Pengusaha Annar Salahuddin Sampetoding meminta majelis hakim menjatuhkan vonis bebas dalam perkara sindikat uang palsu. Annar berdalih tidak ada satu pun fakta persidangan yang menyatakan dirinya terlibat dalam kasus tersebut sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hal itu disampaikan penasihat hukum Annar, Sultani, dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi yang digelar secara online di Ruang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Rabu (3/9/2025). Sultani menyebut tidak ada fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa kliennya turut serta dalam perkara sindikat uang palsu tersebut.
"Berdasarkan ketentuan Pasal 184 KUHAP yakni keterangan saksi, surat, keterangan ahli, petunjuk, dan keterangan terdakwa, tidak terdapat alat bukti yang sah menurut hukum yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan kesalahan terdakwa," ujar Sultani dalam persidangan.
"Bahwa fakta hukum yang terungkap jelas dan terang benderang dari saksi-saksi, sungguh-sungguh tidak terdapat keterangan yang dapat dijadikan petunjuk bahwa terdakwa mengetahui adanya peristiwa pidana memalsukan mata uang," jelasnya.
Dia juga menegaskan dugaan keterlibatan Annar selaku pihak yang membiayai seluruh kebutuhan untuk memproduksi uang palsu dan menyuruh Syahruna mencetak uang palsu. Menurutnya, dugaan tersebut tidaklah benar lantaran Annar tidak mengetahui sama sekali persoalan uang palsu.
"Terdakwa tidak pernah terlibat dalam kasus ini, tidak mengetahui adanya kegiatan uang palsu di rumahnya yang dilakukan Syahruna. Tidak pernah menyuruh Syahruna mencetak uang palsu, tidak pernah menerima uang palsu dari Syahruna maupun Andi Ibrahim," paparnya.
Lebih lanjut, Sultani menyebut kliennya memberikan uang kepada Syahruna agar membeli alat dan bahan untuk membuat alat peraga, sebab dirinya akan maju mencalonkan diri sebagai calon gubernur Sulawesi Selatan. Namun, amanah itu justru disalahgunakan oleh Syahruna.
"Lagi pula jelas semua yang ditransferkan, kebutuhan untuk alat peraga terdakwa yang akan mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Sulawesi Selatan. Bukan untuk menyuruh melakukan perbuatan memproduksi, menjual, membeli, mengekspor, menyimpan dan atau mendistribusikan mesin peralatan alat cetak, plat cetak atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan membuat uang palsu," terangnya.
"Oleh karenanya jelas sekali Syahruna mengkhianati amanah atau kepercayaan hingga merugikan terdakwa," lanjut Sultani.
Selain itu, Sultani turut menyoroti mengenai penggeledahan yang dilakukan pihak kepolisian yang dianggap menyalahi aturan. Menurutnya, polisi telah mengabaikan Pasal 33 ayat 1 hingga ayat 5 KUHP dalam melakukan penggeledahan di rumah kliennya, Annar.
"Proses penggeledahan tanpa izin ketua pengadilan negeri untuk dapat masuk di rumah, ayat 1 dan 2. Penggeledahan dilakukan dengan tanpa saksi dan dua orang saksi, tidak pula mendapat persetujuan penghuni, ayat 3," paparnya.
Pada ayat 4, proses penggeledahan itu juga tidak disaksikan oleh pemerintah setempat. Selanjutnya, polisi seharusnya membuat berita acara dan memberikannya kepada pemilik rumah, namun hal justru tidak dilakukan.
"Dalam proses penangkapan, penggeledahan, memasuki rumah hingga penyitaan, penyitaan barang-barang terdakwa diambil oleh oknum polisi, bukan sebagaimana barang bukti, tanpa persetujuan dari terdakwa," ucapnya.
"Bahkan tanpa surat perintah ketua pengadilan negeri, barang berupa laptop dan mesin cetak besar diambil oleh polisi, tanpa persetujuan dan hingga kini tidak dikembalikan," sambungnya.
Simak Video "Video: 2 ASN Pemprov Sulbar Terlibat Kasus Sindikat Uang Palsu UIN Makassar"
(sar/asm)