Polemik edaran penggunaan 40 persen dana desa untuk budi daya pisang yang dikeluarkan Pj Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin masih berlanjut. Kini muncul desakan ke Presiden Jokowi dan Mendagri Tito Karnavian untuk mengevaluasi Bahtiar.
Desakan tersebut disampaikan Korlap Aliansi Mahasiswa Pemuda Masyarakat (Amperma) Sulsel Fahmi Sofyan Syahrir saat menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sulsel, Senin (16/10/2023). Fahmi awalnya menyoroti kebijakan Bahtiar soal 40 persen dana desa untuk budi daya pisang.
"Hal ini bermula adanya surat edaran yang dikeluarkan oleh Pj kepada para bupati untuk kemudian bagaimana dalam beberapa poinnya bahwa Pj Gubenrur Sulsel memberikan kebijakan untuk anggaran dana desa 2024 nantinya ada pengalokasian anggaran 40 persen hanya untuk budi daya pisang," kata Fahmi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kebijakan itu tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Fahmi menegaskan kultur tanah di daerah-daerah tidak semuanya sama sehingga kebijakan itu perlu dipertanyakan.
"Hal ini kemudian menjadi suatu bentuk daripada kebijakan yang kami rasa tidak sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat khususnya di pedesaan itu sendiri," ujar Fahmi.
"Yang kedua kita perlu pahami bersama bahwa setiap kultur tanah wilayah kabupaten/kota di Sulsel berbeda-beda. Sehingga apa yang menjadi kebijakan ini hanya berfokus pada budidaya pisang menjadi tanda tanya besar. Apakah berdasarkan riset atau pun data yang mereka kumpulkan di lapangan," sambungnya.
Fahmi mendesak Pj Gubernur untuk membatalkan dan menarik edarannya tersebut. Dia juga mendesak Presiden Jokowi dan Mendagri Tito Karnavian untuk mengevaluasi Bahtiar Baharuddin buntut kebijakan tersebut.
"Kami minta kepada Pj Gubenrur Sulsel untuk membatalkan atau menarik kembali edaran yang telah dikeluarkan sebelumnya. Yang kedua, kami meminta bapak Presiden RI bersama dengan Kemendagri dalam hal ini Pak Tito Karnavian untuk mengevaluasi terkait dengan apa yang menjadi kebijakan (Pj) Gubernur Sulsel ini," paparnya.
Lebih jauh Fahmi mengatakan Jokowi bahkan telah memberikan arahan terhadap Pj kepala daerah terkait fokus programnya. Beberapa di antaranya dengan menangani stunting, persiapan menuju tahun politik, dan menekan inflasi daerah.
"Saya rasa ini menjadi arahan bahwa tiga hal tersebut menjadi bukti untuk Pj Gubernur fokus untuk mengerjakan hal tersebut. Namun karena adanya kebijakan Pj Gubenrur Sulsel yang hanya fokus budi daya pisang dan persoalan ketahanan pangan saya kira itu tidak mengena dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat," tegasnya.
Respons Bahtiar di halaman selanjutnya.
Pj Gubernur Sulsel Minta Maaf
Diketahui, edaran Pj Gubernur Sulsel terkait penggunaan 40 persen dana desa untuk budi daya pisang itu tertuang dalam surat Edaran dengan nomor: 412.2/11938/DPMD tertanggal 9 Oktober 2023 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2024. Belakangan Bahtiar meluruskan jika edaran tersebut bersifat imbauan.
"Imbauan itu sunnah, ya kan gitu. Jadi bisa dilaksanakan, bisa tidak," ujar Bahtiar kepada wartawan di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Jalan Jenderal Sudirman, Makassar, Kamis (12/10).
Bahtiar pun menyayangkan edaran terkait ketahanan pangan tersebut disalahtafsirkan. Namun Bahtiar menyampaikan permohonan maaf karena edaran tersebut sempat bikin gadu para kepala desa.
"Saya kira ini soal tafsir saja. Dan miskomunikasi. Maafkan saya kalau ditafsirkan menjadi lain," bebernya.
Dia menilai kebijakannya itu telah dipolitisasi oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Bahtiar memastikan imbauannya terkait 40 persen dana desa untuk budi daya pisang tidak memberatkan pemerintah desa.
"Wakil Menteri Desa dua malam yang lalu kan ada di sini. Beliau kan mendukung. Nah, ini ada yang politiki (politisasi) informasinya. Yang 40 persen itu seakan-akan wajib harus dilaksanakan," ungkapnya.
Bahtiar juga tak mempermasalahkan jika pemerintah desa enggan untuk mengikuti imbauannya tersebut. Apalagi, alokasi dana desa untuk ketahanan pangan minimal 20 persen.
"Itu bukan hukum. Kecuali itu hukum, baru persoalan. Karena di aturan nasional bilang, minimal 20 persen. Bisa digunakan untuk ketahanan pangan. Minimal 20 persen. Kan minimal. Bisa 21 persen, bisa 30 persen, bahkan 50 persen. Bisa 100 persen? Bisa juga," terangnya.