Fakta-fakta SD Pajjaiang Makassar Disegel Ahli Waris Imbas Sengketa Lahan

Fakta-fakta SD Pajjaiang Makassar Disegel Ahli Waris Imbas Sengketa Lahan

Tim detikSulsel - detikSulsel
Rabu, 24 Jul 2024 07:00 WIB
Kompleks SD Pajjaiang Makassar disegel ahli waris.
Foto: Kompleks SD Pajjaiang Makassar disegel ahli waris. (dok. istimewa)
Makassar -

Kasus sengketa lahan di kompleks SD Pajjaiang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), belum juga berakhir. Ahli waris kukuh menyegel sekolah sampai Pemkot Makassar memenuhi tuntutannya untuk membayar ganti rugi atas lahan tersebut.

Diketahui, ada tiga sekolah yang berdiri di atas lahan berstatus wakaf tersebut, yakni SD Inpres Pajjaiang, SD Negeri Pajjaiang dan SD Inpres Sudiang. Sekolah yang terletak di Jalan Pajjaiang, Kecamatan Biringkanaya, Makassar itu beberapa kali disegel ahli waris setelah upaya mediasi gagal.

Penyegelan sekolah tersebut membuat proses belajar mengajar terhambat. Bahkan para siswa terpaksa sempat menempuh pembelajaran jarak jauh atau daring karena sekolah disegel berhari-hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Semoga tidak ditutup mi lagi sekolah kasihan," harap salah satu guru SD Pajjaiang Makassar, Eva Susanti kepada wartawan, Selasa (16/7/2024).

Dirangkum detikSulsel, berikut fakta-fakta SD Pajjaiang Makassar disegel ahli waris imbas sengketa lahan:

ADVERTISEMENT

Ahli Waris Berkali-kali Segel Sekolah

Penutupan kompleks SD Pajjaiang Makassar sudah berkali-kali disegel ahli waris. Ahli waris mulanya menyegel sekolah menggunakan gembok hingga memasang spanduk berisi tuntutannya kepada Pemkot Makassar di depan sekolah pada Selasa (16/7).

Pemkot Makassar sempat membuka paksa penyegelan, namun ahli waris kembali melakukan penutupan pada Rabu (17/7). Proses mediasi sempat dilakukan hingga Pemkot diberi kesempatan untuk menindaklanjuti aspirasi ahli waris.

Namun sampai batas waktu yang ditentukan, ahli waris lagi-lagi menyegel sekolah tersebut pada Senin (22/7). Ahli waris menganggap Pemkot Makassar tidak punya iktikad baik memenuhi permintaannya.

"Kita tutup ini karena menunggu iktikad baik dari Kadis Pendidikan," kata ahli waris, Firman saat dikonfirmasi detikSulsel, Senin (22/7).

Firman menganggap Pemkot Makassar tidak berniat membayar ganti rugi lahan sebagaimana tuntutannya. Pihaknya meradang tidak ada respons dari pemerintah setelah diberi waktu.

"Untuk duduk bersama kembali selama tiga hari libur, ujung-ujung tidak menghubungi ahli waris, jadi kita lanjut (segel)," bebernya.

Siswa Sempat Belajar Daring 3 Hari

Kondisi ini sempat membuat siswa menempuh pembelajaran jarak jauh alias daring selama tiga hari terhitung sejak 18-20 Juli 2024. Kebijakan ini diputuskan saat proses mediasi dengan ahli waris pada Rabu (17/7).

"Saya sudah sampaikan ke ahli waris bahwa untuk tiga hari kami berkesimpulan untuk melakukan proses pembelajaran di rumah dulu," kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Makassar Muhyiddin Mustakim, Rabu (17/7).

Keputusan itu juga selaras dengan keinginan ahli waris yang hendak memberikan kesempatan kepada Pemkot Makassar. Pertimbangan tersebut agar proses belajar mengajar tetap berlanjut.

"Alhamdulillah tadi sudah ada niat baik sama-sama kita memikirkan 1.000 anak untuk anak-anak didik kita ini," tuturnya.

Namun setelah kebijakan belajar daring berakhir, siswa tetap tertahan masuk sekolah. Pihak ahli waris menyegel kembali kompleks SD Pajjaiang Makassar pada Senin (22/7).

Simak fakta selanjutnya di halaman berikutnya...

Duduk Perkara Penyegelan Sekolah

Kasus penyegelan kompleks SD Pajjaiang Makassar bermula sejak ahli waris menggugat Pemkot Makassar atas kepemilikan lahan kawasan sekolah seluas 8.100 meter persegi pada tahun 2018. Seiring berjalannya kasus ini di pengadilan, Pemkot Makassar kalah di tingkat pertama, banding, hingga kasasi di Mahkamah Agung.

Dalam putusan MA nomor: 1021 K/Pdt/2020 tanggal 3 Juni 2020, hakim menyatakan para penggugat adalah ahli waris yang sah dari almarhum Badjida Bin Koi alias Madjida Bin Koi berdasarkan Persil 45 D.II Kohir 460 C 1. Pemkot Makassar selaku tergugat pun diminta membayar ganti rugi atas tanah objek sengketa milik penggugat.

"Putusan MA itu (menyebutkan) segera membayar kepada ahli waris, segera membayar, bukan mengosongkan. Tetapi segera membayar," tegas ahli waris, Munir Mangkana kepada wartawan, Rabu (17/7).

Munir mengklaim putusan MA sudah bersifat final. Namun Pemkot Makassar ternyata mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke MA atas kasus sengketa lahan tersebut yang justru dipertanyakan ahli waris.

"Ketika putusnya putusan MA dan kita mau melakukan eksekusi walaupun dalam posisi ada peninjauan kembali itu tidak dapat menghalangi," tegasnya.

Ahli Waris Tuntut Ganti Rugi Rp 14 M

Munir menyebut Pemkot Makassar harus membayar ganti rugi lahan senilai Rp 14 miliar. Nominal itu berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) dari total luas lahan 8.100 meter persegi.

"Tentunya berdasarkan dengan nilai NJOP, 8.100 meter, paling kurang lebih Rp 1,5 juta per meter. Kecil ji nilainya, kurang lebih Rp 14 miliar," ungkap Munir.

"Kami sudah banyak memberikan untuk Pemkot menempati tempat itu, tetapi ingat dong sudah ada putusan MA yang mengikat bahwa kepemilikan tempat itu, itu ada pada ahli waris," sambungnya.

Ahli waris juga menyoroti klaim Pemkot Makassar atas kepemilikan lahan tersebut dengan dasar tanah wakaf. Pihaknya pun menantang Pemkot Makassar menunjukkan bukti dokumen atau sertifikat.

"Kalau (Pemkot Makassar mengaku status lahannya) wakaf, mana buktinya? Sementara kami pegang rinci (bukti kepemilikan lahan)," ungkap ahli waris lainnya, Said kepada wartawan.

Ahli Waris Diminta Tunggu Putusan PK

Pemkot Makassar meminta ahli waris menghargai proses hukum terkait kasus sengketa lahan yang masih bergulir di MA. Ahli waris diminta menunggu putusan PK dari Mahkamah Agung yang diajukan Pemkot Makassar pada 2021 lalu.

"Bagian hukum Pemkot Makassar melakukan peninjauan kembali (PK) dan itu masih berproses, sehingga kurang bijak kalau ada klaim mereka (ahli waris) sudah menang," kata Kepala Bidang Aset Pemanfaatan dan Pengadaan Tanah Dinas Pertanahan Kota Makassar, Ismail Abdullah kepada detikSulsel, Kamis (18/7).

Ismail menegaskan, Pemkot juga belum bisa mengakomodir tuntutan ahli waris yang meminta pembayaran ganti rugi Rp 14 miliar. Pihaknya justru meminta ahli waris menerbitkan sertifikat yang menjadi bukti atas kepemilikan lahan tersebut.

"Belum bisa kita akomodir (pembayaran ganti rugi lahan), dikarenakan belum ada putusan hukum yang bersifat final. Karena masih berproses di Mahkamah Agung," tegasnya.

Kalaupun kasus ini sudah inkrah di MA, lanjut Ismail, ada mekanisme tersendiri sebelum biaya ganti rugi yang dituntut ahli waris bisa dibayarkan. Menurut Ismail, ahli waris wajib menerbitkan sertifikat kepemilikan atas lahan tersebut.

"Kalau nantinya (ahli waris) menang, silakan urus penerbitan sertifikatnya. Baru kita duduk membicarakan terkait ganti rugi, karena kalau tidak terbit sertifikatnya, apa yang mau kita bicarakan," tutur Ismail.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Pemkot Makassar Tak Punya Sertifikat

Ismail mengakui Pemkot Makassar tidak memiliki sertifikat atas kepemilikan lahan kompleks SD Pajjaiang. Dia berdalih proses pensertifikatannya terkendala gugatan sengketa lahan yang hingga kini masih bergulir.

"Memang betul tidak ada (sertifikat), tapi itu ada tercatat di dalam aset kita. Namun kami juga terhambat mensertifikatkan karena ada perkara hukum dari ahli waris, tuntutannya kepada Pemkot Makassar," imbuhnya

Namun Ismail berdalih selama kasusnya belum inkrah, kedua belah pihak sah-sah saja saling klaim atas kepemilikan tanah tersebut. Namun dia meminta ahli waris tidak menyegel kompleks SD Pajjaiang Makassar karena berdampak pada proses belajar mengajar.

"Selama itu proses hukum masih berlangsung, maka itu tercatat sebagai aset Pemkot Makassar dan statusnya ya tentu kita pemerintah masih klaim kepemilikan kita juga," tutur Ismail.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Disdik Makassar Muhyiddin Mustakim belum mengetahui perkembangan PK yang diajukan Pemkot Makassar di MA. Namun dia membantah Pemkot Makassar dituding lamban menindaklanjuti tuntutan ahli waris.

"Bukan kami lambat, kami tidak bisa intervensi penegak hukum utamanya Mahkamah Agung, yang penting kita sudah lalui prosedur bahwa pemerintah kota mengajukan PK peninjauan kembali," ucap Muhyiddin.

Komisi D DPRD Makassar Mediasi

Komisi D DPRD Makassar pun turun memediasi ahli waris agar membuka segel sekolah pada Senin (22/7). Saat datang ke kompleks SD Pajjaiang, pihaknya prihatin siswa dan guru masih tertahan di luar sekolah.

"Kami Komisi D turun meninjau karena ahli waris keluarga masih menutup sekolah. Nah kami datang ke sana memohon kepada pihak keluarga supaya dibukalah untuk anak-anak kita bersekolah," kata Anggota Komisi D DPRD Makassar Mario David kepada detikSulsel, Senin (22/7).

Menurut Mario, pihak ahli waris cukup terbuka dengan negosiasi yang dilakukan. Pihaknya berharap ahli waris tidak lagi menyegel sekolah dengan janji akan mengawal kasus ini hingga proses pembayaran ganti rugi lahan jika perkaranya sudah inkrah di MA.

"Kita juga menghormati pemerintah kota karena masih ada satu hal yang bisa digunakan (pengajuan PK). Kita tidak mau menutup juga usahanya teman-teman di pemkot. Itu haknya juga," ucapnya.

"Di satu sisi, kami juga punya hak untuk anak-anak kami ini. Pasti kita bayar itu barang kalau memang sudah menjadi haknya keluarga (ahli waris). Kami langsung menganggarkan (kalau inkrah)," tegas Mario.

Alasan Pemkot Makassar Ajukan PK

Wali Kota Makassar Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto mengungkap bukti baru alias novum yang menjadi alasan mengajukan PK atas lahan SD Pajjaiang Makassar ke Mahkamah Agung (MA). Danny menyebut SD Pajjaiang masuk dalam kawasan lahan GOR Sudiang.

"Sekarang dilihat, ternyata ada peta Gelora (GOR) Sudiang, masuk itu tanah, saya dapat informasi begitu. Makanya saya bilang di-fight (dikuatkan) saja di situ, ada dokumen didapat, artinya ini ada novum baru. Sudah dapat novum baru, makanya PK," kata Danny kepada wartawan, Selasa (23/7).

Danny menegaskan pihaknya tidak bisa langsung mengakomodir permintaan ahli waris yang menuntut pembayaran ganti rugi. Dia menuturkan, ada syarat yang harus dilengkapi ahli waris sebelum ganti rugi dibayarkan.

"Dalam persoalan politik aset di pemerintahan, kita tidak boleh membeli aset cuma berdasarkan hasil putusan MA. Harus sertifikat, makanya kita bilang (kepada ahli waris), sertifikatkan dulu itu (kepemilikan lahan), baru kita ganti rugi," terangnya.

Danny menekankan, persoalan sengketa lahan ini tidak boleh sampai membuat aktivitas belajar mengajar di kompleks SD Pajjaiang Makassar terhenti. Dia mengaku sementara mencari cara agar para siswa bisa tetap belajar.

"Ini sementara dipikirkan dulu untuk sekolahnya anak-anak di situ," pungkasnya.

Halaman 2 dari 3
(sar/ata)

Hide Ads