RSUD Tenriawaru Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam sorotan usai rentetan kasus terkait pelayanan dikeluhkan warga. Keluhan itu mulai dari biaya perawatan yang membengkak hingga bayi kritis meninggal karena penanganan dipersulit surat rujukan.
Mulanya, seorang warga Bone bernama Muh Sulhan (32) mengeluhkan pelayanan RSUD Tenriawaru yang menagih biaya perawatan jauh lebih tinggi dari biasanya. Total biaya perawatan sempat ditagih sebesar Rp 8,7 juta dari seharusnya hanya Rp 2,2 juta.
"Jadi Rp 2,2 juta saya bayar untuk biaya operasi ringan (kuret) istriku di RSUD Tenriawaru Bone. Awalnya pihak RSUD menyebut biayanya Rp 8,7 juta," kata Muh Sulhan kepada detikSulsel, Sabtu (8/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menuturkan biaya Rp 2,2 juta itu termasuk biaya perawatan selama 2 malam di RSUD Tenriawaru. Hanya saja ia mengaku heran setelah pihak RS menyebut biaya perawatan mencapai Rp 8 juta sehari.
"Awalnya pihak RSUD menyebut biayanya Rp 8,7 juta. Setelah saya mempertanyakan hal ini, pihak kasir RSUD tidak mau memberi penjelasan. Kemudian malah membuat rekap yang baru dengan rincian Rp 2.262.799," sebutnya.
Kendati begitu, menurut Sulhan biaya Rp 2,2 juta itu sebetulnya masih membuatnya heran. Pasalnya, istrinya sudah menjalani operasi yang sama di RSUD Tenriawaru dengan biaya yang lebih murah yakni Rp 1,9 juta.
"Bukan kali itu saja saya menjalani kuret, sudah yang kedua kalinya. Kuret yang pertama saya bayar kurang lebih Rp 1,9 juta," keluhnya.
Sementara itu, Humas RSUD Tenriawaru Bone Andi Dedy Astaman menjelaskan pembayaran yang membengkak hingga Rp 8,7 juta disebabkan kelalaian petugas. Selain itu dia menyebut aplikasi yang digunakan untuk merekap biaya eror.
"Ada kelalaian yang dilakukan teman kami dan pada saat itu pembayaran sampai sebesar Rp 8 juta. Dan memang pada saat itu sistem juga sedang eror dan maintenance," tuturnya.
Dedy pun mengaku sistem yang eror di luar kendali pihak RSUD Tenriawaru. Apalagi aplikasi yang digunakan untuk merekap biaya masih tergolong baru.
"Aplikasi yang digunakan memang masih tergolong baru pasti ada kendala-kendala dan sistem ini masuk terus dilakukan pembenahan electronic health record (EHR)," ucapnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Bayi Kritis Meninggal
Beberapa hari setelah heboh keluhan biaya perawatan di RSUD Tenriawaru, seorang bayi 4 bulan 11 hari bernama Alisa Hayana meninggal di rumah sakit tersebut. Keluarga mengungkap bayi malang itu lamaban ditangani saat tiba di rumah sakit.
Orang tua Alisa, Firmansyah mengaku anaknya lambat mendapat penanganan dokter setelah sekuriti rumah sakit memintanya untuk mengambil surat rujukan di puskesmas terlebih dahulu.
"Saya bawa anakku ke RSUD Tenriawaru, na bilang itu sekuriti mau ki apa, saya bilang mau ka berobat. Dia tanya mi rujukan, saya bilang nda ada, na dia bilang kalau tidak ada rujukan tidak bisa," kata Firmansyah kepada detikSulsel, Senin (10/4).
Firmansyah merupakan Warga BTN Wellang'e, Kelurahan Bulu Tempe, Kecamatan Tanete Riattang Barat, Kabupaten Bone. Dia menuturkan membawa anaknya ke RSUD Tenriawaru pada Senin (10/4) sekitar pukul 08.30 Wita.
Saat tiba di rumah sakit, ia dimintai surat rujukan oleh sekuriti RSUD Tenriawaru. Firmansyah pun terpaksa membawa pulang anaknya yang sudah dalam kondisi kritis.
"Langsung ka pulang ke rumah. Setelah itu saya bawa anakku ke Puskesmas Watampone lagi, tapi dibilang (di puskesmas) tidak bisa ditangani karena sudah darurat," sebutnya.
Dia menuturkan, setelah mendapat petunjuk dari Puskesmas Watampone, ia kemudian membawa kembali anaknya ke rumah sakit. Saat itu anaknya langsung ditangani.
"Pas datang kedua ka jam setengah 12, dan langsung mi ditangani. Karena ada bapak-bapak tolong ka," bebernya.
Berdasarkan keterangan dokter, kata Firmansyah, anaknya kekurangan cairan. Lalu pada pukul 16.00 Wita nyawa anaknya pun sudah tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia.
"Dokter bilang terlambat ki bawa ki. Terlambat ditangani. Jadi saya jelaskan kembali ke dokternya, kalau sekuriti minta rujukan makanya terlambat ka. Apalagi mencret-mencret anakku dan sudah jelas kekurangan cairan," jelasnya.
Terkait itu, Humas RSUD Tenriawaru Bone Andi Dedy Astaman membenarkan adanya pasien yang ditangani. Pasien tersebut bayi dari Edriana Simamora, istri Firmansyah yang masuk pada pukul 13.00 Wita.
"Kami membenarkan bahwa memang ada pasien bayi Edriana Simamora pukul 13.00 Wita (BPJS 0003308591597). Pasien masuk ke IGD langsung ditangani dan dilakukan skrining serta anamnesa awal oleh dokter dan perawat," ucapnya.
"Namun kondisi pasien masuk dalam kondisi kritis sesak, dehidrasi, demam tinggi 41,6 derajat celcius dan sempat mengalami kejang 2 kali selama dalam penanganan serta diberikan obat anti kejang. Namun Tuhan berkehendak lain, dokter sudah berusaha semaksimal mungkin," sambungnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Mahasiswa Minta Evaluasi Direksi RSUD Tenriawaru
Rentetan kasus yang terjadi di RSUD Tenriawaru itu kemudian menjadi sorotan sejumlah mahasiswa dengan menggeruduk Kantor Bupati Bone. Massa mendesak Pemkab Bone mengevaluasi direksi RSUD Tenriawaru karena dianggap menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Demonstrasi mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bone berlangsung di halaman Kantor Bupati Bone, Selasa (11/4). Rentetan kasus yang mereka tuntut di antaranya terkait keluhan soal biaya perawatan hingga bayi yang meninggal lantaran penanganan pihak rumah sakit lamban.
"Kami menuntut agar Pemerintah Kabupaten Bone melakukan evaluasi terhadap RSUD Tenriawaru. Kami juga mendesak agar memberikan sanksi kepada Direktur RSUD Tenriawaru dan pegawai yang diduga lalai dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat dalam layanan kesehatan," kata Jenderal Lapangan Muh Akbar saat berorasi.
Akbar mengatakan, awalnya pada tanggal 6 April 2023 salah satu warga bernama Muh Sulhan mengeluhkan biaya pengobatan di RSUD Tenriawaru membengkak sehingga dianggap sebagai kegagalan program Universal Health Coverage (UHC). Tiga hari setelahnya, seorang bayi bernama Alisa Hayana meninggal karena penanganan lamban.
"Berselang 3 hari setelah kejadian itu (keluhan biaya bengkak), lagi-lagi ada seorang bayi meninggal dunia lantaran tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya dari pihak RSUD Tenriawaru karena alasan tidak mampu menunjukkan surat rujukan. Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa program UHC sebagaimana yang dijanjikan oleh pemerintah sangat bertentangan dengan penerapan yang dirasakan oleh masyarakat Bone," sebutnya.