Bareskrim Polri mengancam akan menjemput paksa Ismail Bolong jika kembali mangkir dari panggilan polisi terkait kasus dugaan suap tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim). Pasalnya Ismail sudah mengabaikan dua kali panggilan pemeriksaan sebelumnya.
"Iya (akan jemput paksa jika tak penuhi panggilan lagi)," tegas Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto, dilansir dari detikNews, Kamis (1/12/202).
Ismail Bolong sedianya menjalani pemeriksaan kedua di Bareskrim Polri Selasa (29/11). Namun panggilan penyidik kepolisian itu tidak diindahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pipit mengatakan, Ismail Bolong mangkir dari agenda pemeriksaan dikarenakan sakit. Namun pihak kuasa hukum Ismail Bolong tidak menunjukkan surat keterangan sakit dari dokter.
"Hanya informasi dari pihak lawyer-nya namun belum memberitahukan sakit apa. Dan mereka belum menunjukkan surat keterangan dokter," bebernya.
Pihak kepolisian pun melayangkan surat panggilan terhadap istri dan anak Ismail Bolong. Keduanya menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Kamis (1/12).
"Sudah ... sudah (surat panggilan dikirim ke keluarga Ismail Bolong) mereka sudah konfirmasi kok hadir," imbuhnya.
Sebelumnya, keberadaan Ismail Bolong masih misteri. Namun Bareskrim Polri belum mau menetapkan status Ismail Bolong dalam daftar pencarian polisi (DPO).
"Belum ke arah sana (Polri memasukkan ke DPO) karena memang pengacaranya sudah menghubungi, minta waktu saja," tutur Pipit.
Tuntutan Komisi III DPR
Pimpinan Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendesak Bareskrim melakukan jemput paksa terhadap Ismail Bolong. Hal ini sesuai dengan prosedur jika dua kali agenda pemeriksaan diabaikan.
"Sesuai prosedur memang seharusnya dilakukan penjemputan paksa," kata Sahroni saat dihubungi, Rabu (30/11).
Sahroni menekankan, kasus dugaan suap tambang ilegal di Kaltim harus menjadi perhatian. Pihaknya akan mengawal proses hukum atas kasus tersebut.
"Apalagi bila benar kasus ini bisa mengarah ke pengungkapan mafia-mafia di kepolisian, maka sudah seharusnya diproses dan dibuka selebar-lebarnya. Kami di Komisi III push dan pantau selalu," imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Awal Mula Pengungkapan Kasus
Untuk diketahui, dugaan suap tambang ilegal ke perwira tinggi Polri awal mula berasal dari video pengakuan Ismail Bolong, mantan personel Polres Samarinda. Ismail Bolong menjadi sorotan publik lantaran video pengakuannya menyetor uang hasil tambang batu bara ilegal ke Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto sebesar Rp 6 miliar. Pernyataan itu kemudian ditarik lagi oleh Ismail.
Dalam video itu, Ismail Bolong mengaku bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin. Kegiatan ilegal itu disebutnya berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak Juli 2020 sampai November 2021.
Mantan anggota Satuan Intelijen Keamanan (Sat Intelkam) Polres Samarinda itu lalu mengklarifikasi pengakuannya dengan pengakuan baru. Ismail Bolong mengaku dipaksa mantan Karo Paminal Divpropam Polri Hendra Kurniawan untuk membuat pernyataan yang melibatkan Kabareskrim.
Dia pun telah meminta maaf kepada Komjen Agus Andrianto lewat sebuah video.
"Untuk memberikan testimoni kepada Kabareskrim dengan penuh tekanan dari Pak Hendra, Brigjen Hendra, pada saat itu saya berkomunikasi melalui HP anggota Paminal dengan mengancam akan dibawa ke Jakarta kalau nggak melakukan testimoni," kata Ismail.
Ismail Bolong mengaku saat itu dirinya dibawa ke sebuah hotel di Balikpapan, Kalimantan Timur, oleh Paminal Polri. Kala itu, kata dia, dia disodori sebuah kertas yang berisikan testimoni mengenai Kabareskrim Polri dan kemudian direkam menggunakan handphone.
"Jadi saya mengklarifikasi. Saya nggak pernah memberikan uang kepada Kabareskrim, apalagi pernah saya ketemu Kabareskrim," kata Ismail Bolong.