Lima mayat ditemukan di Universitas Prima Indonesia (Unpri) saat polisi melakukan penggeledahan di lantai 15 kampus tersebut. Namun, rumor dugaan mayat tersebut sebagai korban pembunuhan ditepis oleh pihak kampus.
Dosen Anatomi Fakultas Kedokteran Unpri Ali Napiah Nasution mengatakan bahwa kelima mayat tersebut merupakan cadaver dan telah ada sejak 2008 untuk digunakan sebagai media belajar.
"Cadaver itu sudah sejak tahun 2008. Seyogyanya setiap fakultas kedokteran di Indonesia memiliki cadaver di lab anatomi," ucap Ali dalam keterangan resminya di akun YouTube Prim TV, Rabu (13/12).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, apa sebenarnya cadaver itu? Mengapa pula digunakan sebagai media belajar dalam dunia kedokteran?
Apa Itu Cadaver?
Cadaver atau kadaver secara sederhana berarti jenazah atau jasad makhluk hidup (manusia atau hewan) yang sudah meninggal. Wicaksono dalam Peran Penting Cadaver dalam Pembelajaran Anatomi pada Mahasiswa Kedokteran (2022) menyebutkan bahwa cadaver adalah jasad yang diawetkan untuk keperluan pembelajaran kedokteran.
Penggunaan mayat yang diawetkan merupakan bagian yang penting dalam dunia kedokteran, terlebih ketika mempelajari anatomi tubuh makhluk hidup. Selain cadaver, maneken sebenarnya juga digunakan sebagai media belajar.
Hanya saja, Wicaksono (2022) menyebutkan, cadaver relatif lebih efektif karena bersifat lebih nyata lantaran berupa jasad makhluk hidup asli. "Sensasi" menyentuh cadaver maupun organnya juga tentu berbeda jika dibanding dengan ketika berhadapan dengan maneken.
Sejarah Penggunaan Cadaver di Bidang Pendidikan Kesehatan
Pemanfaatan jasad manusia maupun hewan di dunia kedokteran bukanlah sebuah hal baru. The Past, Present, and Future: A Discussion of Cadaver Use in Medical and Veterinary Education oleh Varner, Dixon, dan Simons (2021) menjelaskan, cadaver setidaknya sudah digunakan untuk keperluan belajar sejak 1542.
Lebih tepatnya, pada 1542, seorang ahli anatomi asal Belgia bernama Andreas Vesalius sengaja membedah mayat untuk mengoreksi informasi keliru tentang anatomi manusia sembari memperluas pemahaman tentang tubuh manusia.
Hal yang sama juga pernah dikerjakan Giovanni Battista Morgagni, pakar anatomi Italia. Pada abad ke-18, Morgagni melakukan pembedahan selama otopsi untuk mengetahui hubungan antara penyakit dan pengaruhnya terhadap tubuh.
Hanya saja, pada tahun 1980-an, penggunaan cadaver mulai menurun karena pergeseran fokus ke arah pemecahan masalah dan contoh studi kasus.
Alternatif dari penggunaan jasad sungguhan pun bermunculan, seperti maneken dan pemanfaatan konsep virtual reality (VR). Cadaver sebagai media belajar juga memiliki kekurangan, misalnya berbau dan kadang kala jasad sudah kaku sehingga sulit untuk membedakan jaringan tubuh.
Dari Mana Cadaver Didapatkan?
Berdasarkan penjelasan Romi, Arfian, dan Sari dalam Is Cadaver Still Needed in Medical Education? (2019), mulanya, sumber cadaver didapat dari tubuh pelaku kriminal yang dieksekusi. Ini seperti dilakukan oleh penguasa Inggris pada 1752 lewat Murder Act.
Adapun Murder Act memungkinkan tubuh pelaku kriminal yang dihukum gantung untuk dikirim ke kamar diseksi untuk dibedah.
Di Indonesia sendiri, ketersediaan cadaver terpenuhi lewat jasad manusia yang tak dikenal. Hanya saja, jumlah semakin menurun dewasa ini.
Sumber cadaver lain berupa hibah jasad manusia. Hal ini pernah dilakukan oleh seorang dosen Fakultas Kedokteran UGM pada 2011. Semasa hidup, ia telah berencana untuk menghibahkan jasadnya.
(mff/afb)