Cerita Rakyat Samba Paria, Kisah Si Gadis Pemberani Taklukan Raja Zalim

Cerita Rakyat Samba Paria, Kisah Si Gadis Pemberani Taklukan Raja Zalim

Salsabila Azzahra Makka - detikSulsel
Jumat, 02 Jun 2023 07:30 WIB
Cerita rakyat Sulawesi Barat Samba Paria
Foto: Cerita Rakyat Sulawesi Barat Samba Paria (dok. Kemendikbud)
Makassar -

Samba Paria merupakan cerita rakyat yang berasal dari suku Mandar, Sulawesi Barat (Barat). Cerita rakyat ini cukup populer dan melegenda di kalangan masyarakat.

Dikutip dari buku berjudul 'Cerita Rakyat Sulawesi Barat Samba Paria' yang diterbitkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), cerita rakyat Samba Paria mengisahkan tentang seorang gadis pemberani yang berhasil menaklukkan rajanya yang memerintah dengan sangat kejam. Raja tersebut bernama Raja Bumi Mandar.

Dikisahkan bahwa Raja Bumi Mandar kerap membuat rakyatnya sengsara, dia selalu merampas semua harta yang dimiliki rakyatnya. Rakyat hanya bisa mematuhi semua keinginan raja. Walaupun mereka hidup dalam kesengsaraan, tak ada seorang pun yang berani melakukan perlawanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akan tetapi, seorang gadis bernama Samba Paria menunjukkan keberaniannya dan melakukan perlawanan kepada raja. Hal itu dilakukan Samba Paria agar bisa kembali hidup dengan damai dan tentram bersama adik kesayangannya.

Lantas, seperti apa kisah perjuangan Samba Paria dalam menaklukkan Raja Bumi Mandar yang kejam? Simak berikut ini kisah lengkapnya.

ADVERTISEMENT

Cerita Rakyat Sulawesi Mandar Samba Paria

Alkisah, di daerah Mandar, Sulawesi Barat, hiduplah seorang Raja yang zalim dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Tiap kali sang raja melihat rakyatnya hidup bercukupan, sang raja langsung memungut pajak yang tinggi.

Bumi Mandar sebenarnya merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alamnya. Namun, karena keserakahan sang raja, semua jerih payah rakyat dari membajak sawah atau menjala ikan di laut menjadi sia-sia.

Sang raja dan keluarganya hidup berlimpah dengan kekayaan hasil memungut pajak secara sewenang-wenang. Sementara rakyatnya tetap hidup dalam kemiskinan meski telah bekerja keras mengolah alam.

Rakyat yang jenuh dengan kezaliman raja pada akhirnya melakukan perlawanan secara sendiri-sendiri atau berkelompok. Tapi semua perlawanan itu sia-sia, raja makin zalim dan memerintahkan tentara kerajaan untuk mengganjar rakyat yang melawan dengan hukuman mati.

Rakyat yang hidup dalam ketakutan lalu berusaha melarikan diri ke negeri lain, namun tidak semuanya berhasil. Perahu yang digunakan untuk berlayar kadangkala tenggelam diterjang ombak ganas di tengah laut atau perahu yang ditumpangi bocor hingga akhirnya tenggelam.

Mereka tidak punya pilihan lain selain berdiam diri dan memasrahkan diri pada yang maha kuasa.

Selain dikenal sebagai sosok yang zalim dan serakah, sang raja juga dikenal sebagai penyuka perempuan. Perempuan muda dan cantik yang ditemui dan dilihatnya akan diambil paksa olehnya untuk dijadikan sebagai permaisuri.

Meski sang raja telah memiliki tiga belas permaisuri, tapi raja belum merasa puas. Suatu ketika saat berada di istana, raja berkata,

"Akan aku buktikan bahwa akulah satu-satunya raja sakti tanpa tanding sejagat. Aku haarus memiliki empat puluh permaisuri sebagai bukti kesaktianku!" kata sang Raja.

Sikap raja yang semena-mena itu membuat rakyat hidup dalam ketakutan dan kehilangan semangat. Para gadis memilih mengurung diri di dalam rumah karena takut suatu saat diculik oleh raja.

Sementara itu, di suatu kampung di lereng gunung tinggalah seorang nenek yang telah berusia lanjut. Meskipun sudah tua pikirannya masih jernih.

Nenek itu dikenal memiliki kemampuan menerawang hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari. Tak jarang, orang-orang di sekitarnya bertanya pada sang nenek tentang nasib mereka yang dipermainkan oleh sang raja.

Sang nenek mengatakan, dia melihat dalam mimpinya sang raja akan ditaklukkan oleh seorang perempuan muda dan mengakhiri kekuasaannya.

Rupanya tidak hanya nenek yang mendapatkan mimpi. Suatu malam sang raja juga bermimpi menemukan bunga yang harum semerbak di belantara tempat biasa sang raja pergi berburu.

Keesokan harinya, raja memanggil juru nujum ke istana untuk menanyakan makna mimpinya karena dia sangat penasaran.

Juru nujum menjelaskan sang raja akan mendapatkan permaisuri baru yang masih muda dan cantik jelita di rimba belantara. Namun, dia juga berpesan agar sang raja berhati-hati karena gadis yang akan dipersuntingnya juga akan membawa petaka bagi sang raja.

Karena terlena dengan kebahagiaan mendengar dirinya akan mempersunting seorang gadis muda dan cantik, dia pun enggan mendengarkan pesan dari juru nujum.

Sementara itu, sebuah rumah panggung tersembunyi di rimba belantara, hidup lah dua orang kakak beradik yang telah yatim piatu. Yang sulung adalah seorang gadis berusia enam belas tahun bernama Samba, sementara sang adik adalah seorang laki-laki berusia sepuluh tahun.

Orang-orang kerap memanggil si sulung dengan sebutan Samba Paria karena rumahnya yang tertutup rapat oleh tanaman paria. Tanaman paria yang tumbuh menjalari tiang, tangga, dan atap rumah mereka sehingga tak seorang pun akan menduga keberadaan rumah tersebut.

Rumah itu jauh dari pemukiman penduduk dan tertutupi pepohonan yang tumbuh lebat di sekitarnya.

Suatu siang Samba Paria bersama adiknya sedang asyik menyantap makanan yang terbuat dari talas di rumah panggungnya. Ketika adik Samba akan memasukkan ubi talas yang masih panas ke dalam mulutnya, tiba-tiba talas itu terlepas dan terjatuh ke tanah.

Mereka berdua membiarkan talas itu tetap di tanah. Mereka tidak memungutnya lagi, karena talas itu telah kotor oleh tanah sehingga tidak mungkin lagi untuk dimakan.

Pada saat yang hampir bersamaan, rombongan raja dari pesisir Mandar sedang berburu di hutan itu. Mereka datang dengan menunggang kuda dan membawa serta beberapa Ekor anjing pemburu yang terlatih.

Tali anjing-anjing pemburu itu dilepas untuk mencari mangsa. Saat kembali, anjing kesayangan raja menggigit sebuah makanan mulutnya.

"Pengawal! Benda apa yang digigit anjing itu? Cepat ambil benda itu dan bawa kemari!" perintah sang raja yang sedang duduk beristirahat di bawah sebuah pohon.

Si pengawal mengambil benda yang digigit si anjing dan menyerahkannya pada sang raja.

"Paduka, benda ini ternyata sepotong ubi talas yang masih hangat." ujar pengawal itu.

"Apa katamu? Ubi talas yang masih hangat? Dari mana anjing itu mendapatkan talas hangat di tengah rimba belantara seperti ini?" tanya sang raja terheran-heran.

Sang raja merasa yakin bahwa orang yang memasak ubi takas itu pasti berada di sekitar situ juga. Karena penasaran, sang raja memberi isyarat kepada si anjing pemburu agar mengantarnya ke tempat ubi talas yang masih hangat itu ditemukan.

Sampailah mereka di depan rumah Samba Paria yang berselimut tanaman peria. Sang raja hampir tidak percaya pada penglihatannya ketika menyaksikan sebuah rumah di tengah belantara itu.

Karena rasa penasaran, sang raja mengetuk pintu dan mencari sang pemilik rumah. Beberapa saat kemudian pemilik rumah membukakan pintu.

Sang raja tertegun saat melihat gadis belia yang cantik jelita berdiri di hadapannya.

"Aduhai, cantiknya gadis ini." Sang raja bergumam takjub dalam hatinya.

Sang raja pun jatuh hati dengan gadis itu. Tiba-tiba dia teringat akan perkataan juru nujum istana beberapa waktu lalu. Sang raja menduga gadis itu adalah calon permaisurinya dan sang raja berencana untuk mempersuntingnya.

Sementara itu, hati Sambar pun bergetar tidak karuan. Bukan karena Samba Paria sedang jatuh hati, melainkan karena ia tahu bahwa yang berdiri di hadapannya adalah sang raja karena pakaian yang dikenakannya penuh dengan perhiasan emas yang berkilauan.

Samba Paria hendak menjamu sang raja yang sedang kehausan, sayangnya persediaan air minum telah habis. Akhirnya Samba meminta sang raja untuk menunggu air yang diambil adiknya di sungai di balik gunung.

Sang raja menyanggupi, namun tiba-tiba muncul niat buruk sang raja menculik Samba Paria untuk dijadikan istrinya. Sang raja kemudian melubangi tempat air yang akan dibawa adik Samba Paria agar anak kecil itu berlama-lama di sungai.

Kemudian sang raja memerintahkan beberapa pengawalnya untuk membawa gadis cantik itu ke istana. Samba Paria memohon agar tidak dibawa, dia mencemaskan adiknya jika ditinggal sendiri di rumahnya.

Namun, sang raja tidak peduli dan tetap ingin membawa Samba Paria. Samba Paria kemudian mencari untuk meninggalkan jejak agar sang adik bisa mencarinya.

Dia kemudian meminta izin kepada raja untuk mengumpulkan puluhan lembar daun paria untuk dijadikan sayur, dia beralasan sangat menyukai sayur daun paria. Sang raja pun menyetujui permintaan Samba Paria.

Sepanjang perjalanan menuju istana, Samba Peria merobek-merobek daun paria itu lalu menebarkannya di jalan yang dilaluinya agar adiknya dapat mengetahui jejaknya.

Adik yang pulang dari sungai tidak menemukan kakaknya di rumah lantas melihat sobekan daun. Dia pun mengikutinya, setelah hari lamanya berjalan, akhirnya sang adik tiba di istana kerajaan.

Adik mencari kakaknya, namun sang raja menyekap dan tidak membiarkan Samba Paria menemui adiknya. Sang adik merasa kecewa, sebelum adik Samba Paria pulang, ia menanam sebatang pohon kelor di depan istana dan berpesan,

"Baiklah, jika kakak sudah tidak sudi menemui adik. Adik akan pulang ke rumah. Adik akan menanam sebatang pohon kelor d sini. Jika batang kelor ini layu berarti adik sedang sakit keras. Jika batang kelor ini mati, berarti Adik juga sudah mati," kata anak itu lalu bergegas pergi dengan perasaan sedih dan kecewa yang teramat dalam.

Samba Paria hanya bisa menangis mendengar pesan terakhir adiknya. Ia selalu mengkhawatirkan nasib adiknya yang tinggal sendiri di tengah rimba belantara.

Untuk mengetahui nasib adiknya, setiap hari Samba Paria mengintip batang kelor itu melalui jendela. Semakin hari batang kelor itu semakin layu. Hal itu menunjukkan bahwa adik Samba Paria sedang sakit keras.

Mengetahui kondisi itu, Samba Paria mulai panik. Ia pun segera mencari cara agar bisa melarikan diri dari istana raja.

Pada suatu hari, saat sang Raja pergi berburu, Samba Paria memasak nasi dan lauk sebanyak-banyaknya. Dia berniat untuk melarikan diri.

Setelah semua makanan sudah matang, ia lalu mengajak dayang-dayang istana pergi mandi di sungai yang berada tidak jauh dari istana. Ketika sedang asyik mandi, Samba Paria sengaja membuang cincin pemberian sang Raja ke dalam air.

"Tolong! Tolong! Cincinku jatuh ke dalam air!" teriak Samba` Paria.

Mendengar teriakan Samba Paria, dayang-dayang tersebut segera melompat ke dalam sungai. Mereka harus menemukan cincin itu karena khawatir akan dihukum oleh sang Raja.

Saat dayang-dayang tersebut menyelam di dalam air, Samba Paria segera mengenakan pakaiannya dan mengambil bungkusan makanannya. Dia lalu menunggang kuda hendak menemui adiknya yang dikiranya sudah meninggal.

Sesampai di rumahnya, Samba Paria mendapati adiknya tergolek lemas tidak berdaya dengan mata terpejam. Dia pun segera membuka bungkusan makanan yang dibawanya lalu menyuapi adiknya.

Meskipun dengan pelan-pelan, adiknya masih bisa mengunyah dan menelan makanan itu. Akhirnya, sang Adik perlahan-lahan pulih dan sudah bisa diajak berbicara. Hati Samba merasa lega karena adiknya terselamatkan.

Adik Samba Paria bertanya mengenai sang raja, karena sang raja pasti akan menyusul dan membawanya kembali ke istana. Samba memikirkan bagaimana cara agar ia lolos dari belenggu sang raja.

Samba Paria lalu menghaluskan biji cabe rawit, merica, dan daun kelor sebanyak-banyaknya. Setelah itu, ia mencampurnya dengan abu dapur, lalu memberinya air sehingga bentuknya seperti adonan kue.

Tidak lama kemudian, sang raja benar-benar datang mencarinya. Sang raja langsung naik ke rumah dan mengetuk pintu.

"Hei, Samba Paria, buka pintunya! Kalau kau tidak buka pintu, akan aku dobrak pintu ini!" seru sang Raja yang sudah berdiri di depan pintu dengan geram.

Samba Paria pun segera membuka pintu rumahnya sambil membawa wadah dari tempurung kelapa yang berisi adonan cabe rawit, abu, daun kelor dan merica.

Saat pintu terbuka, ia langsung menyiramkan adonan tersebut ke arah mata sang raja. Raja pun langsung menjerit menahan rasa perih sambil mengusap-usap kedua matanya.

Saat itu, tiba-tiba raja terpeleset dan akhirnya jatuh terjungkal-jungkal ke tanah. Raja yang zalim itu pun tewas seketika karena tulang lehernya patah terpental di batu besar yang berada di bawah tangga rumah Samba Paria.

Sejak itu, Samba Paria pun kembali hidup damai, rukun, dan tenang bersama adiknya.




(urw/sar)

Hide Ads