Annar Salahuddin Sampetoding dituntut 8 tahun penjara dalam kasus sindikat uang palsu yang diproduksi di UIN Alauddin Makassar. Jaksa juga menuntut Annar dengan pidana denda sejumlah Rp 100 juta.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding berupa pidana penjara selama 8 tahun," ujar Jaksa Aria Perkasa Utama membacakan tuntutannya di Ruang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Rabu (27/8/2025).
"Dan denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa menilai Annar terbukti terlibat dalam perkara sindikat uang palsu sebagai pihak yang menyuruh Terdakwa Syahruna untuk memproduksi uang palsu tersebut. Perbuatan Annar tersebut diatur dan diancam dalam Pasal 37 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menyatakan Terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding terbukti secara sah dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang menyuruh melakukan perbuatan produksi, mengedarkan, menyimpan alat cetak atau alat lain untuk membuat uang palsu sebagaimana diatur dalam dakwaan primair," kata jaksa.
Peran Annar Sampetoding
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Annar didakwa sebagai pihak yang memodali pabrik uang palsu tersebut. Annar awalnya menyuruh Syahruna untuk mempelajari pembuatan uang pada tahun 2022-2023.
"Kemudian pada Agustus 2023 saksi Muhammad Syahruna mempelajari cara dan alat yang digunakan dalam pembuatan uang palsu melalui internet," kata jaksa dalam sidang dakwaan di Ruang Kartika, PN Sungguminasa, Rabu (21/5).
Annar kemudian memberikan uang sejumlah Rp 287 juta kepada Syahruna untuk membeli alat dan bahan pembuatan uang palsu tersebut. Uang itu diberikan secara bertahap sebanyak enam kali sepanjang Agustus hingga awal Oktober 2023.
Alat dan bahan pun dibeli oleh Syahruna dan membawanya ke rumah Annar yang berada di Jalan Sunu 3, Kota Makassar. Rumah itulah yang awalnya menjadi pabrik produksi uang palsu sebelum berpindah ke UIN Makassar.
Syahruna pun mulai mencoba alat tersebut untuk mencetak poster Annar yang saat itu ingin mencalonkan diri sebagai Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Februari 2024. Kemudian pada Juli 2024, Syahruna mulai mencetak uang palsu dengan pecahan Rp 100 ribu, namun hasilnya belum sempurna.
"Sedangkan waktu pendaftaran calon Gubernur Sulawesi Selatan sudah dekat dan belum ada hasil cetakan uang rupiah palsu yang bisa digunakan. Sehingga terdakwa (Annar) menyuruh saksi Muhammad Syahruna untuk menghentikan kegiatan pembuatan uang palsu. Dan memusnahkan alat dan bahan pembuatan uang rupiah palsu," jelas jaksa.
Namun sebelum alat itu dimusnahkan, Annar mempertemukan Andi Ibrahim dengan Syahruna untuk membicarakan produksi uang palsu. Selanjutnya proses pembuatan uang palsu beralih kepada Andi Ibrahim hingga alat dan bahannya dipindahkan ke Gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.
(sar/asm)