Warga Intaran: Revisi Perda RTRW Jangan Akomodir Proyek LNG di Mangrove

Warga Intaran: Revisi Perda RTRW Jangan Akomodir Proyek LNG di Mangrove

I Wayan Sui Suadnyana - detikBali
Selasa, 21 Jun 2022 14:14 WIB
Krama Desa Adat Intaran menggeruduk Kantor DPRD Bali guna menolak pembangunan LNG di kawasan mangrove.
Foto: Krama Desa Adat Intaran menggeruduk Kantor DPRD Bali guna menolak pembangunan LNG di kawasan mangrove. (I Wayan Sui Suadnyana/detikBali)
Denpasar -

Warga Desa Adat Intaran, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali meminta revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Bali tidak mengakomodir proyek terminal liquefied natural gas (LNG) di kawasan mangrove. Hal itu diutarakan warga Desa Adat Intaran saat mendatangi kantor DPRD Bali.

"Kami ke sini, kami ingin menyampaikan, apa yang sudah ada dalam Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 tentang Tata Ruang pasal 33 huruf e mengatakan terminal LNG di Pelabuhan Benoa kami mohon itu tetap, jangan direvisi," kata Bendesa Adat Intaran I Gusti Agung Alit Kencana, Selasa (21/6/2022).

Seperti diketahui, rencana pembangunan terminal gas alam cair atau LNG bakal dibangun di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai. Terminal LNG tersebut bakal dibangun oleh Perusahaan Daerah (Perusda) melalui PT Dewata Energi Bersih (DEB) bersama PT PLN Gas & Geothermal (PLNGG).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gubernur Bali Wayan Koster kemudian melakukan revisi terhadap Perda Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029. Sebab, dalam Perda tersebut tidak menyebutkan adanya terminal LNG di kawasan Tahura Ngurah Rai.

Alit Kencana mengatakan, pihaknya telah membaca di media massa bahwa revisi Perda Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 harus dilakukan dengan cepat. Ia mengaku heran, mengapa aturan mesti menyesuaikan dengan proyek.

ADVERTISEMENT

"Kenapa Perda harus menyesuaikan dengan proyek. Harusnya proyek yang menyesuaikan dengan aturannya. Kalau begini bagaimana jadinya negara kita, kalau setiap proyek yang akan dilakukan merubah aturan," ungkap Alit Kencana.

Dirinya menegaskan, bahwa Desa Adat Intaran tidak pernah menolak keberadaan LNG, terlebih semua masyarakat mengetahui bahwa baik dan bersih. Namun yang ditolak oleh pihaknya yakni tempat pembangunan LNG tersebut yang berada di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai.

Apalagi, dalam Perda Perda Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 sudah dijelaskan bahwa terminal LNG berada di kawasan Pelabuhan Benoa. Alit Kencana pun mempertanyakan alasan perubahan lokasi LNG menjadi di hutan mangrove.

"Sudah disampaikan itu ada di Benoa, kenapa dibawa ke hutan mangrove, ke Muntig Siokan. Ini kan sudah jelas apa yang akan terjadi di kawasan kami, kalau misalnya itu betul betul terjadi," ujarnya.

Di sisi lain, saat ini keberadaan hutan mangrove tengah menjadi isu internasional. Buktinya, delegasi Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) sebelumnya juga menanam mangrove di kawasan Muntig Siokan.

Mangrove ini menjadi isu internasional lantaran mempunyai manfaat yang luar biasa terhadap lingkungan. Alit Kencana menyebut, beberapa manfaat hutan mangrove seperti menyerap karbon, meminimalisir bahaya tsunami, mencegah abrasi dan sebagai tempat biota-biota berkembangbiak.

"Apa itu yang akan kita habisi? Bagaimana kalau itu sampai habis, bagaimana? Keturunan kita bagaimana masyarakat kita berikutnya yang mencari pekerjaan di sana?," tanya dia

"Kita tidak melarang pembangunan, kita setuju, kita sangat mengapresiasi pemerintah untuk melakukan pembangunan, tidak pernah masyarakat (Desa Adat) Intaran untuk melawan suatu pembangunan asalkan tidak menghancurkan alam," tegas Alit Kencana.




(kws/kws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads