Warga Intaran Desak Koster Batalkan Izin Prinsip LNG Sidakarya

Warga Intaran Desak Koster Batalkan Izin Prinsip LNG Sidakarya

I Wayan Sui Suadnyana - detikBali
Kamis, 14 Jul 2022 18:04 WIB
Warga Desa Adat Intaran menggeruduk Kantor Gubernur Bali, Kamis (14/7/2022). Mereka menolak lokasi pembangunan terminal LNG yang rencananya dibangun di kawasan mangrove.
Warga Desa Adat Intaran menggeruduk Kantor Gubernur Bali, Kamis (14/7/2022). Mereka menolak lokasi pembangunan terminal LNG yang rencananya dibangun di kawasan mangrove. Foto: I Wayan Sui Suadnyana/detikBali
Denpasar -

Warga Desa Adat Intaran mendesak Gubernur Bali Wayan Koster membatalkan izin prinsip rencana pembangunan terminal khusus (tersus) gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di kawasan hutan bakau (mangrove). Sesuai izin prinsip, proyek itu bakal dibangun di kawasan mangrove Desa Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.

Salah satu warga Desa Adat Intaran I Made Arya mendesak dibatalkannya izin prinsip karena Koster telah memberikan arahan kepada PT Dewata Energi Bersih (DEB) agar proyek terminal LNG tidak dilakukan di kawasan mangrove. Hal itu diketahui dari siaran pers PT DEB ke berbagai media.

"Sebelum izin prinsip dibatalkan, logikanya kan proyek tersebut masih di sana. Jadi walaupun (ada arahan) jangan di kawasan mangrove, (tapi) di mana? Itu pernyataannya, di mana? Kalau tidak izin prinsip itu dicabut, artinya ya bogbog lah, akal-akalan saja," kata Arya saat ditemui detikBali saat demonstrasi di depan Kantor Gubernur Bali, Kamis (14/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arya mengungkapkan, izin prinsip dari rencana proyek terminal LNG sudah jelas dari kerja sama antara PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Izin prinsip terminal LNG keluar di kawasan mangrove Desa Sidakarya.

Bagi Arya, jika memang proyek terminal LNG itu mau dipindahkan, maka izin prinsip di kawasan mangrove Desa Sidakarya wajib dicabut. Sebab, jika dipindahkan ke lokasi lain, maka namanya bukan lagi terminal LNG Sidakarya.

Namun jika izin prinsipnya masih bernama terminal LNG Sidakarya, maka pembangunan proyek tersebut tetap harus dilaksanakan di kawasan desa yang bersangkutan, tidak bisa dibangun di wilayah lain. Maka dari itu, jika Koster memang ingin memindahkan terminal LNG, ia juga harus mencabut izin prinsipnya.

"Sidakarya wilayahnya itu ada di mangrove. Nah sekarang izin prinsipnya itu dicabut, jadi kalau dipindahkan ke Benoa kan tidak LNG Sidakarya namanya. Tapi kalau tetap (namanya) LNG Sidakarya, pasti (proyek tetap) di kawasan itu. Pasti di kawasan itu, endak bisa di luar itu," terangnya.

Di sisi lain, Arya mempertanyakan alasan terminal LNG harus dibangun di kawasan Desa Sidakarya. Sebab, dengan membangun terminal LNG di kawasan itu, maka harus melakukan pengerukan agar kapal pembawa gas alam cair bisa bersandar. Padahal sudah terdapat Pelabuhan Benoa yang bisa dipakai untuk sandar kapal pesiar.

"Kenapa tidak dipakai di Benoa saja, di Benoa kan sudah ada alur kapal, orang kapal pesiar saja masuk yang 300 meter. Sekarang masih ada kapal LNG di sana, kenapa tidak dikoordinasikan di sana," tanya dia.

Arya pun curiga terminal LNG dipaksakan untuk dibangun di pesisir Desa Sidakarya agar ketukannya bisa dipakai untuk menambah luasan tanah dari PT Bali Turtle Island Development (BTID) di kawasan Pulau Serangan.

"Sebenarnya kecurigaan kami hanya mencari tanah urugan untuk ke BTID. Takutnya kan seperti itu. Ini kecurigaan, kami boleh curiga, rakyat boleh curiga. Ini hanya akal-akalan, jadi ingin kerukan ini untuk menambah luasan BTID, itu yang kami takutkan," ungkap Arya.




(irb/irb)

Hide Ads