Hal itu terungkap saat Raswi menjadi saksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (27/3/2024). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Imawati awalnya menanyakan kepada saksi soal siapa yang memberi tahu dirinya tentang pembebasan lahan yang dilakukan oleh pemkot.
"Pada tahun 2013 dan 2014, (saya sempat) diberitahu bahwa ada masalah di lahan saya oleh orang kelurahan (Tamalanrea)," jawab Raswi di persidangan.
Dari keterangan saksi, diketahui bahwa awal saksi mengetahui pembebasan lahan karena pihak kelurahan menyebut ada masalah di lahan saksi. Jaksa bernama Ahmad Yani kemudian memperdalam soal hal ini.
Jaksa menanyakan kapan saksi tahu pembebasan lahan. Raswi mengetahui hal itu saat mengonfirmasi lahannya bermasalah tersebut ke Pemkot Makassar untuk menanyakan status lokasinya kepada pihak pertanahan Pemkot.
"Pas (saya) sadar sudah tidak ada pembayaran PBB. Akhirnya, saya ke pemkot, tanya orang pertanahan. (Pada) saat itu saya (baru) tahu (bahwa) lokasi saya masuk dalam lahan yang dibebaskan (oleh pemkot)," jawab Raswi di persidangan.
Lebih lanjut, jaksa menanyakan tentang apakah saksi pernah menjual tanahnya kepada Pemkot. Saksi kemudian menggeleng.
"Tidak pernah (saya jual tanah ke pemkot), juga (saya) tidak pernah kuasakan tanah saya kepada orang lain," katanya.
Di akhir sesi tanya jawab antara jaksa dan saksi, Jaksa bernama Aisyah kemudian menanyakan apakah saksi merasa rugi ternyata lahannya telah menjadi aset Pemkot. Saksi pun tegas menjawab bahwa ia belum menerima ganti rugi.
"Apakah Saudara merasa dirugikan atas pembebasan lahan tersebut?," tanya Aisyah.
"Saya merasa dirugikan. Saya yang merangkumkan masalah tanah saya. Sudah capek-capek mengurus, tidak dapat uang juga," jawab Raswi.
Untuk diketahui, mantan Kabag Pemerintahan Pemkot Makassar, Sabri menjadi terdakwa korupsi pembebasan lahan industri sampah menjadi energi listrik di Tamalanrea, Makassar, pada tahun 2012, 2013, dan 2014. Ia dinyatakan bersalah mengadakan pembebasan lahan tanpa dokumen memadai dan tidak melibatkan beberapa pihak berwenang.
"Tidak adanya penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya, tidak adanya lembaga penilai harga tanah, tidak melibatkan panitia pengadaan tanah sebagaimana Keputusan Walikota Makassar Nomor: 590.05/452/Kep/III/2012 tanggal 8 Maret 2012, tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Kota Makassar Tahun Anggaran 2012, khususnya pihak Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar," demikian dakwaan JPU seperti dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makassar, Minggu (3/3).
"Akibat perbuatan Terdakwa Sabri bersama-sama dengan Muh. Yarman, M Iskandar Lewa, Abdullah Syukur Dasman, dan Abd Rahim secara melawan hukum mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 45.718.800.000 (sekitar Rp 45 miliar)," kata jaksa.
Dalam sidang sebelumnya, 3 pemilik lahan juga hadir untuk memberikan kesaksian. Dua di antaranya menyatakan bahwa biaya ganti rugi lahannya dipotong sebesar 50 persen oleh pemkot.
Saksi lain bernama Asdar juga memberikan kesaksian yang serupa. Ia mendapat potongan Rp 400 juta. Ia harusnya menerima ganti rugi Rp 8,2 miliar, tetapi yang ia dapat adalah Rp 7,8 miliar.
"Setengah dari Rp 9 miliar dipotong. Sisa Rp 4,5 miliar yang saya bawa pulang," kata saksi bernama Arman dalam sidang,Kamis(21/3).
(hmw/ata)