Kompleks SD Pajjaiang di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), disegel ahli waris imbas sengketa lahan. Warga yang mengaku pemilik sah atas lahan sekolah itu menuntut kejelasan Pemkot Makassar untuk membayar ganti rugi atas penguasaan tanah tersebut.
Sekolah yang terletak di Jalan Pajjaiang, Kecamatan Biringkanaya, Makassar itu disegel ahli waris pada Selasa (16/7/2024). Dinas Pendidikan (Disdik) bersama Dinas Pertanahan (Distan) Makassar pun turun tangan membuka paksa gembok serta spanduk yang menghalangi pagar sekolah.
"Saya minta semua orang tidak usah panik. Saya sudah minta kepala sekolah, kalau ada kejadian seperti ini jangan biarkan anak-anak, buka paksa, kasih masuk anak-anak belajar," kata Kepala Disdik Makassar Muhyiddin kepada wartawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kawasan sekolah tersebut terdapat tiga SD, yakni SD Inpres Pajjaiang, SD Negeri Pajjaiang dan SD Inpres Sudiang. Insiden itu sempat membuat siswa telantar hingga sebagian di antaranya memutuskan pulang ke rumah.
Muhyiddin mengakui penyegelan ini terkait sengketa lahan yang perkaranya berproses di pengadilan. Namun keputusan atas kasus itu belum inkrah sehingga aset lahannya diklaim masih tercatat sebagai milik Pemkot Makassar.
"Kami buka spanduk, gembok karena kami anggap ini hal sesuatu yang belum berkekuatan hukum. Ada yang menegur kami katanya sedang mengajukan ke pengadilan, yah silakan, kalau pengadilan siap untuk mengeksekusi," tuturnya.
Dia menjelaskan, kompleks SD Pajjaiang dibangun di atas lahan seluas 8.100 meter persegi pada tahun 1975. Muhyiddin menyebut pemilik lahan saat itu mewakafkan tanahnya sehingga diputuskan untuk dibangun sekolah.
"Dulu dibangun rata-rata orang mewakafkan, pemerintah menyediakan fasilitas pendidikan dan sosial waktu itu baik bangunan sekolah dan masjid yang penting ada yang memberikan wakaf," tuturnya.
Belakangan, warga yang mengaku ahli waris menggugat Pemkot Makassar pada tahun 2018. Seiring berjalannya kasus ini di pengadilan, Pemkot Makassar kalah di tingkat pertama, banding, hingga kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Pemkot Makassar diminta membayar ganti rugi atas penguasaan lahan tersebut kepada ahli waris. Hal ini berdasarkan putusan MA nomor: 1021 K/Pdt/2020 tanggal 3 Juni 2020.
"Tentu dengan ini (pembangunan SD) sudah puluhan tahun, tiba-tiba muncul gugatan, dimenangkan ini (oleh ahli waris)," ungkap Muhyiddin.
Namun Pemkot Makassar mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas putusan tersebut. Putusan MA untuk membayar ganti rugi lahan belum dilakukan dengan dalih kasus sengketa lahan ini masih berproses.
"Kenapa kita tidak lakukan (pembayaran ganti rugi lahan) karena bisa menimbulkan implikasi hukum karena masih ada proses hukum. Ini belum inkrah menurut kami," jelas Muhyiddin.
Muhyiddin membeberkan, ahli waris berkali-kali melakukan penyegelan terhadap sekolah meski sudah dilakukan upaya mediasi. Pihaknya pun meminta ahli waris menghargai proses hukum yang masih berjalan.
"Kami anggap ini belum inkrah karena belum ada putusan PK lewat upaya hukum yang diajukan oleh pemerintah kota. Maka tentunya saya selaku Kadis Pendidikan tetap mempertahankan bahwa ini masih tercatat sebagai aset yang ada di kami," tegasnya.
Simak penjelasan ahli waris di halaman berikutnya...
Alasan Ahli Waris Segel Sekolah
Salah satu ahli waris bernama Firman mengakui sengaja menyegel lahan kompleks SD Pajjaiang Makassar. Pihaknya meradang lantaran status hukum terkait lahan milik almarhum kakeknya, Badjijah bin Koi, tidak ada kejelasan.
"Kita mau dengar alasan pemerintah, kenapa sampai bertahun-tahun belum tuntas. Sudah 3 kali disegel karena kita melalui pengadilan hingga ke MA tiga kali menang, tapi PK," tutur Firman.
Firman hendak melihat reaksi Pemkot Makassar sekaligus meminta penjelasan. Ahli waris yang berjumlah 10 orang menganggap perkara sengketa lahan ini sudah terlalu lama dibiarkan.
"Ini yang menjadi pertanyaan kenapa ada peninjauan kembali (PK) sampai bertahun-tahun, setahu kami PK itu paling lama 3 bulan, ini sudah lebih dari 5 tahun masih PK," keluhnya.
Ahli waris juga menyoroti klaim Pemkot Makassar atas kepemilikan lahan tersebut dengan dasar tanah wakaf. Pihaknya pun menantang Pemkot Makassar menunjukkan bukti dokumen atau sertifikat.
"Kalau (Pemkot Makassar mengaku status lahannya) wakaf, mana buktinya? Sementara kami pegang rinci (bukti kepemilikan lahan)," ungkap ahli waris lainnya, Said kepada wartawan.
Said mengklaim keluarganya sejak dulu sudah lama keberatan akan penguasaan lahan itu oleh pemerintah. Namun pihaknya khawatir dianggap melawan pemerintah, sehingga dari dulu sempat membiarkannya.
"Jadi saya punya orang tua takut. Dan pemerintah bilang, 'banyak nanti anak dan cucumu yang sekolah nanti di sini'. Jadi statusnya hak pakai bukan wakaf," jelasnya.