Sejarah dan Asal Usul Palembang yang Ulang Tahun Ke-1340 Hari Ini

Sejarah dan Asal Usul Palembang yang Ulang Tahun Ke-1340 Hari Ini

Raja Adil Siregar - detikSumbagsel
Sabtu, 17 Jun 2023 08:32 WIB
Jembatan Ampera, Palembang.
Foto: Jembatan Ampera sebagai ikon Palembang (Raja Adil Siregar/detikcom)
Palembang - Kota Palembang hari ini memperingati hari jadi ke-1340. Namun tahukah detikers asal usul jika Kota Palembang yang jadi salah satu kota tertua di Indonesia?

Merujuk situs resmi Pemkot Palembang, kota yang dikenal dengan julukan Kota Pempek itu merupakan kota tertua yang berumur 1340 tahun hari ini. Usia ini pun berdasar prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti Kedudukan Bukit.

"Menurut Prasasti yang berangka tahun 16 Juni 682. Pada saat itu oleh penguasa Sriwijaya didirikan Wanua (wilayah pemukiman) di daerah yang sekarang dikenal Kota Palembang," tulis dalam situs seperti dilihat detikSumbagsel, Sabtu (17/6/2023).

Menurut topografinya Kota Palembang ini dikelilingi oleh air, bahkan bisa dikatakan terendam oleh air. Air tersebut bersumber dari sungai, rawa dan juga air hujan.

Pada masa lampau, Palembang hampir 50 persen tanahnya tergenang air. Maka saat itu nenek moyang moyang orang-orang di kota ini menamakan sebagai Pa-lembang.

Penamaan itu dalam bahasa Melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat atau keadaan. Sedangkan lembang atau lembeng artinya tanah rendah, lembah akar yang membengkak karena lama terendam air.

Sedangkan bahasa Melayu-Palembang, lembang atau lembeng yakni genangan air. Jadi disimpulkan Palembang adalah suatu tempat yang dahulu digenangi oleh air.

"Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang menjadi modal mereka untuk memanfaatkannya. Air menjadi sarana transportasi yang sangat vital, ekonomis, efisien dan punya daya jangkau dan punya kecepatan yang tinggi," imbuh penjelasan soal asal usul nama Palembang.

Bahkan sampai saat ini, transportasi air di Palembang masih bisa dinikmati. Salah satunya adalah transportasi di perairan Sungai Musi yang datang dari beberapa daerah seperti Musi Banyuasin, Banyuasin dan daerah sekitar lainnya.

Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yang berada dalam satu jaringan yang mampu mengendalikan lalu lintas di tiga kesatuan wilayah. Ketiganya adalah tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu Pegunungan Bukit Barisan.

Lalu ada daerah kaki bukit atau piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah. Termasuk juga daerah pesisir timur laut.

Ketiga kesatuan wilayah ini menjadi faktor setempat yang sangat menentukan dalam pembentukan pola kebudayaan bersifat peradaban. Faktor setempat dan frekuensi tinggi sudah terbentuk lebih dahulu dan berhasil mendorong manusia menciptakan pertumbuhan pola kebudayaan tinggi di Sumatera Selatan.

Faktor setempat inilah yang kemudian buat Palembang menjadi ibukota Sriwijaya. Yup Palembang merupakan kekuatan politik dan ekonomi di zaman klasik pada wilayah Asia Tenggara.

Tak hanya itu, kejayaan Sriwijaya yang bisa diambil alih Kesultanan Palembang Darusallam pada zaman madya menjadikan Kesultanan Palembang Darusallam disegani di kawasan Nusantara.

Selain itu, ada tulisan menarik dari kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke 14. Ini menceritakan tentang Sriwijaya sebagai negara terletak di laut selatan hingga menguasai lalu lintas perdagangan asing di Selat.

Dalam catatan itu, pada jaman dahulu pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak laut mempunyai maksud jahat. Jika ada perahu-perahu asing yang datang rantai itu diturunkan dan dinaikkan jika situasi aman.

Tentu banyak cerita, legenda bahkan mitos tentang Sriwijaya. Pelaut-pelaut Cina asing baik Cina, Arab dan Parsi mencatat seluruh peristiwa terjadi. Contohnya pelaut Arab dan Parsi, mereka menggambarkan keadaan Sungai Musi bagai kota di Tiggris.

Kota Palembang digambarkan kota yang sangat besar, dimana jika dimasuki kota tersebut kokok ayam jantan tidak berhenti bersahut-sahutan (dalam arti kokok sang ayam mengikuti terbitnya matahari). Kisah-kisah perjalanan mereka penuh dengan keajaiban 1001 malam.

Bahkan para pelaut Cina mencatat lebih realistis tentang Kota Palembang. Mereka melihat bagaimana kehidupan penduduk kota yang hidup di atas rakit-rakit tanpa dipungut pajak.

Sementara para pemimpin, memiliki rumah di tanah kering atau di atas rumah bertiang di sekitar Sungai Musi. Mereka mengeja nama Palembang sesuai dengan lidah dan aksara mereka.

Dalam ejaan, Palembang diucapkan yakni sebagai Po-lin-fong atau Ku-kang (berarti pelabuhan lama). Bukan tanpa alasan ya, setelah mengalami kejayaan abad-abad ke-7 dan 9, maka di kurun abad ke-12 Sriwijaya mulai mengalami keruntuhan.

Keruntuhan Sriwijaya karena persaingan yang saat itu mulai masuk kerajaan dari Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India. Puncaknya adalah kejatuhan ini tak terelakkan setelah bangkitnya kerajaan Islam di Nusantara.

"Kerajaan-kerajaan Islam yang tadinya merupakan bagian-bagian kecil dari kerajaan Sriwijaya, berkembang menjadi kerajaan besar seperti yang ada di Aceh dan Semenanjung Malaysia," tutup cerita sejarah Kota Palembang tersebut.


(ras/ras)


Hide Ads