4 Pilkada Sumsel Diprediksi Lawan Kotak Kosong, Mana Saja?

Sumatera Selatan

4 Pilkada Sumsel Diprediksi Lawan Kotak Kosong, Mana Saja?

Reiza Pahlevi - detikSumbagsel
Jumat, 09 Agu 2024 12:30 WIB
Ilustrasi Pemilu
Ilustrasi pilkada (Foto: Fuad Hasim/detikcom)
Palembang -

Empat daerah di Sumatra Selatan (Sumsel) diprediksi bakal lawan kotak kosong saat pilkada serentak 2024. Lantas mana saja wilayahnya?

"Sejauh ini dari pandangan saya ada empat daerah yang terkait dengan lawan kotak kosong. Di Musi Banyuasin (Muba), Musi Rawas (Mura), Empat Lawang, dan Ogan Ilir (OI)," ujar Pengamat Politik Sumsel, Bagindo Togar, Kamis (8/8/2024).

Di Empat Lawang isu lawan kotak losong muncul karena Joncik Muhammad yang berpasangan dengan A Rifai maju pilkada setelah batal bersaing di Pilgub Sumsel. Joncik sebelumnya adalah Bupati Empat Lawang 2018-2023.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian Panca Wijaya Akbar-Ardani di Ogan Ilir yang merupakan petahana dan telah banyak dapat dukungan parpol. Kemudian Ratna Mahmud-Suprayitno di Musi Rawas. Ratna merupakan petahana dan sudah dapat banyak dukungan parpol.

Satu lagi paslon yang panen dukungan adalah Lucianty-Syafaruddin di Pilkada Muba. Di antaranya Golkar, Gerindra, PAN dan lainnya. Lucianty yang merupakan Ketua Pimda PKN Sumsel juga telah memastikan partainya mendukung.

ADVERTISEMENT

"Seharusnya parpol ini mendukung kemunculan calon lain agar kompetisi lebih sehat," jelasnya.

Dia menilai, jika kondisi itu benar terjadi maka demokrasi sangat memprihatinkan. Terlebih jika benar ada dugaan pola transaksional antara paslon dengan parpol untuk ikut pilkada.

"Ada sisi positif dan negatif terhadap isu kotak kosong. Jika lawan kotak kosong karena parpol mendukung paslon yang punya kinerja baik, itu dibenarkan. Namun, jika isu kotak kosong karena sistem transaksional bisa berakibat buruk bagi rakyat," ungkapnya.

Menurutnya, kebanyakan kasus lawan kotak kosong disebabkan oleh kekuatan modal dan kepentingan elit politik daerah. Selain itu popularitas, hasil survei dan pencitraan turut memengaruhi kondisi kotak kosong.

"Beberapa indikator dalam sistem politik di Indonesia adalah elektabilitas, integritas dan isi tas. Ketiganya menentukan, tapi integritas yang seharusnya jadi patokan memilih kepala daerah bukan isi tas," jelasnya.

Selain itu, katanya, sistem transaksional justru akan merugikan parpol itu sendiri. Sebab, kader partai yang memiliki kemampuan karena telah ditempa dan disiapkan menjadi pemimpin akan terpinggirkan. Mereka juga akan berpikir pragmatis, meniru cara serupa.

"Penggunaan modal dalam politik ini akan menyingkirkan kader potensial. Sementara masyarakat ditawarkan calon pemimpin yang secara intelektual saja kurang," katanya.

Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan elit terjebak sistem makelar politik. Dia mencontohkan jika ada narapidana korupsi yang bebas melenggang karena mendapat banyak dukungan parpol.

"Sistem politik kita sudah terlalu brutal hingga napikor bisa mengkondisikan hampir seluruh parpol agar dirinya bisa maju pilkada," ujarnya.




(csb/csb)


Hide Ads