Puasa Ramadan merupakan salah satu kewajiban yang harus ditunaikan umat muslim di bulan Ramadan. Namun terdapat 6 golongan yang tidak wajib untuk berpuasa, salah satunya adalah orang yang melakukan perjalanan jauh.
Orang yang melakukan perjalanan jauh atau bisa disebut musafir mendapat keringanan untuk tidak melaksanakan puasa Ramadan jika tidak mampu melakukannya. Adapun ketentuan yang perlu diperhatikan musafir saat melakukan perjalanan jauh.
Berikut detikSumbagsel rangkum informasi mengenai ketentuan puasa Ramadan saat perjalanan jauh, Yuk simak!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketentuan Puasa Ramadan Saat Melakukan Perjalanan Jauh
Dilansir laman MUI Islam memberikan perhatian khusus bagi orang yang sedang bepergian jauh (musafir). Perhatian itu dilakukan untuk memberikan kemudahan serta keringanan bagi para musafir dalam bersuci, salat, puasa dan zakat.
Salah satu keringanan yang diberikan adalah berbuka puasa bagi musafir. Hal itu termaktub dalam Al-Quran, hadis, dan ijma. Allah SWT berfirman di surah al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ
"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain."
Lalu dalam hadis Rasulullah SAW juga mengabarkan kebolehan bagi musafir untuk memilih apa ingin tetap berpuasa atau berbuka.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ حَمْزَةَ بْنَ عَمْرٍو الْأَسْلَمِيَّ قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَأَصُومُ فِي السَّفَرِ وَكَانَ كَثِيرَ الصِّيَامِ فَقَالَ إِنْ شِئْتَ فَصُمْ وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ
Dari Aisyah radhiallahu'anha, istri Nabi Muhammad SAW, bahwa Hamzah bin 'Amru Al Aslamiy berkata, kepada Nabi Muhammad SAW, "Apakah aku boleh berpuasa saat bepergian? dia adalah orang yang banyak berpuasa". Maka beliau menjawab, "Jika kamu mau berpuasalah dan jika kamu mau berbukalah," (HR. Bukhari, no. 1807)
Kondisi Diperbolehkannya Puasa dan Tidak Puasa
Mengutip Abu Abdillah Syahrul Fatwa dan Abu Ubaidah Yusuf dalam bukunya berjudul Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut Al-Quran dan Sunnah menjelaskan, seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh boleh untuk tidak berpuasa, dengan kondisi sebagai berikut:
1. Jika puasa memberatkan dan dapat membahayakan diri musafir, maka haram untuknya berpuasa.
2. Jika puasa tidak terlalu memberatkan musafir, maka puasanya dibenci. Sebab, ia berpaling dari keringanan yang telah Allah SWT berikan.
3. Jika puasa tidak memberatkannya, maka musafir boleh memilih antara dua hal, melanjutkan puasa atau berbuka.
Di poin ketiga, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin lebih lanjut memberikan keterangan jika puasa dan berbuka mudah, maka yang lebih utama adalah tetap berpuasa.
Alasan Puasa Lebih Utama Dilakukan Saat Perjalanan Jauh JIka Mampu
Mengutip detikJogja, ada empat alasan mengapa puasa lebih utama. Pertama adalah mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Di hadis riwayat Bukhari no. 1945 dan Muslim no. 1122, Abu Darda' RA bercerita:
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي حَرِّ شَدِيدٍ حَتَّى إِنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الْخَرِّ وَمَا فِينَا صَائِمٌ إِلَّا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ
Artinya: "Kami pernah bepergian bersama Nabi SAW pada bulan Ramadhan ketika hari sangat panas, sampai ada seorang di antara kami meletakkan tangannya di atas kepala karena saking panasnya hari itu, di antara kami tidak ada yang puasa kecuali Rasulullah SAW dan Abdullah bin Rawahah."
Kedua, lebih cepat dalam melepaskan diri dari tanggungan. Ketiga, lebih ringan bagi seorang hamba. Keempat, puasanya bertepatan dengan bulan Ramadan di mana tidak bisa ditemui di bulan-bulan selainnya.
Batasan Perjalanan yang Mendapat Keringanan Tidak Puasa
Dilansir laman Universitas Islam An Nur Lampung, para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai batasan perjalanan yang mempersilahkan seseorang tidak puasa. Menurut Imam Hanafi, seseorang yang bepergian 1 farsah (sekitar 5 km) boleh tidak berpuasa. Menurut Imam Syafii, jarak minimal musafir tidak berpuasa adalah 16 farsah (sekitar 80 km). Dan menurut Imam Malik serta Imam Ahmad, jarak minimal musafir boleh tidak puasa adalah 48 mil (sekitar 88 km).
Konsekuensi Meninggalkan Puasa Karena Perjalanan Jauh
Mengutip laman Universitas Muhammadiyah Jakarta, dalil yang mendasari golongan orang yang mendapat keringanan dalam berpuasa salah satunya tertera dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 184:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ
Artinya: "Maka barang siapa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."
Itulah informasi mengenai ketentuan puasa saat melakukan perjalanan jauh. Semoga bermanfaat ya detikers!
Artikel ini ditulis oleh Bagus Rahmat Nugroho, peserta Magang Merdeka Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(des/des)