2 Monumen Korban 40.000 Jiwa Parepare, Gambaran Pejuang Lawan Westerling

2 Monumen Korban 40.000 Jiwa Parepare, Gambaran Pejuang Lawan Westerling

Muchlis Abduh - detikSulsel
Senin, 11 Des 2023 13:33 WIB
Monumen Korban 40.000 Jiwa di Parepare
Foto: Monumen Korban 40.000 Jiwa di Parepare (Muhclis Abduh/detikSulsel)
Parepare - Kota Parepare menjadi salah satu tempat pasukan khusus tentara Belanda pimpinan Raymond Paul Pierre Westerling membantai rakyat dan pejuang di Sulawesi Selatan (Sulsel) periode Desember 1946-Februari 1947. Ada 2 Monumen Korban 40.000 Jiwa di kota ini, yakni di dekat Masjid Raya Parepare dan Kecamatan Bacukiki.

Tim detikSulsel mengunjungi kompleks Monumen 40.000 Jiwa yang berlokasi di dekat Masjid Raya Parepare, Jalan Alwi Abdul Jalil Habibie, Kelurahan Ujung Sabang, Kecamatan Ujung, Kota Parepare pada Minggu, 10 Desember 2023. Memasuki kompleks, terdapat gerbang yang bertuliskan "Monumen Korban 40 Ribu Jiwa". Dari depan, terpampang bangunan monumen dengan relief yang menggambarkan rangkuman peristiwa kelam pembantaian pasukan Westerling di Parepare.

Tergambar sejumlah tentara yang menggendong senjata api mengelilingi warga. Korban tewas yang bergelimpangan di tengah-tengah kepungan tentara, di antaranya ada yang dalam kondisi terikat. Di bagian kanan dan kiri monumen terdapat relief yang menggambarkan perlawanan para pejuang menggunakan senjata tradisional berupa bambu. Tak hanya itu, di kedua ujung sisi monumen juga terdapat relief rakyat yang bersatu mengibarkan bendera Merah-Putih.

Monumen Korban 40.000 Jiwa di ParepareRelief di Monumen Korban 40.000 Jiwa Parepare menggambarkan kekejaman Westerling membantai rakyat Sulsel (Foto: Muhclis Abduh/detikSulsel)

Di bagian atas monumen, patung burung Garuda Pancasila gagah bertengger. Di sisi kanan atas, terdapat patung lelaki menggunakan setelan jas nan rapi. Sementara di sisi kiri, terdapat sebuah patung tentara yang memegang senjata.

Pada bagian ujung timur monumen, terukir nama-nama korban penembakan pasukan Westerling. Sementara pada ujung selatan terdapat ukiran untaian kata-kata yang merupakan penggalan puisi Chairil Anwar berjudul Karawang Bekasi.

Mengutip situs resmi Perpustakaan Kota Parepare, seni visual tersebut dibuat tahun 1975. Relief yang menggambarkan perjuangan dan kekejaman pasukan Westerling itu diukir oleh Ringin Arsitek Designer Art Gallery.

Monumen Korban 40.000 Jiwa di pusat Kota Parepare ini dibangun untuk mengenang peristiwa penembakan masal di bawah pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling pada Minggu, 14 Januari 1947. Penembakan tersebut dilatarbelakangi oleh kekhawatiran Belanda yang perlahan kehilangan otoritas penuh setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Monumen Korban 40.000 Jiwa di Bacukiki Parepare

Monumen Korban 40.000 Jiwa di Kecamatan Bacukiki ParepareMonumen Korban 40.000 Jiwa di Kecamatan Bacukiki Parepare (Foto: Muhclis Abduh/detikSulsel)

Pemkot Parepare juga membangun Monumen Korban 40.000 jiwa di wilayah Kecamatan Bacukiki. Lokasinya berada di Jalan Jenderal M Yusuf, Kelurahan Watang Bacukiki, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare.

Monumen ini tampak sangat sederhana dan tidak terawat. Lokasinya pun jauh dari pusat kota. Untuk mengunjungi monumen ini, butuh waktu tempuh sekitar 20 menit dari pusat Kota Parepare.

Tiba di lokasi monumen, nampak pemandangan yang sangat miris di monumen ini. Pagar pintu masuk monumen nampak tak terawat dan rusak.

Monumen Korban 40.000 Jiwa di Kecamatan Bacukiki ParepareMonumen Korban 40.000 Jiwa di Kecamatan Bacukiki Parepare nampak tidak terawat (Foto: Muhclis Abduh/detikSulsel)

Luas monumen yang terbangun juga lebih kecil dari yang ada di pusat Kota Parepare. Tak ada relief ataupun patung pejuang yang menghiasi. Hanya tugu bambu sederhana berwarna hitam yang tak terawat, menjadi hal paling mencolok di kompleks monumen ini.

Bangunan utama monumen sangat sederhana. Hanya berupa bangunan permanen yang dilapisi tegel putih di seluruh bangunannya.

Di belakang tugu bambu, terdapat ukiran "Nama Para Pejuang yang Gugur di Tempat Ini pada 23 Januari 1947". Total ada 25 korban pembantaian yang terukir di monumen tersebut.

Latar Belakang Pembantaian Pejuang di Parepare

Kedua monumen ini menjadi saksi kisah kelam gugurnya para pejuang kemerdekaan yang dibantai oleh pasukan Westerling. Tragedi ini dilatarbelakangi oleh niatan Belanda untuk mendirikan negara boneka di Indonesia bagian timur dan memperoleh kembali legitimasi kekuasaan. Namun niat ini mendapat perlawanan hebat dari rakyat Sulawesi Selatan.

Situasi itu mendorong Kolonel Hendrik J. De Vries, Komandan Markas Besar Timur Raya dan Borneo (HKGOB), mempersiapkan gerakan pasifikasi setelah meminta pertimbangan Letnan Jenderal S. H. Spoor, panglima tertinggi tentara Belanda di Indonesia.(1)

Westerling lantas diutus untuk mengatasi situasi di Sulawesi Selatan. Ia tiba di Makassar pada 5 Desember 1946 bersama 123 orang pasukannya.(2) Setibanya di Tanah Sulawesi, ia diamanahkan untuk memimpin Depot Pasukan Khusus atau Depot Speciale Troepen (DST), sebuah unit komando dalam formasi KNIL.(3)

Serangkaian operasi Westerling bersama pasukannya dilakukan di sejumlah daerah termasuk Parepare. Pada 13 Januari 1947, pasukan Westerling yang dipimpin Jan Vermeulen dan Mayor Stufkens memutuskan untuk menebar teror kepada penduduk Parepare. Mereka menekankan akan mengambil tindakan keras terhadap segala bentuk perlawanan.(1) Eksekusi terhadap pejuang kemerdekaan dan rakyat di Parepare pertama kali dilakukan pada 14 Januari 1947, lokasi sasarannya adalah pasar.(4)

Tempat Eksekusi Rakyat Parepare

Budayawan Parepare, Ibrahim menjelaskan bahwa kedua Monumen Korban 40 Ribu Jiwa tersebut dibangun di lokasi bekas pembantaian para pejuang kemerdekaan, oleh pasukan DST pimpinan Westerling. Ia menjelaskan, lokasi monumen di pusat kota dulunya merupakan terminal mobil yang menyatu dengan pasar.

"Di lokasi yang sekarang berdiri monumen (pusat kota) di situ dulu kandang oto atau terminal mobil. Jadi lokasinya luas dan berdekatan dengan Pasar Senggol yang dulu lebih dikenal dengan nama Pasar Ujung Sabang," kata Ibrahim kepada detikSulsel, Minggu (10/12/2023).

Menurut Ibrahim, para serdadu Belanda memilih tempat itu karena merupakan lokasi yang ramai. Sehingga saat dilakukan eksekusi maka banyak warga yang akan menyaksikan.

"Itu kan terminal mobil dan menyatu dengan pasar jadi ramai sehingga dianggap strategis dan ramai untuk warga melihat eksekusi yang dilakukan," paparnya.

Monumen Korban 40.000 Jiwa di ParepareLokasi Monumen Korban 40.000 Jiwa di Parepare berada di pusat kota (Foto: Muhclis Abduh/detikSulsel)

Ibrahim mengatakan berdasarkan penuturan salah satu anak dari korban yang gugur, para pejuang tersebut diculik dan diambil oleh tentara Belanda. Bahkan ada diantara mereka yang diambil malam hari dan paginya dikumpulkan.

"Mereka diculik malam dan dikumpulkan pagi di dalam satu kawasan tadi kandang otoe atau terminal mobil yang kini berdiri monumen Korban 40 Ribu Jiwa," jelasnya.

Tujuan Belanda menculik para pejuang karena ingin menanamkan rasa takut kepada warga. Menembak para pejuang di hadapan warga juga sebagai upaya membuat mereka tunduk dan tidak melakukan perlawanan terhadap Belanda.

"Mereka dikumpul dan ditembak dan dipertontonkan ke publik dengan alasan agar menjadi pelajaran agar tidak ada yang berani melawan," tegasnya.

Begitu pula dengan monumen di Bacukiki. Lokasi itu juga merupakan tempat eksekusi para pejuang oleh pasukan Westerling.

"Ada dua tempat di Parepare untuk lokasi penembakan korban 40.000 jiwa. Pertama di depan Masjid Raya dan ada yang di Kecamatan Bacukiki. Di sana ada monumen juga," imbuhnya.

Ia menjelaskan di Monumen Korban 40.000 Jiwa yang ada di Kecamatan Bacukiki korbannya juga ada puluhan orang. Mereka dikumpulkan dan ditembak satu persatu.

"Yang di Bacukiki ada lebih 20 juga, tetapi ini sebenarnya yang korban terdata," kata dia.

48 Korban Tewas dan 1 Selamat

Monumen Korban 40.000 Jiwa di ParepareNama-nama korban yang gugur dalam pembantaian Westerling diukir di Monumen Korban 40.000 Jiwa di Parepare (Foto: Muhclis Abduh/detikSulsel)

Di Monumen Korban 40.000 Jiwa di pusat kota terdapat 24 nama korban yang terukir pada salah satu sisi dinding Monumen Korban 40.000 Jiwa. Namun hanya 23 yang tewas dieksekusi oleh pasukan westerling pada tanggal 14 Januari 1947, sementara satu lainnya selamat.

Salah satu tawanan yakni Siti Hasnah Nu'mang tidak dieksekusi oleh pasukan Westerling. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut mengapa Hasnah gagal dieksekusi oleh para tentara Belanda.

"Satu orang yang lolos itu Siti Hasnah Nu'mang mendapatkan celah untuk lolos atau dibantu untuk lolos sehingga dia menjadi satu-satunya yang gagal dieksekusi," jelas Ibrahim.

Korban yang lolos tersebut kata pria yang akrab disapa Ibrah tersebut usianya diperkirakan masih muda saat kejadian. Berdasarkan informasi masih berumur di bawah 30 tahun.

"Umurnya masih sekitar 25 atau dibawah 30 tahun. Masih anak muda dari cerita dan referensi yang saya dapat," jelasnya.

Adapun deretan korban yang tewas di lokasi itu tak hanya dari Parepare, melainkan ada juga yang berasal dari Sidrap, Sawitto (Pinrang) dan Jawa.

Sementara di Bacukiki, terdapat 25 korban yang terdata dan diukir di monumen. 20 diantaranya dapat diidentifikasi namun, 5 lainnya dinyatakan sebagai korban tak dikenal.

Peringatan Hari Korban 40.000 Jiwa 11 Desember

Serangkaian pembantaian Raymond Westerling kini diperingati sebagai Hari Korban 40.000 Jiwa di Sulawesi Selatan setiap 11 Desember. Tanggal tersebut merujuk pada pemberlakuan status darurat perang atau SOB (Staat van Oorlog en Beleg) di wilayah Sulawesi Selatan yang dikeluarkan oleh Belanda pada 11 Desember 1946. Tanggal ini menjadi hari dimana Westerling kian gencar melakukan misi 'Pembersihan Celebes' bersama pasukannya.(5)

Akan tetapi peringatan Hari Korban 40.000 Jiwa pada 11 Desember ini hanya dilakukan di Sulsel, seperti Pemkot Makassar, Pemprov Sulsel, dan Pemkot Parepare. Peringatan dilakukan dengan menggelar upacara di Monumen Korban 40.000 Jiwa di wilayahnya. Sementara Pemerintah Republik Indonesia belum secara resmi menetapkan peringatan Korban 40.000 Jiwa sebagai hari berkabung nasional.

Sumber:

1. Situs resmi Perpustakaan Kota Makassar
2. Buku otobiografi Raymond Westerling "Challenge to Terror"
3. Situs resmi Resources Huygens Instituut
4. Buku Tragedi Westerling yang disusun oleh Agus N Cahyo (2014)
5. SOB 11 Desember sebagai Hari Korban 40.000 Sulawesi Selatan, Tim Penelitian Sejarah Perjoangan Rakyat Sulsel Kerjasama Kodam XIV Hasanuddin, Unhas dan IKIP U.P


(alk/nvl)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detiksulsel

Hide Ads