Mayat untuk Cadaver Didapat dari Mana? Ternyata Berasal dari Sini!

Mayat untuk Cadaver Didapat dari Mana? Ternyata Berasal dari Sini!

Fria Sumitro - detikSumut
Kamis, 14 Des 2023 14:45 WIB
Ilustrasi
Cadaver Didapat dari Mana? (Foto: dok. detikcom)
Medan -

Lima mayat di Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan telah dipastikan merupakan cadaver. Hal ini seperti yang telah dinyatakan oleh Kapolda Sumatera Utara (Sumut) Irjen Agung Setya Imam Effendi.

"Saya ingin memastikan bahwa lima mayat itu adalah cadaver," kata Agung di Polda Sumut, Kamis (14/12/2023).

Ia juga menuturkan bahwa mayat yang dijadikan sebagai cadaver di Unpri tersebut didapat secara legal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Administrasi yang sudah kami peroleh bahwa itu adalah cadaver yang diperoleh secara legal," kata Agung.

Sementara sudah jelas didapat secara legal, dari mana cadaver tersebut didapat? Apakah ada seseorang yang secara sengaja dikorbankan untuk menjadi cadaver?

ADVERTISEMENT

Bagi detikers yang masih belum familier dengan cadaver, istilah tersebut merujuk pada jenazah manusia yang umumnya telah diawetkan untuk dipergunakan sebagai media pembelajaran anatomi dalam dunia pendidikan kedokteran.

Memang cadaver merupakan jasad manusia yang sudah meninggal. Akan tetapi, bukan berarti ada seseorang yang secara sengaja direnggut nyawanya untuk keperluan tersebut.

Adapun memperoleh jasad untuk kebutuhan cadaver didapat melalui proses tertentu, yakni proses toe-eigening dan proses levering. Apa itu?

Sukma dalam Vista Hukum Pidana Terhadap Proses "Toe-eigening" Dan "Levering" Kadaver Untuk Tujuan Pendidikan (2020) menjelaskan bahwa kedua istilah tersebut sama-sama berasal dari bahasa Belanda.

Proses toe-eigening merujuk pada metode mendapatkan cadaver dari rumah sakit. Jenazah di rumah sakit yang identitasnya tidak dapat diverifikasi bisa dijadikan sebagai cadaver.

Hal ini juga tertera dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1981 Bab 3, pasal 5. Aturan tersebut menyebutkan bahwa mayat untuk keperluan pendidikan diperoleh dari rumah sakit.

Sementara itu, proses levering merupakan metode mendapatkan cadaver dari hibah dan wasiat. Maksudnya, seseorang bisa saja membuat wasiat agar tubuhnya dihibahkan ke fakultas kedokteran sebagai penunjang pendidikan kelak ketika dirinya telah meninggal.

Praktik ini pernah dilakukan oleh salah seorang dosen Fakultas Kedokteran UGM. Ia bernama Fitri Mardjono.

Dalam skripsi yang disusun Iqbal Waziri berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Wasiat Jenazah di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta (2015), sepeninggal dosen tersebut pada 2011, jasadnya tidak dikubur.

Ia telah mewasiatkan tubuhnya untuk dihibahkan ke pihak kampus. Tubuh Mardjono dimandikan dan disalatkan, tetapi tidak dikubur. Setelah prosesi lain selesai, tubuhnya pun diserahkan ke Fakultas Kedokteran UGM.

Jika zaman sekarang cadaver kebanyakan didapat dari rumah sakit maupun hasil hibah, lain halnya semasa abad ke-18. Berdasarkan Romi, Arfian, dan Sari dalam Is Cadaver Still Needed in Medical Education (2019), pada era tersebut, mayat untuk keperluan bedah anatomi didapat dari tubuh pelaku kriminal yang telah dieksekusi.

Penguasa Inggris menerbitkan Murder Act pada 1752 yang memungkinkan jasad pelaku kriminal yang telah dihukum gantung untuk dikirim ke ruang bedah.




(mff/astj)


Hide Ads