Terkait hal tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Bali pun mendorong desa adat di Bali agar merancang suatu pararem (aturan adat) terkait pencegahan DBD di lingkungan masyarakat.
"Kami menghimbau untuk semua masyarakat desa di Bali buatlah aturan adat di lingkungan adat. Supaya semua masyarakat bisa ikut terlibat, dan bertanggung jawab (untuk pencegahan DBD)," ungkap Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali I Nyoman Gede Anom, Kamis (9/2/2023).
Anom menilai, selama ini himbauan 3M tidak dilakukan masyarakat dan hanya sebatas menjadi imbauan saja. Sementara masyarakat Bali, sambungnya, cenderung taat akan aturan adat yang ada sehingga dengan hadirnya pararem mengenai DBD akan lebih masif memberikan dampak positif.
"Masalah sanksinya bagaimana nanti diserahkan kepada masing-masing desa," sebut Anom.
Anom menuturkan Provinsi Bali kini akan menerapkan teknologi wolbachia dalam penanganan kasus DBD. Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng yang menjadi daerah percontohan teknologi wolbachia mengingat jumlah kasus di daerah tersebut paling tinggi.
Anom memaparkan jumlah kasus DBD pada Januari 2023 di Denpasar yakni 296, Buleleng 100, Jembrana 70, Tabanan 65, Badung 89, Gianyar 26, Bangli 17, Klungkung 95, Karangasem 23 serta terdapat 2 kasus meninggal.
"Kami juga akan mengembangkan teknologi deteksi dini daerah yang akan timbul DBD yang bekerjasama dengan BMKG. Nantinya 3 wilayah akan dikategorikan dengan warna merah, kuning, dan hijau," terangnya.
Nantinya, kata Anom, ketika suatu daerah ditandai sebagai zona merah maka Dinkes Bali akan melakukan fogging di lokasi tersebut. Sementara ketika zona hijau, maka akan mengefektifkan 3M karena zona tersebut menandakan terdapat telur nyamuk Aedes Aegypti.
Lalu, ketika suatu daerah ditandai sebagai zona kuning maka itu artinya Dinkes harus mengefektifkan 3M sekaligus fogging dikarenakan pada daerah tersebut telur nyamuk Aedes Aegypti telah menetas dan menjadi nyamuk dewasa.
"Yang jelas teknologi apapun yang kami lakukan apabila tanpa peran serta masyarakat, (upaya) itu akan gagal. Karena yang paling penting adalah pemberdayaan dan peran serta masyarakat dan ini tak hanya untuk penyakit DBD saja tapi, penyakit apapun," tambahnya.
(nor/nor)