Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau menyoroti anggaran untuk instansi vertikal di tengah defisit anggaran. Salah satunya biaya untuk pembangunan rumah dinas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau yang menelan anggaran hingga Rp 10 miliar.
Berdasarkan data belanja APBD Riau 2025, tercatat dana yang dikucurkan untuk Korps Adhiyaksa ada beberapa item. Sebut saja pembangunan rumah dinas Rp 10 miliar dan rehabilitasi gedung barang bukti Rp 5,9 miliar.
"Belanja untuk Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau mencakup pembangunan rumah dinas sebesar Rp 10 miliar, pembangunan rehab gedung barang bukti Rp 5,9 miliar, serta perencanaan rehabilitasi gedung barang bukti Rp 100 juta," kata Deputi FITRA Riau Taupik, Senin (16/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, terdapat anggaran untuk rehab ruang VIP sebesar Rp 35 juta, rehab transit Kejati Rp 784 juta dan perencanaan rehab rumah asisten Kejati Rp 100 juta. Anggaran juga dialokasikan untuk pembayaran sisa pekerjaan perencanaan rehabilitasi gedung barang bukti dan pagar sebesar Rp 225 juta.
Item lain adalah pembayaran sisa pekerjaan gedung barang bukti tahun 2024 Rp 21 juta. Terakhir ada dana pengawasan rehab ruang transit VIP Rp 45 juta.
Ada pula anggaran lain yang disiapkan bagi instansi vertikal seperti pembangunan rumah sakit Polri dan TNI. Namun, untuk rumah sakit Polri dan TNI masih dianggap wajar karena digunakan untuk kepentingan umum.
Namun Taupik berharap Gubernur Riau Abdul Wahid harus tetap mencari anggaran cost-sharing. Sehingga tidak seluruhnya dibebankan kepada APBD Provinsi Riau di tengah kondisi keuangan yang defisit.
"Dengan kondisi defisit yang ada, alokasi anggaran harus difokuskan pada program yang lebih mendesak dan berdampak langsung bagi masyarakat, seperti penanganan bencana, pencegahan karhutla, dan infrastruktur dasar yang lebih prioritas," kata Taupik.
Terkait hal itu, Taupik menilai alokasi dana APBD harus memprioritaskan kepentingan masyarakat Riau seperti infrastruktur dan pelayanan dasar yang langsung dirasakan masyarakat.
"Jika anggaran yang saat ini dialokasikan untuk pembangunan rumah dinas dan bantuan hibah bagi lembaga vertikal dialihkan untuk memperbaiki fasilitas umum seperti jalan, maka cakupan pembangunan infrastruktur bisa lebih luas dan lebih maksimal. Saat ini, terdapat sekitar 596 KM jalan di Pekanbaru yang membutuhkan perbaikan, yang sebagian besar merupakan kewenangan provinsi," katanya.
Jika Pemprov Riau mengoptimalkan alokasi anggarannya untuk menangani ruas jalan tersebut, maka anggaran yang ada bisa lebih efektif dan dapat dialihkan ke kabupaten/kota lain yang membutuhkan perhatian dalam hal infrastruktur jalan. Sehingga kebijakan anggaran seharusnya lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan infrastruktur publik dibandingkan dengan belanja yang tidak bersifat mendesak, seperti pembangunan rumah dinas lembaga vertikal yang sebenarnya bisa ditanggung oleh pemerintah pusat.
"Terkait bantuan untuk pembangunan rumah sakit TNI dan Polri, hal ini masih dapat diterima karena nantinya fasilitas tersebut akan digunakan untuk kepentingan masyarakat secara luas. Rumah sakit milik TNI dan Polri dapat memberikan pelayanan kesehatan tidak hanya bagi personelnya tetapi juga bagi warga sipil, sehingga manfaatnya lebih jelas dan konkret," kata Taupik.
Catatannya adalah pembangunan rumah sakit ini harus menggunakan skema sharing budget antara pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Hal ini untuk membiayai pembangunan fasilitas kesehatan sehingga tidak dibebankan sepenuhnya pada belanja pemerintah provinsi
"Namun, dalam kasus Kejaksaan Tinggi (Kejati), tidak ada dasar atau kaidah yang membenarkan daerah untuk membantu pembangunan fasilitasnya, terutama jika yang dibantu adalah rumah dinas pegawai yang tidak memiliki dampak langsung bagi masyarakat. Bantuan anggaran seharusnya difokuskan pada sektor yang benar-benar memberikan manfaat bagi publik, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan," tegas Taupik.
"Pemerintah pusat, dalam hal ini Kejaksaan Agung, seharusnya menegur Kepala Kejaksaan Tinggi Riau agar tidak lagi meminta bantuan anggaran kepada pemerintah daerah. Riau sudah cukup banyak membantu pembangunan gedung lembaga vertikal, dan tidak seharusnya pembiayaan untuk kebutuhan internal Kejati terus dibebankan kepada anggaran daerah. Kejaksaan Agung, melalui Jaksa Agung Burhanuddin, harus mengambil sikap tegas agar kejadian serupa tidak terus berulang, sehingga anggaran daerah bisa lebih optimal digunakan untuk kepentingan rakyat riau," tegasnya lagi.
(ras/mjy)