Kidah-kidahan atau disebut juga pertunangan cilik merupakan sebuah tradisi yang dilestarikan masyarakat Kecamatan Rambang, Muara Enim. Tradisi ini memiliki makna dan tujuan yang unik.
Dilansir penelitian Jurnal Penyelesaian Pembatalan Pertunangan Cilik Dalam Perspektif Hukum Adat dan Hukum Islam milik Bella Heranda dkk, kidah-kidahan sudah ada sejak zaman nenek moyang. Tradisi tersebut bertahan hingga sekarang karena selalu digelar oleh masyarakat setempat.
Belakangan ini, tradisi kidah-kidahan viral di media sosial karena sebuah unggahan video. Seperti apa sebenarnya tradisi kidah-kidahan atau pertunangan cilik di Muara Enim? Ini penjelasan lengkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Tradisi Kidah-kidahan
Berdasarkan literatur di atas, kidah-kidahan atau pertunangan cilik merupakan sebuah perayaan bermakna bagi masyarakat Kecamatan Rembang, Muara Enim. Pelaksanaan tradisi ini setara dengan resepsi pernikahan karena digelar megah dan mewah.
Perayaan kidah-kidahan akan melibatkan banyak orang mulai dari keluarga dekat hingga warga satu desa. Tradisi ini digelar untuk proses khitan atau sunat bagi anak laki-laki. Tujuannya sebagai bentuk rasa syukur telah dilaksanakan khitanan.
Fungsi Tradisi Kidah-kidahan
Dikutip jurnal Acara Adat Joget Kidah-kidahan di Desa Sugihan Kabupaten Muara Enim, fungsi acara adat kidah-kidahan terbagi menjadi dua yakni sosial dan kultural. Fungsi sosial dilakukan untuk mempererat silaturahmi antara kedua belah pihak sehingga diadakan acara adat serta menjadi hiburan bagi masyarakat setempat.
Sementara fungsi kultural mengarah pada upaya pelestarian nilai-nilai yang ada pada tradisi kidah-kidahan sehingga dikenal dan dilaksanakan terus-menerus oleh generasi muda di Kecamatan Rambang. Kedua fungsi ini menjadi alasan tradisi kidah-kidahan masih digelar hingga sekarang.
Prosesi Kidah-kidahan
Pelaksanaan tradisi kidah-kidahan dilakukan seperti pertunangan atau lamaran. Terdapat barang seserahan yang dibawa ke rumah perempuan layaknya orang dewasa. Acaranya dibalut dengan kemegahan dan kemewahan.
Keluarga laki-laki yang melaksanakan khitan meminjam anak perempuan desa untuk mendampingi anak laki-laki di atas panggung. Bukan hanya itu, orangtua perempuan juga ikut akan mendampingi hingga acara selesai.
Sebagai bentuk menghargai dan menghormati anak perempuan, diberikan hadiah berupa serah-serahan. Warga yang datang juga akan memberikan saweran kepada kedua anak tersebut sehingga mereka menjalani tradisi dengan perasaan menyenangkan dan tidak terbebani.
Kendati begitu, tak semua warga menggelar kidah-kidahan saat anak laki-lakinya khitan. Hanya warga yang mampu dari segi ekonomi bisa menggelar acara ini. Alasannya karena acara adat yang digelar membutuhkan biaya yang cukup banyak bahkan setara dengan lamaran atau pertunangan.
Demikian ulasan mengenai tradisi kidah-kidahan atau pertunangan cilik di Muara Enim yang masih lestari hingga sekarang. Semoga bermanfaat ya!
(dai/dai)