mereka yang meninggal antara lain, bocah berusia 5 tahun asal Buleleng dan dua perempuan asal Jembrana.
(iws/hsa)