Membeli wadah penampungan air seperti ember, baskom, hingga gayung pada awal Muharram merupakan tradisi yang sudah melekat di kalangan masyarakat Bugis-Makassar. Lantas, bagaimana Islam memandang tradisi tersebut?
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan (Sulsel), Muammar Bakri mengatakan, tradisi semacam ini perlu dilihat secara cermat dalam perspektif agama. Hal ini karena kebolehan melakukan tradisi tersebut bergantung pada bagaimana masyarakat menempatkan keyakinannya.
Muammar mengatakan, selama tradisi membeli peralatan rumah tangga seperti ember, baskom, dan gayung pada bulan Muharram dilakukan hanya sebagai simbol, maka itu tidak apa-apa. Dalam hal ini, alat tersebut diibaratkan sebagai wadah untuk menampung rezeki yang diberikan oleh Allah SWT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sesungguhnya ini budaya yang harus dicermati dalam islam," ujar Muammar Bakri kepada detikSulsel, Senin (17/7/2023).
"Dipilih peralatan-peralatan seperti baskom, ember ini sebenarnya simbol saja. Baskom atau ember itu menjadi wadah kehidupan agar rezekinya terbuka tentu harapannya bukan kepada baskom atau kepada ember," sambungnya.
Dia menjelaskan bahwa sebenarnya dalam ajaran agama Islam hal tersebut disebut Tafa'ul. Tafa'ul dalam istilah agama Islam artinya menaruh harapan dan memandang positif dalam semua pekerjaan dan kejadian.
"Jadi, hanya sebagai simbol-simbol dan menggunakan media doa oleh simbol-simbol itu boleh dalam islam, itu namanya Tafa'ul," jelas Muammar.
Muammar lantas memberikan contoh Tafa'ul yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dia menyebut Rasulullah pernah menziarahi sebuah kuburan lalu menaruh daun dengan harapan Allah akan memberikan kesejukan orang yang berada di dalamnya.
"Banyak contoh-contoh yang dilakukan Nabi misalnya, ketika menziarahi kuburan, Nabi kadang menaruh batang kurma atau daun di atas kuburan itu dengan harapan bahwa semoga orang yang didalamnya bisa menikmati kesejukan hingga pohon ini layu, daunnya layu," tuturnya.
"Bukan daunnya yang membuat orang didalamnya itu jadi sejuk, bukan. Allah yang memberikan kesejukan tapi, menggunakan simbol-simbol," tegasnya.
Namun, apabila tradisi membeli ember dan gayung di bulan Mumarram dilakukan dengan meyakini benda tersebut akan mendatangkan rezeki, maka hal ini keliru. Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya berhati-hati dalam menjalankan sebuah tradisi.
"Bukan ember yang mendatangkan rezeki, Allah yang memberikan rejeki. Tapi, simbol-simbol pengharapan itu bisa saja dilakukan karena itu sebagai bentukdoa,"tegasnya.
(urw/urw)