Selama tiga tahun berturut-turut, APBD Jambi disebut mengalami defisit. Isu tersebut merebak dan membuat heboh. Namun, Pemprov Jambi membantah isu itu.
Pjs Gubernur Jambi, Sudirman menegaskan bahwa isu tersebut dibuat oleh pihak yang tak bertanggungjawab dan tidak benar.
"Jadi di sini saya jelaskan pemaknaan defisit tiga tahun yang disebut-sebut itu, pada dasarnya tidak seperti itu. Bagaimana defisit, saat penganggaran belanjanya saja tertutupi dengan pendapatan. Berarti, tidak defisit," kata dia, Rabu (13/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudirman menjelaskan Pemprov Jambi tidak mengalami defisit anggaran dalam tiga tahun terakhir karena penganggaran belanja dan pendapatan masih berimbang. Maka dari itu, isu yang kerap dimainkan soal defisit itu tidak mendasar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Faktanya tidak seperti itu. Ingat dalam penganggaran kita, selalu berimbang antara pendapatan dan pengeluaran," ujar dia.
Sudirman juga menyebutkan Pemprov Jambi bisa dikatakan defisit apabila nanti BPK telah mengaudit besaran defisit yang dialami oleh Pemprov Jambi. Nyatanya, kata Sudirman sampai saat ini, BPK belum mengaudit besaran defisit pemerintah Provinsi Jambi.
"Nyatanya kan selama tiga tahun kemarin itu kita selalu silpa (sisa lebih perhitungan anggaran). Untuk dua tahun lalu, silpa kita posisinya 600an. Silpa yang kecil itu di tahun kemarin 2023 sekitaran Rp 60 milliar. Jadi itu tidak ada defisit, ketika masih ada silpa tidak ada defisit," jelas Sudirman.
Sementara, Kepala BPKPD Provinsi Jambi, Agus Pringandi mengatakan pernyataan defisit yang sedang heboh itu tidak benar. Hal ini sudah dibuktikan berdasar pada dua indikator utama yang tertuang dalam laporan keuangan pemerintah daerah dan telah diaudit oleh BPK RI.
Agus menjelaskan bahwa hanya BPK yang bisa memastikan bahwa suatu daerah itu defisit. Menurut dia, jika BPK RI sebagai lembaga auditor resmi negara yang memiliki kewenangan memeriksa atau mengaudit pelaksanaan APBD Tahun Anggaran berkenaan.
"Dua indikator tersebut pertama, apakah terdapat belanja daerah yang tidak dapat terbayarkan karena tidak tersedia dananya. Lalu kedua, apakah silpa belanja bernilai minus," kata Agus.
Agus mengaku, bilamana laporan keuangan atas pelaksanaan APBD menunjukan adanya belanja yang menjadi utang daerah karena tidak dapat dibayar karena tidak tersedianya dana dan dibuktikan dengan silpa minus, maka dapat dikatakan bahwa APBD tersebut defisit.
"Tetapi APBD Provinsi Jambi TA 2022 dan TA 2023 berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit BPK RI Perwakilan Jambi menunjukkan tidak terdapat belanja yang tidak bisa dibayar karena tidak tersedia dananya dan terdapat silpa dengan nilai positif (plus). Jadi ini menunjukan bahwa APBD Provinsi Jambi Tahun 2022 dan 2023 tidak defisit," ujar Agus.
Secara rinci, Agus membeberkan dalam laporan keuangan APBD TA 2022 yang telah diaudit BPK RI pendapatan sebesar Rp 4.705 triliun dan penerimaan pembiayaan sebesar Rp.727,9 miliar, dengan total realisasi belanja sebesar Rp 4.772 triliun dan realisasi pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 27,2 miliar serta terdapat silpa sebesar Rp 631,4 miliar.
Sedangkan laporan keuangan APBD TA 2023 yang telah diaudit BPK RI pendapatan sebesar Rp 4.623 triliun dan penerimaan pembiayaan sebesar Rp 631,4 miliar, dengan realisasi belanja sebesar Rp 5.175 triliun, dengan realisasi pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 10,1 miliar, dan terdapat silpa sebesar Rp 69,3 miliar.
Kemudian untuk APBD TA 2024 belum dapat diukur dan diketahui defisit atau tidak karena pelaksanaanya masih berjalan, laporan keuangan tahunan baru dapat disusun setelah selesai TA 2024 (31 Desember 2024) untuk selanjutnya dilakukan audit oleh BPK RI.
"Sampai saat ini belanja APBD TA 2024 masih berjalan dan dalam proses pembayaran berdasarkan mekanisme dan aturan serta persyaratan yang telah ditetapkan termasuk belanja TPP dan honorarium honorer (PTT)," jelas Agus.
(dai/dai)