Oknum polisi Polres Teluk Bintuni, Papua Barat, berinisial FNE ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana pengadaan satu unit mobil Damkar pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Teluk Bintuni senilai Rp 1,2 miliar. Terdakwa ditahan di rutan Polres Bintuni.
"Telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan kepada FNE," kata Kajari Teluk Bintuni Johny Artinus Zebua kepada detikcom, Senin (25/3/2024).
Penetapan FNE sebagai tersangka berdasarkan surat penetapan tersangka nomor KEP-23/R.2.13/Fd.1/03/2024 tanggal 25 Maret 2024 Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni. Johny menjelaskan kasus korupsi tersebut terkait pengadaan mobil pemadam kebakaran untuk BPBD Kabupaten Teluk Bintuni dengan pagu anggaran Rp 2 miliar pada April 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"FNE sudah ditahan selama 20 hari di Rutan Polres Teluk Bintuni," ujarnya.
Johny menuturkan proyek tersebut dilaksanakan oleh FNE yang mencari dan meminjam perusahaan CV. CHM dengan nilai kontrak sebesar Rp 1,9 miliar. FNE sendiri berprofesi sebagai anggota Polri di Polres Teluk Bintuni.
"FNE awalnya yang berperan mencari dan meminjam perusahaan CV. CHM untuk dapat mengerjakan pekerjaan pengadaan mobil pemadam kebakaran pada PBPD Kabupaten Teluk Bintuni TA. 2020, pada tanggal 27 Juli 2020. Dimana, telah dilakukan pelaksanaan kontrak pada tanggal 29 April 2020 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 1.985.000.000,00. Dia anggota Polres Teluk Bintuni," ungkapnya.
Selanjutnya, FNE melakukan pembayaran senilai Rp 1,7 miliar. Namun, mobil tersebut baru diserahkan kepada Kepala BPBD Teluk Bintuni pada 14 September 2020 dan bukan melalui pihak ketiga. Mobil tersebut diserahkan tanpa dilengkapi surat kendaraan.
Menurut Johny, hanya kunci mobil Damkar yang diserahkan tanpa penyerahan surat-surat kendaraan. Hal ini menimbulkan kecurigaan hingga dilakukan penyidikan oleh Kejaksaan Teluk Bintuni pada Mei 2023 lalu.
"Dalam kontrak, kapasitas daya tampung tangki air pada mobil disebut 6.000 liter. Tapi fakta yang ada, tersangka hanya menyediakan 4.500 liter. Kami juga menemukan indikasi-indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,2 miliar," ungkapnya.
Akibat perbuatannya, FNE dikenakan primair Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lebih lanjut, subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Tersangka ditahan selama 20 hari ke depan. Penahanan tersebut dilakukan, melalui syarat obyektif dan subyektif menurut KUHAP dalam Pasal 21 antara lain. Syarat Subjektif, tersangka dikhakwatirkan akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi Tindak Pidana dan syarat objektif tindak pidana tersebut dapat diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih," tutupnya.
(hmw/sar)